AYAH JAHAT

Jisung meminta suster untuk meninggalkannya saja. Jisung ingin sendiri. Saat ini ia tengah membaca novel yang semalam Jaemin ambilkan untuknya. Karena hanya itu hal yang bisa menghilangkan rasa jenuh Jisung.

Jisung membaca novel genre horor, walau sebenarnya Jisung tidak terlalu menyukai genre itu, ia tetap membacanya karena rasa ingin tahunya sangat tinggi.

Fokusnya saat membaca terganggu kala mendengar suara dobrakan pintu kamar pasien yang ia tempati.

Jisung menoleh, dan ia mendapati sang ayah sedang berjalan ke arahnya.

Bagaimana bisa ayah kemari dan mengetahui kalau Jisung dirawat di sini?

"Pulang, sekarang!" Ayah menarik paksa lengan Jisung. Jisung kesal, ia menghempaskan tangan ayah.

Tiba tiba datang menyuruh pulang. Memangnya dia siapa? Dia saja tidak pernah peduli dengan keadaan Jisung dan Jaemin. Itu pikir Jisung sekarang.

"Ayah bilang pulang ya pulang! Kalo kamu di sini kamu malah nyusahin kakak kamu tau, gak?" bentak ayah. "Kamu pikir biaya rumah sakit itu gak mahal, ha?!"

Ucapan ayah barusan membuat Jisung bungkam. Dadanya sesak. Benar yang dikatakan ayah, kalau Jisung di sini, itu akan menambah beban Jaemin, secara biaya rawat inap di rumah sakit ini tidak murah.

Sampai pada akhirnya, Jisung menurut saja saat ayah menarik paksa dirinya keluar dari rumah sakit ini.

Demi tuhan, padahal kondisi Jisung saat ini benar benar tidak baik.

Ayah membawa Jisung pada tempat yang sama sekali tidak Jisung ketahui. Jisung jarang keluar rumah, ia tidak kenal dengan jalanan yang ia lalui bersama ayahnya saat ini.

Ayah memberhentikan langkah Jisung, kemudian mendorong anak bungsunya itu hingga tersungkur di jalanan. Saat ini ayah membawa Jisung pada jalanan dekat lampu lalu lintas.

"Tuh lihat." Ayah menunjuk sebuah rumah makan. "Ada lowongan kerja di sana! Sana kamu masuk!" Ayah mendorong Jisung.

"Terserah deh kamu mau kerja apa saja. Yang penting waktu pulang nanti harus bawa uang! Jangan cuma tidur saja kerjaan kamu!"

Jisung menggeleng kukuh. "Jisung gak mau!"

Ayah menatap Jisung dengan sorot mata tajam. "Berani kamu ngelawan ayah, ha?!" bentak ayah, lagi.

Jisung benar benar ingin menangis saat itu. Ketakutannya mendarah daging. Ia tidak tahu harus melawan bagaimana lagi untuk menolak permintaan ayah yang menyebalkan ini.

"Ayah.. kepala Jisung pusing, yah.."

Laki laki paruh baya itu menyunggingkan satu sudut bibirnya. "Gak usah banyak alasan kamu! Kamu pikir saya akan peduli?!"

Ayah lalu melambaikan tangannya, pada taksi yang kebetulan lewat. Tanpa mempedulikan Jisung yang menangis tersedu sedu, ayah lalu menaiki taksi itu. Meninggalkan Jisung yang bahkan tidak tahu jalanan ini.

Dasar ayah serakah! Kemarin sudah meminta uang Jaemin sekarang malah menyuruh Jisung mencarikan uang lagi untuknya!

Jisung bingung. Ia lalu berdiri sembari memegangi kepalanya yang terasa pusing bukan main. Jisung lalu melangkah memasuki rumah makan itu sembari mengusap air matanya.

"Permisi, apa benar di sini ada lowongan kerja?" tanya Jisung pada ibu yang diduga adalah pemilik rumah makan ini.

"Benar. Lowongan untuk pencuci piring. Kenapa?" tanya ibu itu.

"Saya mau melamar jadi pencuci piring itu bisa atau tidak, bu?" Mendengar pertanyaan Jisung barusan, ibu pemilik rumah makan itu lantas memandang Jisung dari atas sampai bawah.

Ibu itu kemudian menggeleng. "Gak. Saya gak bisa menerima kamu. Kamu pasti penyakitan, kan?"

Penampilan Jisung memang nampak seperti orang yang sedang sakit. Wajahnya pucat, tubuhnya kurus, rambutnya juga terlihat semakin menipis.

