2. NOT OKAY

Jaemin memarkirkan sepedanya pada halaman rumah. Saat langkahnya mulai memasuki rumah, Jaemin dibuat bungkam kala menyadari betapa berantakan rumahnya ini. Seperti kapal pecah.

Jaemin lalu buru-bpuru menghampiri kamar Jisung. Melihat adiknya terbaring lemah di lantai kamarnya.

"Jisung?!" Jaemin buru-buru menghampiri adiknya itu.

"Kakak," lirih Jisung.

"Kamu kenapa?" tanya Jaemin. Ia panik bukan main, ia takut ada hal buruk yang terjadi saat ia pergi ke sekolah tadi.

"Jisung gak apa-apa kok, kak. Cuma pengen tiduran di lantai aja." Jisung tersenyum kecil.

"Gak boleh dong, Jisung. Ayo berdiri." Jaemin membantu Jisung berdiri. "Jangan lagi tiduran di lantai, ya? Gak boleh."

"Rumah kenapa berantakan banget? Ada apa?" tanya Jaemin setelah selesai membawa Jisung di atas ranjang.

"Tadi ada anak tetangga main kesini, kak," jawab Jisung.

Jaemin menghela napas berat. "Jangan bohong. Ada apa?" tanya Jaemin sembari menatap intens kedua bola mata Jisung.

Jisung menggeleng. "Beneran kak. Tadi ada tetangga yang kesini kasih makanan, katanya lagi masak banyak. Terus anaknya main kesini, eh malah berantakin rumah. Jisung mau tegur tapi Jisung mager kak, hehe."

"Kamu udah makan?" tanya Jaemin.

Jisung mengangguk. "Udah," jawabnya.

"Minum obat?"

"Udah, kak."

Jaemin mengangguk. Lalu mengusap lembur surai Jisung. "Ya udah, kakak tinggal berangkat kerja ya habis ini?"

Jisung meraih punggung tangan Jaemin. "Kakak jangan lama lama ya perginya?"

Jaemin tersenyum. "Iyaa."

"Kalo Jisung ikut kakak kerja boleh, gak?" tanya Jisung yang jelas dijawab gelengan oleh Jaemin.

"Jangan. Jisung istirahat aja di sini. Jisung gak boleh kecapean. Ingat itu?"

Jisung menghela nafas berat. "Tapi Jisung bosen, kak."

"Baca novel punya kakak. Oke?"

Jisung menggeleng. "Tetep bosen, kak. Jisung pengen ikut kakak. Boleh ya, kak?"

Jisung takut di rumah sendirian, kak.. batin Jisung.

Jisung takut kalo ayah tiba tiba kesini..

"Jisung. Nurut sama kakak?"

"Iya, kak," lirih Jisung sembari menghela nafas pasrah.

"Kakak mau siap siap berangkat kerja dulu. Kamu seriusan udah makan?" tanya Jaemin yang sebenarnya masih ragu.

"Udah. Kakak udah makan belum?"

Jaemin mengangguk. "Udah kok." Jaemin lantas berjalan menuju kamar mandi. Membersihkan dirinya unruk segera berangkat bekerja.

Sepeninggal Jaemin. Jisung menjatuhkan air matanya. Ia meremas kuat baju yang ia kenakan guna melampiaskan segala rasa sakitnya. Hidungnya perlahan mengeluarkan darah merah yang kental. Pandangannya memburam. Kepalanya pusing bukan main. Sejujurnya, perutnya belum terisi apapun sedari pagi tadi. Ia berbohong tentang tetangganya yang memberinya makan, dan anak tetangga yang memberantakkan rumahnya.

Badan Jisung rasanya sakit semua akibat pukulan yang ayahnya berikan tadi. Jisung terus merintih kesakitan. Tidak hanya fisiknya yang sakit, hatinya juga sakit bukan main.

"Kenapa Jisung selalu nyusahin kakak? Jisung emang harus pergi aja biar gak jadi beban buat kakak." Tangisnya pecah, Jisung terus meremas ujung sweaternya. Rasa sakit terus menjalar diseluruh tubuhnya.

