Yoora tidak berhenti tersenyum kala hasl tes menyatakan bahwa sumsum tulangnya dan sumsum tulang Jisung cocok. Segera, sang dokter dan Yoora menghampiri Jaemin untuk memberitahunya.
"Bagaimana, Jaemin?" tanya dokter ketika selesai menjelaskan semuanya kepada Jaemin.
Jaemin teridam, ia tidak enak kepada Yoora jika gadis itu harus mendonorkan sumsum tulangnya untuk Jisung, karena memang keduanya belum kenal lama.
"Jisung butuh itu, Jaemin. Nggak apa-apa, aku nggak keberatan kok. Lagian cari yang cocok itu susah, dan sekarang yang cocok sudah ada di depan mata," ujar Yoora.
"Benar. Jisung membutuhkan itu, jika tidak segera mendapat donor sumsum tulang, keadaannya akan semakin memburuk," sahut dokter.
Jaemin menghela napas berat. "Yoora, maaf jadi ngerepotin kamu."
"Aku sama sekali nggak merasa direpotin, Jaemin. Nggak apa-apa." Yoora mengulas senyum kecil.
Akhirnya Jaemin mengangguk.
"Baik, semua akan segera diurus," ujar dokter itu sebelum akhirnya berjalan meninggalkan keduanya untuk segera mempersiapkan translpantasi sumsum tulang belakang.
"Makasih ya," ujar Jaemin dengan netra yang berkaca kaca.
Yoora ikut tersenyum. "Aku juga mau makasih sama kamu. Nggak tahu lagi gimana nasib aku saat ini kalau nggak kenal sama kamu."
...🌵🌵🌵...
Freya berlari menyusuri koridor rumah sakit kala ia mendapat kabar dari Jeno kalau Felix masuk rumah sakit karena kecelakaan di jurang. Ia bertanya
tanya pada suster dimana ryangan Felix saat ini.
"Suster, permisi.. pasien atas nama Lee Felix ada dimana, ya?" tanya Freya dengan suara bergetar.
"Ada di ujung koridor," jawab suster itu.
Freya mengagguk dan berlari menuju tempat yang suster katakan tadi.
Freya melihat ada Jeno dan Hyunjin di depan ruangan itu.
"Bagaimana keadaan Felix?" tanya Freya pada Jeno dan Hyunjin dengan air mata yang sudah berderai deras karena ketakutan.
"Felix kritis," jawab Jeno.
Detik itu juga kaki Freya serasa mati rasa, kakinya tumbang, akan terjatuh di lantai jika Hyunjin tidak dengan segera menahannya dan membantu Freya duduk di kursi tunggu.
"Felix sudah ditangani dokter, pasti keadaannya akan segera membaik," ujar Hyunjin menenangkan Freya.
"Felix.." gumam Freya dengan suara yang bergetar.
"Apa anda orang tua dari pasien Lee Felix?" tanya dokter laki-laki yang baru saja keluar dari ruangan Felix.
Freya mengangguk lemah.
"Felix mengalami kelumpuhan." Ucapan sang dokter barusan benar-benar membuat jantung Freya seakan berhenti berdetak saat itu juga.
Freya menggeleng tak percaya. "Enggak, dok. Nggak mungkin Felix lumpuh! Dokter pasti salah, kan? Ohh, apa jangan-jangan dokter bohong?!" Suara Freya bergetar.
"Tante, tante yang sabar ya?" Hyunjin berusaha menenangkan Freya yang menangis histeris saat ini, namun itu sia sia. Freya benar benar tidak bisa ditenangkan saat ini.
"FELIX NGGAK MUNGKIN LUMPUH!" teriak Freya tak peduli dengan tatapan tatapan orang yang berlalu lalang disana.
...🌵🌵🌵...
Dua hari telah berlalu, operasi transplantasi sumsum tulang berjalan dengan lancar. Sore ini Jisung sudah diperbolehkan untuk pulang. Jaemin, Jisung dan Yoora kini sedang berada di ruangan Jisung. Ketiganya bercanda gurau bersama.
"Kak Yoora, makasih ya." Jisung tersenyum pada Yoora
Yoora mengangguk sembari membalas senyuman Jisung. "Iya, sama-sama. Cepat sembuh ya, Jisung. Nanti kita main bareng."
