Teesebar

Yoora turun dari boncengan sepeda Jaemin kala sepeda itu sudah sampai pada parkiran sekolah. Pagi tadi, Jaemin menjemput Yoora di rumah sewa gadis itu, mengajaknya untuk berangkat ke sekolah bersama. Keduanya kini berjalan bersama menuju kelas. Mereka berpas-pasan dengan Jeno dan Hyunjin di lorong. Tatapan Jeno dan Hyunjin terlihat tidak bersahabat, sangat tajam. Tak ingin mempedulikan itu, Yoora dan Jaemin lantas pergi mengabaikannya.

Sampai pada kelas, Jaemin meletakkan tasnya di punggung kursi, ia menepuk-nepuk kursi sebelahnya yang memang sejak dulu kosong, ia meminta Yoora untuk duduk bersamanya saja, karena Yoora juga duduk sendiri.

Yoora mengangguk dan segera mendaratkan pantatnya di kursi dekat Jaemin. "Makasih," ujarnya.

Jaemin membalasnya dengan anggukan disertai senyuman.

"Pr matematika kamu sudah belum?" bisik Yoora.

"Sudah dong," jawab Jaemin. "Kamu?"

Yoora tertawa kecil. "Boleh lihat nggak? Aku belum soalnya."

Jaemin terkekeh. "Iya, boleh. Sebentar." Jaemin mengambil buku tugas matematikanya dari dalam tas, kemudian memberikannya pada Yoora.

Yoora segera menyalin tugas matematika yang diberikan oleh pak Siwon.

Tak berlangsung lama setelah itu, bell masuk berbunyi. Mendengar itu Yoora mendecak kesal, ia baru menyelesaikan tiga nomor, yang padahal jumlah soal ada dua puluh.

"Nggak apa-apa, selesain nanti setelah olahraga," ujar Jaemin.

Jam pertama adalah olahraga, semua siswa siswi berlarian menuju ruang ganti untuk berganti pakaian olahraga. Begitu pun kini dengan Jaemin. "Aku ganti baju dulu ya?" Setelah mengatakan itu, Jaemin lantas pergi keluar dari kelas.

...🌵🌵🌵...

Olahraga hari ini adalah basket, namun sebelum itu, sebagai pemanasan, pak Donghae yang notabenenya adalah guru olahraga itu meminta semua murid untuk mengelilingi lapangan terlebih dahulu. Tak ingin membuat guru galak itu marah, semua murid lantas mengelilingi lapangan sebanyak lima kali.

Lapangan sekolah ini cukup luas, baru satu putaran saja Jaemin sudah merasa kelelahan. Laki-laki itu berhenti sebentar untuk menghapus keringatnya. Kemudian meghembuskan napas panjang, lalu kembali mengelilingi lapangan.

Putaran kedua, Jaemin benar-benar tidak kuat, ia berhenti sembari mengatur napasnya yang terengah-engah. Renjun yang melihat Jaemin berhenti, ia lantas ikut berhenti karena sedari tadi ia memang berlari di belakang Jaemin.

"Kenapa, lo sakit, ya?" tanya Renjun sembari menilik wajah Jaemin yang tertunduk.

Jaemin menggeleng. "Gue nggak apa-apa kok," jawabnya dengan napas yang tak beraturan.

"Wajah lo pucet. Seriusan nggak apa-apa?" Benar yang dikatakan Renjun, wajah Jaemin benar benar terlihat begitu pucat, matanya juga sayu.

"Cuma capek aja. Ya udah ayo lari lagi!" Setelah mengatakan itu, Jaemin lantas lanjut berlari.

Sebenarnya, Jaemin merasa dirinya tidak baik-baik saja saat ini. Kepalanya terasa sangat pusing, badannya juga lemas, ia merasa sangat lelah. Namun ia tetap memaksakan diri untuk ikut berlari.

Kini, lima putaran sudah berhasil semua siswa lalui. Mereka lantas menghampiri pak Donghae yang sudah siap mengajar materi basket.

Kegiatan olahraga berjalan lancar, Jaemin bermain basket bersama dengan Renjun. Hingga tak sengaja, lemparan basket saat hendak Jaemin lempar pada ring basket meleset hingga mengenai kepala Jeno.

Bughh

Melihat itu, Jaemin buru-buru berlari kecil menghampiri Jeno dan meminta maaf kepadanya.

"Jen, maaf. Gue nggak sengaja," ujar Jaemin.

Jeno menatap Jaemin dengan tatapan mengintimidasi, sepersekian detik setelah itu, tangannya terulur menarik kasar kerah seragam Jaemin. "Lo itu anjing tau nggak, sih?!" bentak Jeno.

"Jen, maaf," ujar Jaemin sekali lagi.

Jeno menghempaskan Jaemin hingga laki-laki itu terjatuh cukup keras. Jaemin merintih kesakitan kala tiba-tiba Jeno melayangkan pukulan pada kepaalanya.

Plakk

"Lo tahu nggak kalo lo itu hampir aja ngebunuh anak orang, ha?! Felix hampir mati gara-gara lo! Sumpah, gue muak banget lihat muka lo terus-terusan, pembawa sial!" bentak Jeno dengan deru bafasnya yang tidak beraturan.

Sungguh, Jaemin tidak mengerti apa yang jeno katakan.

Jeno menarik kerah seragam Jaemin lagi, ia melayangkan Jaemin hingga membuat laki-laki itu tercekik. Tatapannya masih sama, tatapan yang sangat tajam, tatapan penuh kebencian. Dan Jaemin tidak paham akan semua itu.

"Lo udah buat anak orang lumpuh!" bentaknya dengan menekan setiap katanya. Sepersekian detik setelah itu, Jeno tersenyum sarkas. "Jangan harap hidup lo bakal tenang setelah ini!" bisiknya.

Jeno lalu memukul perut Jaemin dengan sangat keras, sangat keras, hingga membuat Jaemin langsung terjatuh lemas sembari memegangi perutnya yang terasa sangat sakit akibat pukulan yang Jeno berikan.

Yoora yang melihat itu, ia buru-buru menghampiri Jaemin, membantu laki-laki itu berdiri. "Jaemin, sakit, ya? Ayo ke UKS, aku obatin," ujar Yoora dengan raut mukanya yang terlihat begitu khawatir.

Jeno yang melihat interaksi keduanya itu lantas mendecih. "Lihat aja nanti. Lihat!" ujar Jeno penuh penekanan, sebelum akhirnya ia pergi dari tempat itu.

"Jaemin, lo nggak apa-apa?!" tanya Renjun sembari membantu Jaemin berdiri.

Jaemin menggeleng. "Nggak apa-apa kok."

"Jaemin, perut kamu sakit banget ya habis dipukul Jeno? Jangan bohong. Kalau sakit bilang, nanti biar diobatin di UKS." Yoora menatap Jaemin dengan tatapan kekhawatirannya.

"Cuma sakit biasa, nanti juga hilang. Ya, layaknya sakit kena pukulan lah, nanti lama-kelamaan ya udah nggak sakit lagi." Jaemin mengulas senyum kecil. Senyum yang tenang, senyum yang mampu membuat setiap orang yang melihatnya juga ikut merasakan ketenangannya.

"Maksud si Jeno ngomong kayak gitu apa, sih?! Kenapa makin lama tuh anak makin nggak jelas, ya?" Tak hanya Jaemin, Renjun pun tidak mengerti dengan apa yang Jeno maksud barusan.

"Biarin aja, nggak usah heran, dia Jeno," ujar Jaemin. "Jam olahraga udah mau habis, ayo buruan ganti baju." Jaemin melangkahkan kakinya mendahului Renjun dan juga Yoora.

Sepeninggal Jaemin, Renjun menatap Yoora dengan tatapan heran. "Sejak kapan lo jadi berani bicara?" tanya Renjun. Pasalnya, ini baru pertama kali ia melihat Yoora selantang ini untuk berbicara.

Yoora memang dikenal sebagai murid pendiam, ia lebih pendiam dari pada Jaemin. Untuk bicara saja, Yoora sangat jarang. Ia tidak akan berbicara jika sekiranya itu tidak penting baginya.

Dan Renjun sedikit terkejut melihat sisi baru dari Yoora.

...🌵🌵🌵...

Jaemin membuka dengan kasar pintu kamar mandi, ia menutup lagi pintu itu, kemudian tubuhnya bersandar pada dinding kamar mandi. Jaemin terus memegangi perutnya yang terasa semakin sakit akibat pukulan yang Jeno layangkan tadi. Tak lama setelah itu, tubuhnya merosot. Laki-laki itu memejamkan matanya sejenak untuk melampiaskan rasa sakitnya.

Kemudian, tangannya terulur menarik ke atas ujung seragam olahraganya. Laki-laki itu berdiri dengan sekuat tenaganya, ia menghadap kaca yang ada di dalam kamar mandi itu. Jaemin melihat garis yang melintang di bagian perutnya.

Itu adalah luka bekas operasi pengangkatan ginjalnya.

Iya.

Tempo hari lalu, saat Jaemin mendapat kabar dari sang dokter bahwa Jisung memerlukan segera donor sumsum tulang, bersamaan dengan itu, ia menemui sepasang suami istri yang sedang menangis di ruang tunggu.

Kala Jaemin tidak sengaja mendengar perbincangan yang membicarakan tentang donor ginjal, ia lantas menghampiri sepasang kekasih itu.

Ternyata benar, mereka membutuhkan segera pendonor ginjal untuk sang anak, anak yang berusia tak jauh kisarannya dari Jaemin. Akhirnya, Jaemin memutuskan untuk mendonorkan satu ginjalnya, lebih tepatnya menjual ginjalnya untuk biaya operasi Jisung.

Sakit masih terasa, namun tidak sesakit tadi. Akhirnya, Jaemin memutuskan untuk segera mengganti pakaiannya karena jam olahraga sudah habis beberapa menit yang lalu.

...🌵🌵🌵...

Selesai berganti pakaian, Yoora berniat ingin mengajak Jaemin ke kantin karena perutnya terasa lapar. Manakala Yoora melangkah masuk ke dalam kelas, semua pasang mata menatapnya dengan tatapan tidak suka.

Yoora memang sudah biasa ditatap tajam seperti itu oleh teman teman sekelasnya, namun, entah megapa ia merasa bahwa tatapan ini sangat beda.

Tak ingin mempedulikan itu, Yoora lantas berjalan menuju bangkunya.

"Bagus juga ternyata body lo," celetuk salah satu siswa perempuan yang dikenal sangat menjengkelkan di sekolah ini.

Yoora mengerutkan keningnya tidak paham dengan ucapan teman sekelasnya itu.

"Berani banget lo kayak gitu?" timpal teman laki laki yang satu kelas Yoora.

Tatapan yang mengarah pada Yoora semakin tajam. Melihat Yoora yang kebingungan seperti itu, Renjun lantas menghampirinya.

"Kenapa vidio itu tersebar?" bisik Renjun dengan raut muka panik.

"Ha, vidio apa?" Yoora pun tak kalah panik melihat raut wajah Renjun.

"NIH, KALO MISAL LO NGGAK TAHU!" bentak siswa perempuan tadi sembari menunjukkan layar ponselnya kepada Yoora.

Mata Yoora membelalak lebar kala melihat apa yang ada pada layar ponsel teman sekelasnya itu. Yoora hendak menyahut ponsel perempuan itu, namun si pemilik ponsel itu malah mendorong Yoora hingga terjatuh.