"Jisung gak kuat, kak.."

"Sakit semua.."

...🌵🌵🌵...

Jaemin terus mondar mandir di depan ruang tunggu rumah sakit saat ini. Tadi sepulang ia bekerja, ia mendapati Jisung yang tergeletak pingsan tak sadarkan diri di kamar mandi dengan wajah pucat dan hidung yang berlumuran darah. Buru buru Jaemin membawa Jisung ke rumah sakit saat itu juga. Karena takut akan terjadi hal buruk pada adik semata wayangnya. Jantungnya benar benar berdegup sangat kencang karena ketakutan saat ini.

Jaemin merasakan ada langkah kaki yang berjalan mendekat kearahnya. Buru buru Jaemin menoleh.

"Dokter, bagaimana kondisi adik saya?" tanya Jaemin. Badan Jaemin panas dingin akibat panik.

Dokter itu nampak menghela nafas berat. "Apa adik anda selalu di jaga dengan baik? Apa adik anda pola makannya teratur?" Pertanyaan dokter itu barusan membuat Jaemin mengerutkan keningnya.

"Saya jaga adik saya dengan baik kok, dok," ujar Jaemin. "Saya tidak kasih makan dia makanan yang berlemak, saya juga sudah larang dia makan ayam sama minum susu. Setiap hari saya kasih makan dia sayur sayuran dan sandwich. Dia juga banyak istirahat kok. Tapi kenapa kondisinya bisa drop seperti ini?" lanjut Jaemin.

"Apa anda terus mengawasi Jisung? Karena kondisinya benar benar drop sekarang. Oh iya, apa obatnya juga rutin diminum?" Dokter itu mengajak Jaemin duduk di ruang tunggu kala menyadari kaki Jaemin bergetar begitu hebat.

Setelah keduanya mendaratkan pantatnya pada kursi tunggu, Jaemin lantas buka suara. "Dokter? Saya bisa bertemu Jisung?" tanya Jaemin.

"Tentu." Mendengar ucapan dokter barusan, Jaemin lantas berdiri dan langsung memasuki ruang di mana Jisung terbaring di sana.

"Jisung.." panggil Jaemin. Laki laki itu mengusap lembut surai sang adik. Matanya memanas kala melihat kondisi Jisung yang benar benar terlihat lemah tak berdaya.

Perlahan Jisung mulai membuka matanya. Senyum kecil terbit pada bibir Jisung. "Kakak.." lirihnya.

"Sakit, kak.." rintih Jisung.

Dada Jaemin sesak bukan main kala mendengar rintihan Jisung barusan. Mati matian Jaemin menahan laju air matanya.

"Jisung bohong ya sama kakak?" tanya Jisung dengan suara parau. "Tadi siang Jisung belum makan, kan? Belum minum obat juga, kan?"

Jisung diam. Ia mengalihkan atensinya menghadap jam dinding.

"Jisung jawab kakak?" Suara Jaemin sedikit meninggi dan bergetar.

Jisung masih diam. Pertahanannya runtuh, Jisung menjatuhkan air matanya. "Maaf, kak." Jisung terisak pelan.

Jaemin mengusap kasar wajahnya. "Jisung jangan kayak gini!" Tangan Jaemin beralih menjambak kasar rambutnya.

"Kenapa kamu bohong sama kakak, ha?!" bentak Jaemin.

"Kak, maaf." Jisung meraih pergelangan tangan Jaemin, namun buru buru sang kakak malah menghempaskannya.

"Jisung! Jangan kayak gini!" Pertahanan Jaemin pun runtuh, ia menangis, menjatuhkan air mata beningnya. "Jangan bikin kakak khawatir gini.." lirih Jaemin.

"Jisung gak apa apa kok, kak. Kakak jangan khawatir. Kakak harusnya juga gak usah bawa Jisung kesini. Jisung cuma-"

"Jisung!" bentak Jaemin yang memotong ucapan Jisung. "Kalo kamu kayak gini terus kapan mau sembuh?"

Jisung tertawa getir. "Jisung gak akan pernah sembuh, kak."

