Kenaikan Tingkatan Tulang

Di sebuah gua, di samping kolam halilintar. Setelah mendengar penjelasan dari Nagiri, Gui berjalan ke pinggir kolam dan mulai melepas satu persatu pakaian yang ada di tubuhnya.

Dia hanya menyisakan sepotong kain kecil untuk menutupi bagian bawah tubuhnya, tanpa ragu sedikitpun, Gui mulai melangkah memasuki kolam halilintar.

Walaupun Gui tahu nasibnya akan seperti kerikil yang sempat dia lemparkan tadi, dia sudah membulatkan tekadnya dan mempersiapkan dirinya untuk hal ini.

Tetapi apa yang terjadi tidak seperti apa yang Gui perkirakan, setelah dia memasuki kolam halilintar, tidak ada apapun yang terjadi, Gui mulai menunjukkan ekspresi kebingungan di wajahnya.

"Eh? Apa yang terjadi?" tanya Gui sambil menengok kanan kiri, melihat hal itu membuat tawa Nagiri tidak bisa di bendung lagi.

"Hahaha,,, bocah, sebelum diagram formasi di aktifkan, kolam halilintar tidak akan bereaksi pada makhluk hidup, hanya akan berefek pada benda mati." jelas Nagiri setelah puas tertawa, Gui yang kebingungan berusaha menutupi rasa malunya.

"Baiklah, baiklah. Maafkan aku bocah, tapi kau memang lucu. Sekarang mulailah berendam dan persiapkan dirimu, karena ini sedikit berbeda dari sebelumnya." lanjut Nagiri mengarahkan.

Setelah Gui berendam, Nagiri mulai mempersiapkan gambar diagram formasi untuk mengaktifkan kolam itu.

"Gui, aku akan segera mengaktifkan diagaramnya, ingat tetap pertahankan kesadaranmu." kata Nagiri setelah diagram siap di gunakan.

"Baik guru."

"Bagus! Siap! Diagram halilintar buka! Halilintar pertama! Halilintar putih aktifkan!" seru Nagiri dengan tenang. Bersamaan dengan itu, kilatan kilatan halilintar putih perlahan mulai muncul dari dalam kolam yang menyebabkan air kolam yang semula jernih menjadi keruh. Sengatan sengatan listrik mulai di rasakan oleh Gui.

Sambil mengeratkan gigi, Gui berusaha menahan suaranya agar tidak keluar tapi seolah waktu berjalan sangat lambat, tak lama, jeritan Gui mulai terdengar. Tubuh Gui terguncang dengan sangat hebat di tambah darah segar mulai keluar dari setiap lubang yang ada di tubuhnya, bahkan mata Gui berubah menjadi warna merah karena bercampur dengan darahnya sendiri.

Nagiri yang menyaksikan langsung penderitaan Gui ini tidak bisa berbuat apa apa, dia hanya tetap pada posisinya untuk menjaga kestabilan diagram halilintar.

Setengah jam kemudian, bersamaan dengan teriakan yang semakin pilu, tulang Gui yang semula merupakan tulang raja emas berganti menjadi tulang kaisar muda.

Satu jam berlalu, tulang Gui berganti lagi menjadi tulang kaisar bumi, kemudian satu setengah jam berlalu, tulang Gui kembali berganti menjadi tulang kaisar langit.

Pada tahap ini, Gui hampir pingsan karena tak sanggup menahan sakit akibat perubahan tulang pada tubuhnya, tapi Nagiri yang menyadari hal ini, dengan sigap langsung mengingatkan Gui dan juga menyemangatinya.

Selang tiga jam kemudian Nagiri kembali meningkatkan level diagram formasi halilintar.

"Halilintar merah aktifkan!"

Tak menunggu lama, perubahan tulang Gui langsung menjadi tulang kaisar dewa, tapi pada momen ini kandungan energi alam super padat yang berasal dari kolam halilintar langsung menghimpit tubuh Gui, membantu tubuhnya terbiasa dengan struktur tulang yang baru, sekaligus memberikan rasa nyaman pada Gui selama hampir satu jam.

Kemudian seakan efek obat energi yang telah habis, tubuh Gui kembali merasakan sakit, teriakan pilu kembali terdengar, setelahnya tulang Gui berubah lagi menjadi tulang dewa muda hingga menembus tingkat tulang dewa segala dewa. Dan seperti sebelumnya energi alam dari kolam halilintar seperti memberikan jeda satu jam untuk tubuh Gui beradaptasi dengan tulang baru.

Setalah itu kembali memberikan kesakitan yang teramat sakit hingga tulangnya menerobos naik ke tulang naga muda hingga mencapai tingkat naga langit.

"Bertahanlah bocah! Halilintar ungu aktifkan!" berbeda seperti sebelumnya kali ini waktu yang di butuhkan Gui untuk mencapai kualitas tulang dewa naga sekitar tiga hari lamanya, selama itu juga teriakan pilu Gui mulai hanya sesekali terdengar, semua itu di sebabkan karena tubuh Gui mulai terbiasa, walau kadang dia merasa tersentak namun hal ini tak terlalu berpengaruh, apalagi di sela sela hal ini peringatan dan dukungan Nagiri tak pernah berhenti.

