Benci Ayah

Jisung saat ini tengah mengoleskan cat dengan kuas pada kanvas. Laki-laki itu melukis di teras rumahnya. Ia memang tidak terlalu pandai melukis, namun jika lukisan itu dipersembahkan umtuk Jaemin, tentu Jaemin akan memujinya sangat bagus.

Jisung melukis sebuah taman bernuansa hijau, dalam lukisan itu, terdapat dua laki-laki yang tengah duduk di rerumputan sembari menikmati coklat panas.

Lukisan yang akan diberikan untuk Jaemin di hari ulang tahun kakaknya satu minggu lagi.

Jisung tersenyum manakala lukisan itu hampir selesai. Netranya sungguh berbinar menatap lukisannya. "Semoga kakak suka," ujarnya sembari terkekeh pelan.

Tidak berlangsung lama setelah itu, Jisung mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat kearahnya. Kala Jisung menoleh, lagi-lagi ia mendapati sang ayah dengan wanita yang beberapa hari yang lalu kemari bersama sang ayah.

"Kemasi barang barang kamu sekarang!" ujar sang ayah dengan nada tinggi. Terdengar seperti bentakan.

Jisung yang masih tidak mengerti apa maksud sang ayah pun hanya terdiam sembari menatap datar kedua bola mata sang ayah.

"Cepat!" bentaknya.

"Maksud ayah?" tanya Jisung yang benar-benar tak mengerti maksud sang ayah yang tiba-tiba saja menyuruhnya mengemasi barang-barang.

"Sudah, kamu kemasi saja barang-barang kamu dulu. Saya tunggu di sini. Cepat!" Ayah mendorong Jisung masuk ke dalam rumah.

Jisung masuk dengan berat hati, ia mengemasi baju-bajunya ke dalam tas ransel, juga obat-obat miliknya, dan juga barang-barang lainnya yang ia rasa sangat penting. Kemudian, dengan perasaannya yang sudah tidak tenang, Jisung keluar sembari membawa tas ransel berisikan barang-barangnya tersebut.

Melihat sang anak tiri sudah keluar dari dalam rumah dengan membawa sebuah ransel, ayah lantas berkata, "Sekarang, kamu pergi dari rumah ini!" ujarnya yang jelas membuat Jisung marah.

"Maksud ayah apaan?!" kesal Jisung.

"Nggak usah ngebantah, kamu pergi dari rumah ini! Rumah ini sudah saya jual!"

Mendengar ucapan sang ayah baruasan, hati Jisung panas. Apa maksudnya menjual rumah seperti ini sembarangan?!

"Tapi ini kan rumah bunda, kenapa di jual?! Terus Jisung sama kak Jaemin harus tinggal di mana kalau ayah jual rumah ini?!" Nada bicara Jisung meninggi.

"Saya tidak peduli. Oh iya, kamu nggak usah khawatirin kakak kamu, karena mulai sekarang, kakak kamu tinggal sama ayah!"

"Jisung bagaimana?" tanya Jisung. Laki-laki itu menatap sang ayah dengan tatapan yang sulit diartikan.

Kecewa? Sungguh.

"Terserah kamu, saya tidak peduli. Sudah sana kamu pergi dari sini. Yang membeli rumah ini akan segera kemari. Kamu pergi dan cari tempat tinggal lain!" Ayah mendorong Jisung hingga laki-laki itu nyaris saja terjatuh jika tidak segera berpegangan pada dinding.

Mendadak, rasa benci menyelimuti hati Jisung. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran sang ayah. Rumah ini milik bunda, tapi kenapa dengan seenak jidatnya, ayah menjual rumah ini dan meminta Jisung untuk pergi?

"Ayah, Jisung nggak mau pergi. Ini rumah bunda, bukan rumah ayah!" Napas Jisung tidak beraturan, suara laki-laki itu bergetar.

"Berani ngebantah saya?!" bentak ayah.

"Ayah, tapi---"

"Saya tidak akan pernah peduli dengan kamu. Terserah kamu mau tinggal di mana, yang penting kamu pergi dari sini!"

"Yah, Jisung nggak punya siapa-siapa lagi selain kak Jaemin," lirih Jisung.

"Saya tidak peduli!"

...🌵🌵🌵...