Cesslyn, perempuan itu bernama Cesslyn.

Renjun membantu Yoora berdiri. Sepersekian detik setelah menatap Cesslyn dengan tatapan bencinya, Yoora lalu mengambil tasnya, ia mengeluarkan semua isi tasnya, ia mencari di mana ponsel sang ayah. Dan, Yoora tidak menemukannya.

Tangan dan kaki Yoora sudah bergetar ketakutan. Ia sangat ingat kalau ia menaruh ponsel sang ayah di tasnya, ia ingat pasti. Namun kenapa tiba tiba ponsel itu tidak ada?

Cesslyn melipat kedua tangannya di depan dada sembari tersenyum sarkas. "Najis banget lo! Udah, nangis aja gak usah ditahan, lagian semua orang juga udah tau!"

"Renjun, ini gimana?" Suara Yoora bergetar hebat, ia semakin takut kala ucapan ucapan menyakitkan dari teman teman sekelasnya yang mengata ngatain dirinya.

"Renjun, kenapa bisa tersebar?" Renjun tidak tahu harus menjawab apa, dia pun tidak tahu mengapa vidio itu tiba tiba saja muncul dari akun media sosial yang tidak dikenal.

Tak lama setelah itu, suara besar Hyunjin dan Jeno membuat semua pasang mata yang tadinya menatap Yoora, kini beralih menatap mereka.

Suara tawa Hyunjin terdengar mengerikan, laki laki itu berjalan mendekat ke arah Yoora. "Lo mau tau siapa yang nyebar vidio lo?" tanya Hyunjin.

Yoora tidak menjawab. Bibir gadis itu sudah bergetar ketakutan, ia memilin jemarinya, tatapannya kosong pikirannya pun terus berkelana.

Melihat banyak siswa berkerumun di bangku belakang, Jaemin lantas berlari kecil menghampiri kerumunan itu karena ia melihat wajah Yoora yang basah akibat air mata yang tiada hentinya mengalir.

"Yoora, kenapa?" tanya Jaemin.

"Siniin kunci loker lo!" bentak Hyunjin kepada Jaemin.

Jaemin geming, ia tidak tahu mengapa tiba tiba Hyunjin meminta kunci lokernya.

"SINIIN CEPETAN!" teriak Hyunjin.

Jaemin menghela napas samar, ia mengambil kunci lokernya di dalam tas, kemudian tangannya terlulur menyodorkan kunci loker tersebut kepada Hyunjin.

Hyunjin mengambil dengan kasar kunci itu, kemudian membuka loker milik Jaemin. Kala loker itu sudah terbuka, Hyunjin menunjuk isi loker milik Jaemin.

Yoora menggeleng tidak percaya manakala ia melihat ponsel itu ada di dalam loker milik Jaemin.

"Lo kan yang udah nyebarin vidio itu?" tanya Cesslyn dengan tangan yang masih setia terlipat di depan dada.

"Vidio apa?" Jaemin mengerutkan keningnya tidak paham.

"GAK USAH SOK BEGO LO!" Detik itu juga, Hyunjin melayangkan pukulan pada perut Jaemin.

"Arghhh." Jaemin merintih kesakitan manakala pukulan itu melayang tepat pada bekas jahitan.

"Jaemin, aku kecewa sama kamu," lirih Yoora dengan air mata yang terus mengalir.

"Yoora, tapi-"

"Aku belum sembuh dari trauma yang papa buat, terus sekarang kamu buat aku trauma lagi! Mau kamu apa, Jaemin?!" bentak Yoora dengan suara yang bergetar.

"Ternyata sikap baik kamu cuma bohong. Aku kecewa sama kamu." Setelah mengatakan itu, Yoora berlari keluar kelas.

Gadis itu menangis sejadi jadinya, hati Jaemin ikut merasakan sakit manakala ia melihat Yoora menangis seperti tadi.