"Berhasil! Kau berhasil sampai tulang dewa naga bocah! Sekarang tinggal tahap terakhir pembentukan tubuhmu!" kata Nagiri senang.

"Kali ini bergantung pada keberuntunganmu! Petir terakhir! Petir hitam aktifkan!" lanjut Nagiri.

Seketika air kolam mengeluarkan gelombang listrik yang dasyat, jauh melebihi tiga sebelumnya. Struktur air keseluruhan secara perlahan mulai berganti menjadi struktur murni badai halilintar.

Perubahan struktur itu membentuk seperti sebuah bola dan mengurung Gui di dalamnya dan secara perlahan mengangkat tubuh Gui melayang ke atas kolam yang kini airnya surut total karena berubah menjadi bola halilintar.

Di dalam bola ini, halilintar dan petir tak henti hentinya menyambar tubuh Gui, satu demi satu sambaran petir itu langsung menembus tubuh Gui, tidak ada setetes darah pun yang keluar dari bagian tubuh yang tersambar membuat pemandangan ini terlihat sadis.

Setiap target sambaran langsung menghanguskan tubuh Gui, sehingga darah pun tidak sempat menetes. Secara perlahan semua susunan daging Gui hancur, hingga akhirnya hanya menyisakan tulang belulang tingkat dewa naga milik Gui.

Nagiri sedari tadi sudah menjauh untuk menjaga jarak, dia sangat tahu seberapa mengerikannya sambaran petir itu dan sekarang Gui sendiri telah kehilangan kesadaran sepenuhnya.

"Teknik diagram pengumpul energi! Aktifkan!"

Sebuah kubah dengan huruf huruf aneh terbentuk menutupi seluruh gua.

"Hanya ini yang bisa aku bantu, sekarang tergantung keberuntunganmu, bocah." lanjut Nagiri sambil berbalik pergi meninggalkan Gui.

***

Di kota Pering, di sebuah penginapan sederhana, Julian Kahila dengan banyak perban terbalut di tubuhnya, baru saja sadar dari pingsannya.

"Eh? Di mana aku?" kata Julian dalam hati dan berusaha duduk bersandar pada dinding dengan kedua tangannya.

"Ah! Kepalaku sakit sekali." lanjut Julian memegang kepalanya dengan tangan kanan.

"Wah wah wah, lihat siapa yang baru saja bangun."

Julian kaget mendengar suara seseorang, dia mengingat kembali suara ini, suara yang sama seperti orang orang yang menyerangnya. Kemudian Julian menoleh ke arah sumber suara.

"Kau!" seru Julian dengan tatapan marah kepada seorang pemuda dengan sedikit perban pada tangan dan kakinya.

Pemuda ini adalah orang yang sebelumnya menjadi pemimpin dari kesembilan pembunuh bayaran Night Ghosts.

"Yo! Kita bertemu lagi Julian Kahila." kata pemuda itu tersenyum santai sambil melambaikan tangannya.

"Siapa kau! Apa yang terjadi padaku!" tanya julian beruntun dengan raut wajah yang masih marah.

"Hei hei, tenanglah sedikit, kau sedang terluka, ka---,,," kata pemuda itu terjeda saat melihat tatapan tajam Julian ke arahnya.

"Aish,, Ehm, baiklah baiklah,, namaku Ian, aku anggota pembunuh bayaran Night Ghosts, salam kenal Julian." kata Ian santai dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya, dan kembali melambaikan tangannya.

"Siapa yang mengirimmu!" seru Julian masih dengan ekspresi marah dan tatap tajam.

"Hey bisakah kau sedikit te---,,, Huff, baiklah, tuanku menyukaimu dan aku di tugaskan untuk menjemputmu, tapi dalam perjalanan aku penasaran dengan kekuatanmu, jadi aku meminta anak buahku menyerangmu, hehehehe,,, untuk masalah itu aku mohon maaf atas semua kesalahanku." jelas Ian dengan kedua tangan di katupkan dan memohon maaf dengan tulus.

"Haah! Apaan! Hufft, baiklah, ini perbuatanmu juga?" tanya Julian sambil menunjuk perban di tubuhnya.

"Tidak, tabib yang melakukannya." jawab Ian santai sambil tersenyum lebar.

Percakapan keduanya kemudian berlanjut, Julian beberapa kali menanyakan siapa tuan dari Ian, tapi Ian mengatakan nanti akan di beritahu jika Julian mau ikut bersamanya, hanya itu jawaban yang selalu Julian dapatkan setiap bertanya mengenai hal hal yang berhubungan dengan kejadian ini.

Dua hari kemudian Julian telah pulih dengan sepenuhnya, dia kini berjalan santai di area pasar, memakai baju baru yang selalu dia simpan di dalam cincin ruangnya, tentu pria bernama Ian itu selalu ada di mana Julian berada.

"Hei! Kenapa kau terus mengikutiku!" tanya Julian datar tanpa menoleh.

"Tentunya untuk mengajakmu ikut bersamaku dong." jawab Ian santai.

"Tidak mau! Aku tidak akan ikut denganmu!"

"Aish,, Ayolah Julian... Ayolah."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!