"Kak Jaemin? Jalan-jalan pagi di luar yuk, Jisung bosen." Jisung menatap Jaemin dengan tatapan penuh harapan.
Jaemin terkekeh melihat wajah Jisung yang terlihat sangat imut. "Boleh, yuk."
"Yeeey, makasih, kakk!" seru Jisung.
Ketiganya kini keluar dari ruangan Jisung. Berjalan santai di taman rumah sakit menikmari udara pagi yang terasa sangat sejuk.
Karena kondisi Jisung belum membaik sepenuhnya, laki-laki itu juga masih sangat lemas, akhirnya ia jalan-jalan di taman rumah sakit menaiki kursi roda yang didorong oleh Jaemin.
Angin sepoi-sepoi pagi ini menerpa tubuh ketiganya, dingin namun sejuk.
"Kak Jaemin, Jisung sudah sembuh belum?" tanya Jisung.
"Kamu pasti sembuh," jawab Jaemin sembari mengulas senyum kecil.
"Jisung boleh sekolah? Jisung pengen banget sekolah, kak. Kata ayah, Jisung boleh sekolah lagi kalau sudah sembuh, kan?"
Jaemin menghela napas samar, entah mengapa hatinya terasa sangat sakit mendengar sang adik yang ingin sekali bersekolah.
"Nanti kalau sudah sembuh total kamu boleh sekolah." Jaemin mengusap lembut surai Jisung sembari tersenyum pedih.
"Kak, jangan pegang rambut Jisung terus, nanti kalau rontok gimana? Jisung nggak mau botak, kak." Suara Jisung terdengar begitu parau.
"Maaf," lirih Jaemin.
Sungguh, hati Jaemin sangat sakit. Jisung benar-benar tidak ingin kehilangan rambutnya yang padahal sekarang sudah rontok. Mau tidak mau, Jisung pasti akan segera mengalami kebotakan.
"Jisung mau makan apa? Belum sarapan, kan?" tanya Jaemin. Ia berusaha mati matian menahan laju air matanya.
"Kak, Jisung bakalan botak ya?" Pertanyaan Jisung barusan membuat Jaemin terdiam tidak tahu harus menjawab apa.
"Jisung, di depan ada yang jualan salad buah, tokonya baru saja buka kemarin. Kamu mau coba, nggak? Kemarin kak Yoora coba, rasanya enak sih. Kalau kamu mau, kakak beliin?" tanya Yoora..
"Salad buah?" gumam Jisung.
Yoora mengangguk manakala mendengar gumaman Jisung. "Mau, nggak?" tanya Yoora sekali lagi.
"Sudah lama nggak makan salad buah. Boleh deh, kak." Jisung tersenyum tipis.
"Tunggu sini, ya. Kak Yoora belikam dulu."
Tak berlangsung lama setelah itu, Jaemin dan Jisung tidak lagi melihat punggung Yoora.
...🌵🌵🌵...
Dalam ruangan berbau ciri khas rumah sakit, dengan suara patient monitor yang terdengar begitu jelas. Laki laki dengan tubuh yang terpasang akan alat alat rumah sakit dan berbagai perban di mana mana itu terus menitihkan air matanya.
"Gue nggak mau lumpuh." Laki-laki itu terus menggumamkan kata kata itu. Hingga membuat yang mendengarnya ikut merasakan sakit yang Felix rasakan.
"Felix, ada gue di sini. Lo sabar, ya. Seiring berjalannya waktu, lo pasti bisa menerima semua ini." Tangan Hyunjin terulur mengusap lembut punggung tangan Felix.
Dengan cepat, Felix menepisnya. "Lo nggak akan pernah tahu apa yang gue rasain!" ujarnya.
Hening, tidak ada suara apa pun lagi selain suara isak tangis Felix dan suara patient monitor.
"Gue minta tolong sama kalian," ujar Felix.
"Minta tolong apa?" tanya Hyunjin.
"Orang yang udah buat gue kayak gini harus ikut ngerasain apa yang gue rasain!" ujar Felix. Sungguh, manakala mengatakan itu, hati Felix serasa terbakar, sangat panas dan sakit.