Sekolah ramai dengan kabar Yoora. Manakala sang guru mendengar kabar itu, guru langsung mengumpulkan semua murid untuk meminta agar menghapus vidio itu segera. Jika tidak, mereka yang masih menyimpannya akan dikenakan hukuman.

Saat ini, Jaemin berada di ruang BK untuk diintrogasi mengenai desas-desus yang beredar. Desas-desus yang mengatakan bahwa Jaemin lah yang menyebar vidio tersebut sebab ponsel Yoora berada di dalam loker milik Jaemin.

Jaemin terus menggeleng dan mengatakan bahwa bukan dia yang menyebar vidio tersebut. Jaemin tidak tahu apa-apa, ia juga tidak tahu mengapa ponselnya bisa berada di dalam loker lalu vidio itu menyebar begitu saja.

"Saya berani bersumpah kalau bukan saya yang menyebar vidio itu!" Perasaan Jaemin benar-benar tercampur aduk. Ia takut, marah dan juga khawatir kepada Yoora.

"Bukti sudah jelas di depan mata! Dan tindakan kamu ini sudah keterlaluan. Kami para guru akan segera berunding untuk mengeluarkan kamu dari sekolah ini!" Guru itu menatap Jaemin dengan tatapam tajam penuh kebencian.

Jantung Jaemin pun rasanya seakan berhenti berdetak manakala mendengar apa yang barusan ibu guru itu katakan.

Mengeluarkannya dari sekolah ini? Sungguh Jaemin tidak menginginkan hal ini. Ia tidak salah, ia tidak menyebarkan vidio itu, namun kenapa semua orang menyudutkannya bahwa ialah yang menyebar vidio itu, hingga ia harus menerima pahitnya kenyataan bahwa cepat atau lambat, ia pasti akan segera dikeluarkan dari sekolah ini.

"Kenapa nggak ada yang mau percaya?" gumam Jaemin sangat pelan. Suara laki laki itu bergetar ketakutan.

Jaemin lantas keluar dari ruang BK tersebut. Laki laki itu menghembuskan nafas panjang, pikirannya tidak tenang karena memikirkan Yoora. Jaemin berpikir, pasti gadis itu sangat marah kepadanya saat ini.

Disepanjang koridor, Jaemin ditatap dengan tatapan aneh oleh siswa-siswi yang berlalu-lalang di sana. Ia juga mendengar bisik-bisik tidak enak.

"Jaemin kok gitu, ya? Aku kira dia tuh anaknya baik baik, ternyata jahat," bisik siswa perempuan berambut pirang yang berpas pasan dengan Jaemin. Gadis itu berbisik pada temannya yang berambut ikal.

"Iya, bener banget. Aku juga nggak nyangka. Jadi takut deh deket-deket sama dia. Jangan deket-deket sama dia, ya?" bisik gadis berambut ikal itu.

Mendengar itu, ingin sekali Jaemin meneriaki kedua gadis tersebut, meneriaki bahwa bukan ia yang menyebar vidio itu. Namun baginya, itu tidak akan membuat dua gadis itu percaya. Memilih abai, Jaemin lantas berjalan keluar dari gerbang sekolah untuk mencari Yoora.

Jaemin menghentikan langkahnya manakala rintik gerimis hujan mulai berjatuhan membasahi tubuhnya. Jaemin mendongak sekilas, tiba tiba ia teringat akan Jisung. Tidak berlangsung lama setelah terdiam beberapa saat, Jaemin merasakan ponsel di dalam almameternya berdering.

Jaemin mengambil ponselnya, di layar ponselnya tersebut terpampang nomor tidak di kenal. Jaemin meneduh di bawah pohon besar, kemudian mengangkat panggilan telpon itu.

"Hallo, ini siapa?" tanya Jaemin melalui sambungan telpon.

"Kak Jaemin? Ini Jisung, kak. Jisung pinjam handphone tetangga," ujar Jisung dari sebrang sana.

Mendengar suara sang adik yang terdengar ketakutan, itu membuat perasaan Jaemin semakin tidak tenang. "Ada apa, Jisung? Kamu kenapa?" tanya Jaemin.

"Kak Jaemin pulangnya masih lama, ya?" tanya Jisung.

"Kakak nggak tahu bakal pulang kapan, Jisung. Yang pasti, kakak pulang agak terlambat dari biasanya," ujar Jaemin.

