Mimpi Indah?

Setelah memarkirkan sepedanya pada halaman rumah, Jaemin tidak langsung masuk, ia memilih untuk menyabuti rerumputan yang sudah menjalar panjang di halaman rumahnya.

Setelah selesai sekitar beberapa menit, Jaemin lantas masuk ke dalam rumahnya. Ia terkejut bukan main saat pecahan kaca berceceran di mana-mana, sama seperti beberapa hari yang lalu.

"Jisung." Teringat akan adiknya, Jaemin lantas berlari menuju kamar untuk menengok keadaan Jisung.

Langkah Jaemin terhenti di dapur.

Jaemin tercekat kala lagi-lagi ia pulang, ia selalu mendapati adiknya yang terbaring tak sadarkan diri di lantai. Entah itu di lantai mana pun, kadang di lantai kamar mandi, kadang di lantai kamar, dan saat ini di lantai dapur. Hati Jaemin sakit bukan main. Ia tahu, ini pasti ulah ayahnya. Siapa lagi kalau bukan laki laki paruh baya yang mata duitan itu!

Dengan air mata yang sudah berderai, Jaemin membopong Jisung, membawanya ke dalam kamar.

"Jisung," ujar Jaemin dengan suara bergetar. Setelah sudah membaringkan Jisung di atas ranjang, Jaemin duduk di sebelah Jisung. Mengusap lembut pipi adik semata wayangnya itu.

Bibir Jisung sangat pucat. Jaemin juga merasakan lembabnya baju Jisung. Hidung adik semata wayangnya itu terdapat darah yang sudah mengering.

Dada Jaemin sangat sesak. Berulang kali ia memukuli dadanya. Namun tak malah membaik, dada Jaemin semakin sesak tak tertahan.

"Jisung, maafin kakak.." lirih Jaemin sembari meremas kuat ujung seragam yang ia kenakan guna melampiaskan rasa sakit yang menjalar hebat dalam dirinya.

Sepersekian menit setelah itu, Jaemin berdiri, ia mengambil baju untuk Jisung, berniat menggantikan baju adiknya yang basah dengan baju yang layak pakai.

Namun, pergerakan tangan Jaemin terhenti kala mendapati kotak perhiasan milik sang bunda itu tergeletak di atas lantai. Perasaan Jaemin sudah tidak enak. Jaemin buru-buru mengambil kotak itu. Dirinya tercekat kala mendapati kotak perhiasan itu sudah tidak ada isinya sama sekali. Emosi Jaemin naik, mata laki-laki itu memanas, tangannya terkepal kuat.

"Ayah, kenapa tega banget, yah?!" Jaemin memejamkan matanya untuk melampiaskan semua rasa sakit dalam hatinya. Ia benar benar tidak habis pikir lagi dengan ayahnya itu.

"Ayah.. padahal Jaemin butuh itu. Jaemin perlu bayar sekolah dan biaya kemotrapi Jisung, yah.." lirih Jaemin sembari memukuli lagi dadanya yang terasa semakin sesak.

Jaemin mengehla napas pasrah, sebelum akhirnya kembali mencari baju untuk Jisung. Jaemin mengambil hoodie miliknya. Jisung akan sangat kedinginan kalau Jaemin hanya mengenakannya piyama.

Jaemin duduk di samping Jisung. Dengan telaten dan pelan-pelan, ia membuka baju basah yang dipakai Jisung. Air matanya mengalir lagi kala Jaemin melihat banyak luka lebam pada dada dan juga punggung Jisung.

"Jisung.. ayah apain kamu lagi?"

"Kakak.." lirih Jisung yang perlahan mulai membuka matanya.

"Jisung." Jaemin mengusap lembut kening adiknya. "Sakit, ya? Maafin kakak." Jaemin semakin menangis kala melihat senyum sang adik yang terukir jelas pada bibirnya.

Senyum yang Jaemin rasa itu sangat menyakitkan. Dalam keadaan seperti ini tidak seharusnya Jisung tersenyum. Ia harus marah dan menunjukkan semua rasa sakitnya.

"Jisung.. ayo pukul kakak. Kakak gak becus jagain kamu. Kakak gagal jadi kakak yang baik. Ayo pukul kakak. Kamu harus marah sama kakak karena kakak gak bisa lindungin kamu."

Tangan Jisung terulur mengusap lembut surai sang kakak yang saat ini memeluk dirinya. "Kakak kok ngomong gitu, sih?" ujar Jisung dengan suara yang sangat pelan.

"Jisung? Mana yang sakit?" Jaemin lalu mendongak, menatap Jisung dengan tatapan penuh ke khawatiran.

Jisung menggeleng lemah. "Gak ada yang sakit. Soalnya sekarang sudah ada kak Jaemin di sini. Kakak janji terus di sini sama Jisung, ya? Jangan pernah tinggalin Jisung."

Jaemin menggeleng. "Kakak gak akan pernah ninggalin kamu, Jisung. Kamu juga janji gak akan ninggalin kakak, ya?"

Jisung mengangguk sembari tersenyum kecil. "Iya, kak," jawabnya.

"Jisung?" panggil Jaemin.

"Hm?"

"Kamu mau peluk kakak, nggak? Rasanya lelah banget hari ini. Kakak mau dipeluk sama Jisung."

"Sini, kak." Jisung menepuk space kosong di sebelahnya. Jaemin pun langsung beranjak di sana.

Jisung merentangkan kedua tangannya, membawa Jaemin ke dalam dekapannya. Di dalam dekapan sang adik, Jaemin menangis tanpa suara di sana.

"Kak?" panggil Jisung.

"Kakak janji gak boleh pergi, ya?" ujar Jisung.

"Kakak janji," jawab Jaemin dengan suara bergetar.

"Kak?" panggil Jisung, lagi. "Kalo Jisung sembuh, Jisung janji bakal jadi orang sukses. Jisung mau bahagiain kakak. Jisung mau jadi guru, kak. Kayak bunda dulu," lanjut Jisung.

Jaemin tertawa kecil. "Cita-cita yang mulia. Semangat ya adiknya kak Jaemin," ujar Jaemin yang masih setia memeluk erat Jisung.

"Kalo kak Jaemin cita-citanya mau jadi apa?" tanya Jisung yang juga masih setia mendekap kakanya. Memberi sang kakak dekapan yang sangat hangat.

"Emm, kakak mau jadi dokter," jawab Jaemin.

"Wahh bagus, kak. Nanti obatin Jisung ya kalo di masa depan nanti Jisung sakit lagi," ujar Jaemin.

Jaemin terkekeh pelan. Setidaknya harapan Jisung untuk sembuh kini kembali lagi. Dan Jaemin bahgia akan hal itu.

"Kak? Kalo sudah besar nanti, kita sukses bersama-sama, ya?"

"Siap. Itu pasti, Jisung. Di masa depan nanti, kita pasti akan sukses bersama. Dan bunda pasti bangga kalo lihat anak-anaknya sukses."

"Tapi nanti kalo ayah ganggu kita terus gimana, kak? Nanti kalo ayah terus terusan minta uang ke kita, gimana? Kalo gitu terus, kapan kita suksesnya." Raut wajah Jisung berubah sendu.

"Ssstt. Gak boleh ngomong gitu. Ayah bukan pengganggu. Bagaimana pun juga ayah tetap ayah kita, Jisung. Seburuk apapun itu, ayah tetap orang yang harus kita sayang dan kita bahagiakan."

"Untuk apa dibahagiakan? Ayah gak pantas dibahagiakan, kak. Ayah saja selalu memberi kita luka."

"Jisung? Maafin ayah ya?" ujar Jaemin dengan suara parau.

"Iya. Jisung maafin kok. Tapi gak sekarang."

Ayah tadi udah ngelakuin apa saja ke kamu, Jisung? Sampai kamu bisa sekecewa ini dengan ayah, batin Jaemin

"Kamu udah makan, belum?" tanya Jaemin.

Jisung menggeleng. "Belum, kak. Jisung lapar, nih."

Jaemin terkekeh. "Kakak siapin makanan dulu, ya?" Jaemin melepaskan pelukannya. Kemudian tangannya terulur mengusap ke belakang rambut Jisung yang menutupi keningnya.

"Ganteng banget adik kak Jaemin." Jaemin terkekeh pelan. "Kira-kira nanti kalo udah besar pacarnya kayak gimana, ya?"

"Anna Frozen." Jisung ikut terkekeh.

"Hahaha, iya. Kenapa gak Elsa aja. Cantikan dia loh," ujar Jaemin sembari berjalan turun dari atas ranjang.

"Gak mau. Cantikan Anna," jawab Jisung.

"Hahaha, iya...iya..., siap. Kakak do'ain supaya beneran dapet yang mirip Anna Frozen, yaa."

"Mana ada yang mirip. Anna Frozen cuma satu. Cuma Anna yang ada di Frozen. Di dunia ini gak ada yang mirip dia," ujar Jisung.

"Terus kamu maunya yang kayak gimana?"

"Anna Frozen yang asli," jawab Jisung.

Jaemin terkekeh sembari geleng geleng kepala. "Jisung.. Jisung.."

...🌵🌵🌵...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!