"Saya sehat kok, bu. Tolong ijinkan saya bekerja di sini satu hari saja, ya?" Jisung mengantupkan kedua tangannya di depan dada.

Ibu itu menggeleng lagi. "Penampilan kayak gitu kamu bilang sehat? Gak, saya gak mau menerima kamu. Kamu bisa pergi saja." Ibu itu meninggalkan Jisung. Tak mempedulikan Jisung yang terus memohon mohon padanya.

Akhirnya Jisung menyerah, ia tidak ingin memaksa seperti itu. Lagian Jisung juga paling tidak suka kalau dipaksa.

Jisung beralih pada pedagang asongan yang berkeliaran pada area lampu lalu lintas.

"Permisi, pak. Apa saya bisa bekerja seperti bapak?" tanya Jisung pada bapak bapak paruh baya, terlihat seusia dengan ayahnya.

"Gak ada," jawab bapak itu singkat.

"Saya butuh pekerjaan, pak."

"Saya gak peduli. Sana pergi!" Bapak bapak itu mendorong Jisung.

"Pak, tapi-"

"Saya bilang pergi ya pergi! Kamu itu penyakitan, kan? Janga dekat dekat saya!"

Jisung pasrah lalu berjalan walau ia tak tahu arah. Sampai ia berhenti pada sebuah ruko yang tutup. Jisung memilih untuk istirahat sebentar di sana.

Jisung mendudukkan dirinya sembari memeluk kedua kakinya. Jisung menahan mati matian laju air matanya. Ia takut sekarang. Langit siang yang cerah kini perlahan mendung.

"Kakak.. Jisung takut.." Suara Jisung gemetar. Nafasnya naik turun tak beraturan. Ia sampai tidak sadar saat hidunhnya tiba tiba mengeluarkan darah.

Atensi Jisung beralih pada remaja laki laki seusianya yang sedang berjalan bersama dengan kedua orang tuanya. Remaja laki laki itu terlihat menuntun sepeda gunung yang masih terbungkus plastik, terlihat masih baru. Di temani oleh kedua orang tuanya di sampingnya.

"Mama, papa, makasih ya sepedanya, Rafael suka banget!" seru remaja laki laki itu.

"Sama sama, sayang.." jawab sang papa sembari mengecup kening anaknya itu.

"Rafael janji. Rafael akan lebih giat belajar lagi."

"Iya, sayang.. ngomong ngomong tadi gimana sama sekolahnya? Kamu mau meneruskan SMA di mana?" tanya sang mama.

"Tadi di sekolah seru banget. Tapi Rafael sedih soalnya bentar lagi udah SMA dan pisah sama temen temen."

"Jangan sedih. Nanti di SMA juga dapat teman baru yang gak kalah baik," unar sang papa.

Kurang lebih itu yang Jisung dengar dari percakapan keluarga kecil yang bahagia. Jisung tersenyum getir.

"Jisung pengen kayak gitu, tuhan.." Jisung mendongak, menatap langit yang gelap total akibat mendung.

"Jisung pengen punya keluarga yang baik." Jisung menghela nafas berat. "Tapi Jisung sudah bersyukur kok punya kak Jaemin. Dia juga baik. Walau bukan kakak kandung Jisung, tapi dia baik banget. Ayahnya kak Jaemin saja yang jahat. Beda banget sama ayah Jisung yang sudah pergi bersama bunda." Pertahanan Jisung runtuh, laki laki itu menangis.

Jisung dan Jaemin memang bukan saudara kandung. Jisung anak kandung bunda, namun anak tiri ayah. Dan Jaemin, dia anak kandung ayah namun anak tiri bunda.

"Jisung kangen bunda.." Tangis Jisung semakin pecah. Ia menundukkan kepalanya pada sela sela lututnya. Hawa dingin pun semakin menusuk tubuh Jisung.

Tak lama setelah itu, air hujan perlahan jatuh di bumi. Perlahan, namun semakin lama semakin deras. Jisung takut bukan main.

"Kak Jaemin.. Jisung mau pulang, kak.."

Hujan semakin deras. Jisung menangis tersedu sedu pun suaranya akan kalah dengan derasnya hujan.

Jisung kedinginan. Darah yang mengalir pada hidungnya pun tak kunjung berhenti. Jisung takut, ia tidak tahu harus bagaimana.

"Kak Jaemin.. ayah jahat lagi, kak.."

...🌵🌵🌵...

...Vote nggak akan memakan waktu yang lama. Tolong vote dulu ya buat yang belum. Makasih semuaa❤...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!