"Jangan ngomong gitu!" kesal Jaemin.

"Tapi Jisung sekarang udah hilang harapan lagi buat sembuh. Jisung capek, kak. Dari pada di sini Jisung selalu nyusahin kakak terus, mending Jisung pulang nyusul bunda aja." Ucapan Jisung barusan membuat Jaemin marah.

Bagaimana tidak? Bunda mereka yang kini sudah tiada, beliau meninggal karena penyakit kanker darah, sama seperti Jisung. Dan ketika mengingat kematian sang bunda, Jaemin selalu merasa takut akan kehilangan Jisung.

"Kamu gak pernah nyusahin kakak, Jisung!" ujar Jaemin. "Kamu itu adik kakak. Kewajiban kakak buat jaga kamu."

Tak lama setelah itu, Jisung nampak memejamkan matanya sejenak. Laki laki itu nampak menahan rasa sakit. Mata Jaemin membelalak lebar kala detik itu juga Jisung mengejang.

"Jisung?!" panggil Jaemin sembari menggenggam kuat jemari adiknya.

"Jisung, bertahan sebentar. Kakak panggilkan dokter." Setelah melepaskan genggaman tangan Jisung, Jaemin berlari tergesa gesa mencari dokter agar Jisung segera ditangani.

Jaemin berlari dengan air mata yang terus berjatuhan. Dadanya sesak, ia seakan lupa bagaimana cara bernafas. Kaki yang ingin tumbang terus ia gunakan untuk berlari. Memori memori hari terakhir kali bunda ada di dunia terputar jelas pada pikiran Jaemin saat ini.

"Bundaa.." Jisung yang saat itu masih berusia 10 tahun, ia menangis kala mendapati bundanya terus disiksa oleh sang ayah. Yang secara keadaan bunda sedang sakit sakitan.

"Jisung jangan!" Jaemin menahan Jisung yang hendak melerai ayahnya yang saat itu sedang memukuli bunda. Keadaan ayah mabuk berat saat itu.

Jaemin memeluk erat Jisung yang menangis tersedu sedu saat itu. Tangisan Jaemin pun tak kalah pecah saat itu.

Pergerakan tangan ayah mengambil botol minuman keras. Tanpa perasaan kasihan sedikitpun, ayah memaksa bunda untuk meminum minuman keras itu. Bunda sudah menolak berkali kali dengan mendorong tubuh ayah. Namun tenaga ayah lebih kuat, ayah lalu mengikat kedua tangan bunda. Kemudian memasukkan paksa minuman keras itu pada mulutnya.

Bunda kejang kejang kala minuman keras itu masuk kedalam mulut bunda dan tertelan paksa.

"Ayah, jahat!" Jisung mendorong ayah hingga ayah berhasil terseungkur di atas lantai.

"Kakak ayo bawa bunda pergi!" ujar Jisung pada Jaemin. Keduanya lalu membopong bunda keluar rumah. Meminta pertolongan untuk bunda kepada tetangga.

Namun tidak ada sama sekali tetangga yang mau menolong bunda. Akhirnya, Jisung dan Jaemin membawa bunda sendirian di rumah sakit, yang padahal saat itu usia Jaemin masih 12 tahun, ia harus membawa sang bunda sendirian ke rumah sakit. Air mata terus berderai, berteriak meminta bantuan namun tidak ada sama sekali yang peduli.

Hingga tepat sampai rumah sakit, bunda sudah tidak bisa diselamatkan lagi.

Jantung Jaemin dan Jisung rasanya seperti berhenti berdetak saat itu juga.

Jaemin menghentikan langkahnya kala mendapati dokter yang baru saja keluar dari ruang pasien.

"Dokter, tolongin adik saya!" ujar Jaemin pada dokter itu.

...🌵🌵🌵...

Saat ini Jaemin sedang berada di rumah. Karena dokter bilang, Jisung harus dirawat inap di sana. Maka dari itu, Jaemin pulang untuk mengambil uang dan baju untuk Jisung.