Di balik tangisnya, selain merasakan sakit disekujur tubuhnya, terbesit juga rasa sakit hati dalam hati kecil laki-laki itu.
"Termasuk Jaemin!" ujarnya dengan menekan ucapannya.
Hyunjin hanya mengangguk sebagai jawaban. Hingga tak lama setelah itu, Hyunjin berkata, "Gue mau susul Jeno di kantin rumah sakit bentar, ya?" pamitnya.
Felix mengangguk.
Hyunjin pun segera keluar dari ruangan ini, dan berjalan mengusuri koridor rumah sakit untuk mencari keberadaan Jeno saat ini.
Sepeninggal Hyunjin, Felix semakin terisak, jika bisa, ia ingin membantingi semua barang-barang yang ada di sini untuk melampiaskan kemarahannya. Namun, tubuhnya terlalu lemah untuk itu. Dan, menahan kemarahan yang sangat besar, benar benar membuat Felix tersiksa.
Felix melihat pintu ruangannya terbuka, ia menoleh sekilas, mendapati bahwa itu sang mama.
"Felix, bagaimana keadaan kamu saat ini, nak?" tanya Freya yang diabaikan oleh Felix.
Laki-laki itu tidak ingin menjawab pertanyaan sang mama. Lagi pula itu tidak perlu dijawab menurutnya. Freya jelas tahu keadaan Felix saat ini. Keadaan dengan bergantung pada alat alat berat rumah sakit sudah pasti tidak baik-baik saja. Maka dari itu Felix tidak menjawab. Ia tahu, pertanyaan sang mama barusan hanyalah basa-basi tak berbobot.
"Cuma gara-gara itu kenapa kamu nekat, Felix?" Suara Freya bergetar.
"Mama nggak akan pernah tahu," lirih Felix.
"Satu minggu lagi hari bahagia mama, tapi kenapa kamu malah seperti ini, Felix?"
Mendengar ucapan sang mama barusan, hati Felix semakin berdenyut nyeri. Ia tahu pasti apa yang sang mama maksud.
Sepersekian detik setelah itu, Felix tertawa, tawa yang terdengar sangat menyakitkan. "Jadi bener, kan? Mama beneran nggak sayang sama Felix?"
"Kenapa kamu bicara seperti itu, Felix?"
"Dikeadaan anak mama yang sekarat kayak gini, mama mau melaksanakan pernikahan sama laki-laki sialan itu?! Mama nggak mikirin perasaan Felix?!" Felix menggeleng gelengkan kepalanya karena kecewa terhadap sang mama. Air matanya pun semakin banjir.
"Felix, mama sayang sama kamu. Mama mau kamu bahagia, nak," ujar Freya sembari mengusap lembut pipi sang anak.
"Tapi Felix nggak akan pernah bahagia dengan pernikahan mama," lirih Felix dengan suara yang bergetar hebat. Netranya menatap sendu manik sang mama.
"Felix, tolong ngertiin mama, ya?" Suara Freya pun semakin bergetar, cairan bening mulai lolos dari pelupuk mata wanita itu.
"Gimana Felix mau ngertiin mama, secara mama aja nggak pernah mau ngertiin Felix?!" Felix membuang pandangannya, ia kini menatap patient monitor dengan tatapan paling menyedihkan.
"Kalo mama beneran menikah sama laki-laki bajingan itu, mendingan Felix---"
"Jangan bicara ngelantur!" sahut Freya yang sudah tahu pasti kemana arah pembicaraan Felix saat ini.
"Mama pergi aja deh!" Felix mengusir Freya dengan nada ketusnya.
"Felix..." lirih Freya.
"Felix muak lihat muka mama!" kesalnya.
Tidak ingin membuat keadaan sang anak semakin memburuk, Freya memutuskan untuk meninggalkan ruangan Felix. Sebelum itu, Freya menyempatkan waktu untuk mengecup kening sanng anak yang terbalut perban. "Istirahat ya, Felix," ujar Freya sebelum akhirnya meninggalkan Felix.
"Mama jahat," gumam Felix.
...🌵🌵🌵...
...Hai, makasih ya buat yang sudah baca. Terutama buat yang sudah VOTE. Makasih banyak kalian semuaa❤...
...Jangan lupa VOTE buat yang belum....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments