Hari Ulang Tahun Bunda

Pagi ini, Jisung tengah menuliskan sebuah surat yang ia tulis pada kertas origami pada meja belajar Jaemin. Hari ini adalah hari ulang tahun bunda. Hari ini, Jisung dan Jaemin berniat akan mengunjungi makam sang bunda.

"Kakak kasih kado apa buat bunda?" tanya Jisung sembari terus lanjut menulis surat yang akan diberikan pada sang bunda nanti.

Jaemin yang masih terbaring di atas ranjang nampak berpikir. "Kalau kakak kasih bunda bunga, gimana? Bunda kan suka banget ya sama bunga. Apalagi bunga mawar yang warna putih," ujar Jaemin.

"Ihh, kakak kasih kado yang lain saja. Jisung mau kado bunga mawar juga soalnya," jawab Jisung sembari terusn menulis.

"Kakak kasih kado bunda do'a aja," jawab Jaemin yang dibalas anggukan oleh Jisung. "Kakak dulu apa kamu dulu nih yang mandi?" tanya Jaemin sembari beranjak dari ranjang dan berjalan menghampiri Jisung.

"Kakak dulu," jawab Jisung.

"Oke. Kakak mandi dulu, ya?" Tanpa menunggu jawaban dari Jisung, Jaemin lantas memasuki kamar mandi.

Jisung menghembuskan napas panjang kala ia selesai menulis deretan surat yang akan ia berikan kepada sang bunda nanti. Netranya kini menatap nanar figura yang ada di atas nakas. Jisung mengambilnya, kemudian mengusap lembut figura sang bunda.

"Bunda.. tungguin Jisung, ya? Nanti Jisung kesana, ucapin selamat ulang tahun untuk bunda." Suara Jisung bergetar. Dia sangat merindukan bundanya.

...🌵🌵🌵...

Pagi ini, sebelum berangkat ke sekolah, Jaemin mengajak Jisung ke rumah makam bunda dahulu. Sebenarnya bisa saja nanti sepulang sekolah, namun mengingat bahwa Jaemin harus bekerja kala pulang sekolah, ia memutuskan pergi ke makam bunda pagi ini saja.

Saat ini, Jaemin membonceng Jisung menggunakan sepeda kesayangannya. Jisung merasa senang karena udara pagi ini sangat sejuk. Begitupun dengan Jaemin, laki-laki itu juga merasa senang karena melihat senyum manis pada adik semata wayangnya.

"Kak, burungnya banyak banget." Jisung mendongak ke langit, menunjuk berbagai burung yang berterbangan.

Atensi Jaemin mengikuti arah telunjuk Jisung. Kemudian Jaemin tersenyum kecil.

"Kak? Jisung boleh coba naik sepeda, nggak?" tanya Jisung tiba-tiba, dan jelas Jaemin tidak akan mengizinkannya.

"Nggak boleh," jawab Jaemin.

"Tapi Jisung pengen, kak," ujar Jisung.

"Nanti kamu jatuh lagi kayak waktu itu," jawab Jaemin.

Mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu, Jisung ingin sekali bisa naik sepeda. Hingga akhirnya ia nekat meminjam sepeda milik Chelsea, teman dekat sekaligus tetangganya tanpa sepengetahuan Jaemin. Karena Jisung memang tidak bisa naik sepeda, akhirnya ia terjatuh hingga kakinya terkilir dan tidak bisa berjalan selama kurang lebih satu bulan.

Jisung lantas menghela napas pasrah.

"Lain kali nanti kakak ajarin kamu naik sepeda," ujar Jaemin.

"Kapan?"

"Kalo kakak libur sekolah," jawab Jaemin.

"Oke. Tapi janji, ya?"

"Janji," jawab Jaemin.

Keduanya kini sampai pada pemakaman. Jaemin memarkirkan sepedanya tak jauh dari area pemakaman. Belum memasuki pemakaman itu saja hati Jaemin rasanya sudah sakit tak karuan, lalu bagaimana kalau masuk nanti? Jaemin tidak yakin bisa menahan tangisnya.

Jaemin dan Jisung memasuki area pemakaman itu. Dengan Jisung yang sudah siap dengan membawa satu bucket bunga mawar dan juga beberapa lembar kertas origami yang ia tekuk kotak.

Saat keduanya sampai pada makam sang bunda. Jaemin duduk bersimpuh di sana terlebih dahulu. Menyabuti rerumputan yang tumbuh liar. Sementara Jisung, ia masih berdiri sembari menatap nanar makam sang bunda.

Sampai saat ini, Jisung masih belum benar-benar percaya akan perginya sang bunda yang meninggalkan ia dan sang kakak untuk selama-lamanya.