Terdengar helaan nafas Jisung dari sambungan telpon. "Ya sudah. Oh iya, nanti kalau kakak pulang sekolah, jangan langsung pulang ke rumah dulu, ya? Kakak jemput Jisung di rumah makan dekat sekolah kakak. Jisung tunggu kakak di sana, kakak nanti jemput Jisung di sana, ya?"

"Kamu kenapa kesana?! Kamu harus banyak banyak istirahat, Jisung. Jangan cari penyakit lagi! Kamu baru selesai operasi, jangan bayak gerak! Jangan bikin kakak khawatir!" Suara Jaemin terdengar seperti membentak. Entah mengapa, namun laki-laki itu seakan tersulut emosi saat ini.

"Kamu belum kesana, kan?! Jangan kesana! Kalau sudah disana kamu pulang! Kamu mau sembuh, kan?! Jangan seperti ini. Jangan---"

Jaemin menghela napasnya manakala menyadari bahwa ia berbicara dengan nada tinggi dengan Jisung. Perasaan bersalah kemudian menyelimuti hatinya.

"Jisung.. maaf," lirih Jaemin.

"Jisung yang seharusnya minta maaf. Maaf ya, kak? Ya sudah, kakak lanjutkan belajarnya. Maaf sudah mengganggu waktu kakak. Jaga diri baik-baik ya, kak."

Saat hendak menjawab ucapan Jisung, sambungan telpon sudah diputus sepihak oleh Jisung.

Jaemin mendecak kesal, ia menjambak rambutnya frustasi. Bisa-bisanya ia membentak Jisung. Ia benar-benar merasa bodoh.

Tidak. Jaemin tidak bodoh. Ia hanya sedang tersulut emosi saja. Rasanya, ia benar-benar ingin marah, ingin berteriak sekencang kencangnya.

Sementara di sini, Jisung memberikan ponsel kepada sang pemilik, yaitu tetangga sebelah rumahnya. "Terimakasih ya, paman?" ujar Jisung sembari tersenyum tipis.

"Iya, sama-sama, Jisung. Duduk dulu, jangan terburu buru." Paman itu mempersilahkan Jisung masuk ke dalam rumahnya terlebih dahulu karena melihat betapa pucatnya wajah Jisung.

Jisung menggeleng. "Tidak usah, paman Jung. Tidak apa-apa."

Paman Jung menghela napas berat. "Hyunseo sangat kejam!" kesal paman Jung.

Tidak hanya Jaemin dan Jisung yang megetahui betapa busuknya hati sosok Na Hyunseo. Para tetangta dekat komplek rumah Jaemin tahu, termasuk paman Jung yang rumahnya sangat dekat dengan rumah Jaemin.

"Kamu boleh tinggal disini sementara, Jisung." Paman Jung mengusap lembut bahu Jisung.

Jisung menggeleng. "Terima kasih atas tawarannya, paman. Tapi Jisung sudah terlalu sering merepotkan paman. Ya sudah, Jisung pamit jalan-jalan sebentar, ya?"

"Sekarang masih hujan. Nanti saja, sekalian paman temani kamu." Paman Jung tersenyum lebar. Walau tidak bisa dipungkiri, laki laki berkepala tiga itu ikut merasakan sakit yang Jisung rasakan.

"Jisung mau sendiri. Oh iya, Jisung boleh pinjam payung om sebentar, tidak?" tanya Jisung.

"Srbentar." Paman Jung masuk untuk mengambil payung berukuran tidak terlalu besar. Tidak memerlukan waktu yang lama, paman Jung kembali dengan membawa payung berwarna ungu.

"Terima kasih, paman," ujar Jisung sembaru menerima payung tersebut.

...🌵🌵🌵...

...Hai, semua?...

...Maaf banget baru bisa update. Sebagai gantinya karena aku sudah beberapa hari nggak update, hari ini aku akan kasih kalian double chapter. ...

...Tungguin saja dulu, ya? Oke?...

...Makasih banyak buat yang sudah VOTE. ...

...Jangan lupa bahagia....

...Tetap jaga kesehatan....

...-Ayo mulai pikirkan masa depan mulai dari sekarang!-...

...Jangan lupa VOTE dan Komen sebanyak banyaknya biar aku makin semangat. Terimakasih❤...

...🌵🌵🌵...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!