Matanya sembab, namun air mata sudah tidak berderai lagi. Rasa lapar karena sedari pagi belum makan yang menjalar kini sudah tergantikan dengan rasa sakit dalam hatinya.

Langkah Jaemin saat selesai menutup pintu rumah terhenti kala ia melihat sesuatu yang mencurigakan pada tong sampah. Buru buru Jaemin mengambil itu, tak peduli betapa kotornya tong sampah itu.

Rahang Jaemin mengeras. Ia menggenggam benda yang ia ambil pada tong sampah itu.

"Jisung!" Deru nafas Jaemin tidak beraturan. Benda itu adalah wadah obat milik Jisung yang sudah retak, ada obat yang sudah tak layak minum juga di dalam sana.

"Siapa yang lakuin ini!" Jaemin memejamkan matanya, beriringan dengan itu, air matanya luruh lagi.

Jaemin berjalan dengan langkah cepat, sampai pergerakannya terhenti kala ia menabrak sosok bertubuh bongsor yang nampak ketakutan setengah mati.

"Ayah!" kata Jaemin yang menyadari bahwa yang menabraknya adalah sang ayah. Emosi Jaemin semakin naik karena berpikir bahwa yang memberantakkan rumah dan menghancurkan obat Jisung adalah ayah.

Atensi sang ayah tertuju pada tas yang Jaemin bawa. Buru buru laki laki paruh baya itu menyahutnya.

"Ayah, apaan, sih?!" kesal Jaemin. Ia hendak menyahut kembali tas itu, namun ayah malah menendang perut Jaemin.

"Arghhh," rintih Jaemin sembari memegangi perutnya.

"Ayah, jangan!"

"Diem kamu!" bentak ayah.

Ayah mengambil beberapa lembar uang yang Jaemin taruh di dalan tas itu.

"Ayah, jangan diambil!" Jaemin hendak menyahut itu, namun pergerakan tangan sang ayah lebih cepat. Ayah langsung menaruh uang itu di dalam saku celananya.

"Ayah, balikin!" bentak Jaemin.

"Kamu seneng lihat ayah susah, ha?!" bentak ayah yang jelas langsung membuat Jaemin mengerutkan keningnya tidak suka.

"Ayah pikir Jaemin sama Jisung gak susah?!" kesal Jaemin.

"Ayah dikejar kejar penagih hutang, Jaemin!" bentak ayah. Jaemin yang mendengar itu lantas mendecih.

"Ya kalau gitu ayah kerja! Jangan bisanya cuman malakin uang Jaemin!" Nada bicara Jaemin meninggi. Emosinya naik saat ini.

Plakk

"Berani kamu ngomong kasar gitu sama ayah, ha?! Setelah menampar anak sulungnya, laki laki paruh baya itu membentak Jaemin dengan urat uratnya yang langsung terlihat.

"Tapi-" Ucapan Jaemin terhenti kala pukulan melayang pada perutnya.

"Arghhh."

"Anak kurang ajar!" Tak berhenti sampai di situ, sang ayah terus memukuli perut Jaemin, sekali kali juga akan menamparnya.

"Ayah.. balikin uang itu, yahh." Mohon Jaemin.

Ayah tersenyum penuh kemenangan.

"Jisung masuk rumah sakit, yah. Jaemin butuh uang itu." Jaemin menangis lagi. Dirinya bahkan saat ini berlutut dihadapan sang ayah.

Ayah menendang Jaemin menggunakan kakinya kala anaknya itu berlutut dihadapannya.

"Ayah lebih butuh uang ini! Ayah mau bayar hutang. Kamu mau ayah dikejar kejar sama penagih hutang terus, ha?!"

"Ayah.. Jaemin mohon, yah. Jisung masuk rumah sakit sekarang."

"Ayah gak peduli!" Setelah puas dengan aksinya, ayah lalu pergi begitu saja meninggalkan pekarangan rumah Jaemin.

"Bunda.. ayah jahat lagi," lirih Jaemin.

...🌵🌵🌵...

...Jangan lupa VOTE buat yang belum VOTE❤...

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

Sedih bgt ceritanya

2023-06-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!