Menyadari sang adik yang diam saja sedari tadi, Jaemin lantas menarik pergelangan tangan Jisung, mengajaknya untuk duduk dan berbicara kepada bunda.

"Tadi pas di rumah semangat banget mau ke sini. Ayo ngobrol sama bunda," ujar Jaemin sembari tersenyum kecil.

Jisung duduk di samping Jaemin, netranya masih tetap menatap nanar makam sang bunda. "Bunda.." lirih Jisung.

Jisung lalu menangis tersedu-sedu kala ia dihadapkan secara langsung oleh makam sang bunda. Rasanya sesak bukan main. Dari dulu, Jisung ingin sekali merayakan hari ulang tahun bundanya secara langsung. Tapi kenyataan mengatakan bahwa Jisung hanya bisa merayakannya lewat do'a tanpa bisa bertemu langsung dengan sang bunda.

Jaemin yang berada di samping Jisung, ia mengusap pelan punggung sang adik. Walau tidak bisa dipungkiri, Jaemin juga merasa sesak, ia ingin menangis. Bukan hanya Jisung yang menginginkan hal itu, Jaemin juga.

"Do'a kan bunda ya, Jisung?" Suara Jaemin bergetar, ia menahan sebisa mungkin laju air matanya. Jaemin harus menjadi sandaran kuat untuk Jisung, ia tidak boleh lemah, ia tidak boleh menangis, ia harus kuat untuk Jisung.

"Bunda.." Jisung menjeda ucapannya sebentar karena terisak. "Jisung kangen sama bunda. Jisung mau merayakan hari ulang tahun bunda lagi kayak dulu. Jisung pengen kayak orang-orang yang bisa bareng-bareng merayakan hari ulang tahun ibunya."

Mendengar ucapan Jisung barusan, tangan Jaemin diam-diam terkepal kuat. Sesak di dada semakin menjalar. Jaemin melampiaskan semua rasa sesaknya dengan mengepal kuat tangannya.

"Kakak.." panggil Jisung sembari menoleh pada Jaemin dengan air mata yang sudah berderai deras membasahi pipinya.

Jisung memeluk Jaemin tiba-tiba. Ia menangis dan terisak di dalam pelukan Jaemin. Jaemin pun lantas membalas pelukan Jisung.

"Nangis yang puas, dek. Keluarin aja semua rasa sakit kamu." Tangan Jaemin terulur mengusap lembut punggung sang adik.

"Makasih sudah jadi kakak sekaligus ayah dan ibu untuk Jisung, kak. Bunda pasti bangga banget di sana," ujar Jisung sembari lebih mengeratkan lagi pelukannya.

"Sama-sama. Makasih juga karena kamu sudah hadir dalam kehidupan kakak. Makasih, sudah jadi penyemangat kakak."

"Kakak gak boleh pergi, ya?"

"Gak akan."

Jaemin melepaskan pelukannya. Tangannya terulur mengusap nisan sang bunda. Dengan netra yang sudah berkaca-kaca, Jaemin berkata, "Selamat ulang tahun, bunda."

"Kakak kalo mau nangis, nangis aja gak apa-apa. Jangan ditahan, kak. Itu sakit."

Mendengar ucapan Jisung barusan, air mata Jaemin langsung luruh. Jaemin menangis sembari menundukkan kepalanya.

"Jaemin kangen bunda.." lirih Jaemin sembari terisak pelan. Netranya penuh dengan air mata yang berlomba-lomba untuk keluar.

Kini, tangan Jisung terulur membawa Jaemin ke dalam dekapannya. "Kayak yang kakak bilang tadi. Nangis saja gak apa-apa, keluarin semua rasa sakit kakak."

Jaemin menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Jisung. "Bunda.. Jaemin mau ngomong sama bunda. Terima kasih ya sudah melahirkan sosok Jisung di dunia ini. Sosok yang kuat, sosok yang hebat, sosok yang selalu buat hidup Jaemin jadi lebih semangat. Makasih ya, bunda.." ujar Jaemin yang masih setia memeluk Jisung.

"Jaemin juga mau berterima kasih karena bunda pernah menganggap Jaemin sebagai anak kandung bunda. Terima kasih karena telah mengizinkan Jaemin merasakan bagaimana rasanya memiliki seorang bunda."

"Dari dulu, dari Jaemin kecil, Jaemin cuma bisa merasakan adanya sosok ibu sementara waktu saja, waktu Jaemin masih belum ngerti apa-apa. Ibu kandung Jaemin pergi entah kemana ninggalin Jaemin dan ayah. Sampai akhirnya ayah ketemu sama bunda, kalian menikah, dan Jaemin bisa merasakan bagaimana rasanya dipeluk oleh bunda, dibelai lembut oleh bunda, diberi kasih sayang oleh bunda, dan Jaemin bisa merasakan tidur tenang dalam dekapan bunda."