"Diem diem anjing ternyata!" cibir Hyunjin yang mengarah kepada Jaemin.

Jaemin berlari menyusul Yoora, langkah Yoora begitu cepat hingga Jaemin tidak dapat mengejarnya karena ia tidak tahu kemana gadis itu berlari.

Jaemin membalikkan badannya, berlari kembali menuju kelas, ia menghampiri Renjun. "Renjun, ini sebenernya kenapa?" Jaemin tahu apa yang terjadi, ia hanya ingin memastikan saja.

Renjun menghela nafas berat. "Lihat tuh." Laki laki berdarah china itu menunjuk segerombolan murid laki laki yang tengah tertawa.

Jaemin menghampiri gerombolan itu. Rahangnya mengeras manakala Jaemin melihat apa yang sedang mereka tonton. Dengan segera, tanpa pikir panjang, Jaemin menyahut ponsel itu, kemudian membantingnya.

"Maksud lo apaan, situ yang nyebarin kenapa situ juga yang marah!" sahut salah satu laki laki yang ikut bergerombol.

"Gue nggak nyebarin!" ujar Jaemin dengan menekan setiap katanya.

"Btw makasih loh, berkat lo, gue bisa lihat asupan setelah capek capeknya olahraga." Mendengar ucapan itu, Jaemin tanpa segan- segan melayangkan pukulan pada rahang laki laki yang berbicara seperti itu.

"Lo semua yang punya vidio itu, HAPUS SEKARANG JUGA!" teriak Jaemin dengan deru napasnya yang tak beraturan.

...🌵🌵🌵...

Yoora kini berada di danau, tepatnya di bawah pohon besar yang menaunginya dari panasnya matahari siang ini. Yoora duduk sembari memeluk kedua kakinya.

Takut, malu, marah, kecewa, semua tercampur menjadi satu. Gadis itu tiada hentinya menangis.

Tidak ada siapa siapa di sini, namun Yoora terus mendengar suara suara yang mengata ngatainya dengan perkataan yang menjijikkan dan mneyakitkan.

Yoora menatap air danau, ada pantulan wajahnya di sana. Buru buru, Yoora mengambil batu di sampingnya kemudian melemparkannya ke dalam danau itu, tepat pada pantulan wajahnya.

"Dasar gadis menjijikkan, mati saja kamu, Yoora!" Yoora berkata sembari terus melempari pantulan wajahnya di air dengan batu.

"Jaemin.. aku kecewa banget sama kamu. Aku kira kamu baik, aku kira kamu beda dari yang lain. Ternyata sama saja!" gumam Yoora.

"Aku benar benar sekecewa ini, Jaemin. Aku sudah percaya banget sama kamu, tapi kenapa-"

Tak kuasa melanjutkan ucapannya, hati Yoora terlalu sakit untuk mengingat kejadian tadi.

Yoora menatap sendu danau yang ada di depannya saat ini, tatapannya kemudian mengarah pada tali yang tak jauh darinya, berada di dekat pohon. Itu seperti tali untuk mengikat domba.

Yoora berjalan mengambil tali tersebut, tangisnya semakin pecah. "Dari pada hidup di dunia yang kejam, kenapa nggak lebih baik aku mati saja?" tanyanya pada diri sendiri.

Yoora mendongak ke atas, menatap pohon yang menjulang tinggi di depannya. Keputusannya bulat.

Kala ia mulai melingkarkan tali itu pada lehernya, tangan besar nan kekar itu menahannya. "Jangan bodoh!" ujar laki laki itu.

...🌵🌵🌵...

...Hai, gimana sama cerita ini?...

...Baru konflik pemanasan. Jangan lupa tetap baca sampai ending, oke?...

...Makasih ya buat yang sudah baca sampai sini, makasih juga buat kalian yang mau VOTE chapter ini. Makasih banyak....

...Jangan lupa VOTE buat yang belum. Makasih banyak yaaaa....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!