"Maafin ayah, ya bunda? Gara-gara ayah, hidup bunda jadi menderita. Sampai sekarang, Jaemin masih merasa bersalah, gara-gara ayah Jaemin, bunda jadi menderita. Tapi Jaemin juga gak tahu, kalau misal ayah dan bunda tidak menikah, sampai saat ini mungkin Jaemin tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya memiliki seorang bunda, dan Jaemin juga tidak akan pernah bertemu Jisung."

"Di sisi lain, Jaemin menyesal karena ayah telah menikah dengan bunda, dan itu menjadikan bunda dan Jisung menderita."

"Tapi Jaemin juga gak tahu bakalan kayak gimana kalo ayah gak menikah sama bunda. Pasti Jaemin gak akan pernah bertemu dengan orang sebaik kalian, bunda dan Jisung."

Dulu, saat sekitar umur Jaemin memasuki 8 tahun, ayahnya menikah dengan bunda Jisung. Awal memang berjalan dengan baik. Namun, seiring berjalannya waktu, sikap asli ayah yang kasar dan egois mulai keluar. Ayah yang pengangguran, memaksa bunda untuk terus memberinya uang, jika keinginannya tidak dituruti, maka ia akan melakukan tindakan kekerasan. Yang padahal, saat itu bunda tengah mengidap penyakit kanker darah, namun ayah tak pernah peduli, yang dipedulikan hanya uang, uang dan uang.

Sampai sekarang pun masih seperti itu.

"Kakak." Tangan Jisung terulur lebih mengeratkan lagi pelukannya. Air mata Jisung pun turut berderai deras mendengar isakan memilukan sang kakak. Entah mengapa, kala mendengar Jaemin menangis, hati Jisung rasanya sangat sakit.

"Jisung.. maafin ayah, yaa?" ujar Jaemin.

Jisung diam, tidak menjawab Jaemin. Netranya kini menatap kosong ke depan. Lalu sepersekian detik setelah itu, Jisung berkata, "Maaf, kak. Jisung gak bisa semudah itu maafin ayah," jawab Jisung.

Jaemin paham. Sikap ayah yang seperti itu memang tidak semudah itu untuk dimaafkan. "Jisung gak benci kakak, kan?" tanya Jaemin.

"Kakak baik. Dan orang baik tidak boleh dibenci," jawab Jisung sembari menampakkan seulas senyum kecil di bibirnya.

Jisung melepas pelukannya, ia mengusap jejak air mata yang membasahi pipinya. Kemudian tangannya terulur menaruh bucket bunga mawar dan juga beberapa kertas origami yang dibentuk kotak di dekat makam bunda.

"Selamat ulang tahun, bunda," ujar Jisung sembari tersenyum kecil.

"Jisung sudah besar sekarang. Sudah 16 tahun. Kalau bunda masih hidup, umur bunda sekarang sudah 43 tahun, ya?" Jisung menunduk, menyembunyikan wajah sendunya yang terlihat memilukan.

"Jisung kangen, biasanya tiap malam bunda selalu peluk Jisung kalau Jisung gak bisa tidur. Tapi bunda tenang saja, sekarang kak Jaemin juga sering peluk Jisung kalau mau tidur kok. Jadinya Jisung bisa tidur dengan nyenyak. Tapi tetap saja, Jisung tetap kangen sama pelukan bunda."

"Selamat ulang tahun, bunda. Do'akan Jisung dan kak Jaemin, semoga kita bisa sukses di masa depan, dan membuat bunda yang di atas sana bangga."

"Jisung janji akan jadi anak yang baik. Jisung juga janji akan jadi adik yang baik untuk kak Jaemin."

"Jisung janji akan menjadi anak yang kuat, demi bunda dan kak Jaemin."

"Jisung juga janji harus sembuh," sahut Jaemin yang lantas membuat Jisung menoleh ke arahnya.

"Janji, ya?" ujar Jaemin sembari menaikkan kedua alisnya.

Jisung tersenyum kecil sembari mengangguk lemah.

"Yaudah, ayo pulang?" ajak Jaemin, Jisung mengangguk dan segera berdiri sembari membersihkan celananya yang kotor akibat terududuk tanpa alas di atas tanah. Kemudian berjalan menyusul Jaemin yang setelah mengecup nisan sang bunda langsung berjalan keluar dari area pemakaman.

...🌵🌵🌵...

...Siapin mental kalian karena sebentar lagi adalah part menuju konflik utama. ...

...Terimakasih buat yang sudah baca sampai sini, love u all❤...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!