Kolam Halilintar

Nagiri dan Gui tiba di inti hutan hitam, berhubung Gui sedang kelelahan parah, ketika tiba Nagiri langsung membaringkan muridnya ini di salah satu gua yang biasa di gunakan Gui untuk beristirahat.

Gua tempat Nagiri membaringkan muridnya itu tak jauh berbeda dengan gua gua dangkal pada umumnya, hanya saja di dalam gua ini terdapat satu tempat tidur dari bambu yang biasa di gunakan Gui sebagai alas tidur.

"Guru, maafkan saya telah merepotkan anda, sehingga guru harus membawa saya kembali, saya sangat menyesal karenanya. Saya berjanji ke depannya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." kata Gui dengan perasaan bersalah dan kecewa pada diri sendiri. Karena kelalaiannya dalam memperkirakan jumlah energi yang di milikinya, Gui harus di gendong pulang oleh gurunya.

"Hehehe, begitulah seharusnya muridku, tapi untuk sekarang istirahatlah, biarkan energi milikmu kembali seperti sedia kala, persiapkan dirimu karena besok pagi kita akan memulai lagi peningkatan tulangmu."

"Baik guru." kemudian Nagiri berbalik pergi dan Gui mulai beristirahat total.

***

Waktu kembali berjalan, siang berganti sore dan sore berganti malam, dan pada akhirnya pagi pun tiba.

Gui telah bangun dan seperti biasa dia langsung melakukan sedikit peregangan otot ototnya agar menjadi lebih rileks sebelum memulai latihan, dan istirahat total yang di lakukan Gui telah membuat energinya kembali seperti semula.

"Gui! Kemarilah!" panggil Nagiri dari pintu masuk gua, dan tanpa menunggu lama Gui langsung menghampiri Nagiri.

"Salam guru." sapa Gui membungkuk hormat.

"Hehehe,,, Bagus, sekarang ikut aku."

Keduanya berangkat menuju sebuah gua yang berjarak sekitar 600 meter dari lokasi gua tempat tidur Gui.

Tiba di sana mereka langsung memasuki gua tersebut, dan hanya menempuh jarak 10 meter, mereka telah sampai di dasar gua. Di dasar gua ini terdapat sebuah kolam kecil yang sangat jernih, bahkan saking jernihnya, dasar kolamnya dapat terlihat dengan jelas.

"Gui, kolam ini bernama kolam halilintar." kata Nagiri sambil melirik Gui yang terlihat bingung.

"Mmm. Maaf guru, bagaimana bisa kolam sejernih ini bernama kolam halilintar? Apalagi saya tidak melihat ada tanda tanda petir atau kilat di dalamnya." tanya Gui sambil melongokkan kepalanya ke arah kolam, mencoba memeriksa dengan teliti mungkin saja dia melewatkan sesuatu.

Melihat tingkah polos muridnya ini Nagiri tertawa lepas.

"Hei bocah, sebuah pepatah mengatakan, jangan menilai buku dari sampulnya. Meski tampak jernih tapi nama halilintar pada kolam ini bukanlah hanya nama saja. Jika kau tak percaya cobalah lemparkan sebuah batu ke dalamnya." jelas Nagiri. Lalu Gui memungut kerikil kecil yang tersebar di sekelilingnya dan melemparkan kerikil itu ke arah kolam.

PLUNG!

BRRRZZZZTTTTT!

Kerikil itu jatuh ke dalam air dan suara setruman terjadi bersamaan dengannya. Menyaksikan hal ini Gui tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, karena kolam ini benar benar patut menyandang nama halilintar.

Nagiri hanya tertawa melihat keterkejutan Gui lalu setelahnya Nagiri mulai sedikit bercerita.

Kolam halilintar dulunya merupakan hadiah yang di terima leluhur pertama, entah siapa yang memberikannya, leluhur pertama tidak pernah menceritakannya.

Kolam ini memiliki dua keistimewaan luar biasa, pertama dia dapat membantu pembentukan tiga tingkatan tulang secara beruntun tanpa efek samping.

Kedua, kolam ini juga bisa membentuk tubuh tubuh baru. Dan jika beruntung akan membentuk tubuh sejati sekelas Kaisar Dewa Perang.

"Seistimewa itukah kolam ini? Apa maksud tubuh kaisar dewa perang? Apakah tubuh itu kuat guru?" tanya Gui ketika selesai mendengarkan cerita Nagiri.

"Hehehe,,, Begitulah, tapi tetap saja tak ada yang tahu rahasia apa yang membuat kolam ini begitu istimewa, sudah lah tak usah terlalu di pikirkan." kata Nagiri.

"Mmmm, mengenai pertanyaanmu yang kedua, sebenarnya di dunia ini, jika ada kualitas tulang terkuat, tentunya juga ada kualitas tubuh terkuat" lanjut Nagiri dan mulai menjelaskan pada Gui.

Tubuh terkuat yang di maksud ada Tubuh Dewa Naga, Tubuh Dewa Es, Tubuh Iblis Sejati, Tubuh Dewa Racun dan terakhir Tubuh Kaisar Dewa Perang.

Sepanjang sejarah chipers, seorang chipers dengan tubuh Kaisar Dewa Perang itu tidak terkalahkan, bahkan jika lawannya memiliki salah satu dari empat tubuh lainya.

Tapi sayangnya, jutaan atau milyaran tahun, atau bahkan dalam jangka waktu yang tak pasti, sampai saat ini di tiga dunia, tidak pernah ada yang memiliki tubuh Kaisar Dewa Perang. Dan alasan pastinya tidak di ketahui.

Gui sedari tadi mendengarkan cerita gurunya merasa tertantang, seakan sesuatu dalam dirinya mendorong dia untuk mencoba.

"Jika benar begitu, guru bolehkah saya mencoba? Siapa tahu keberuntungan berpihak pada saya." kata Gui pelan.

Meski sedikit kaget, tapi Nagiri cukup terhibur dengan keberanian muridnya ini, lalu dengan senyuman kecil dia menepuk lembut kepala Gui.

"Bocah, belakangan ini aku berhasil di buat kagum dengan kejeniusan serta bakat alamimu. Hehehehe,,, Aku tak mengira kau juga memiliki keberanian yang cukup membuat aku terhibur. Hehehe,,, Jika nanti kau mencoba, tidak masalah jika kau tidak mendapatkan tubuh Kaisar Dewa Perang, karena aku sudah cukup puas dengan hanya memiliki murid sepertimu."

Merasakan banyak kasih sayang yang di berikan Nagiri selama ini, membuat hati Gui tersentuh, dengan semua kasih sayang yang di berikan Nagiri ini, hampir saja membuat air matanya menetes.

"Terima kasih guru." sambil membungkuk hormat, kemudian Nagiri mulai menjelaskan tentang ke lima tubuh terkuat lagi.

***

Sementara itu di kota Beji, tepatnya di pinggiran sungai, terlihat Julian Kahila yang memakai setelan pakaian serba putih, ikat kepala dan sebuah pedang yang di sarungkan pada bagian pinggang. Dia sendang duduk bersila di atas sebuah batu dengan permukaan yang datar.

Sangat jelas aura super tebal yang mengelilinginya, Julian akan melakukan terobosan tingkat chips dan benar saja, tak berselang lama kemudian terdengar bunyi dentuman dari tempatnya sebagai tanda kenaikan tingkat.

Setelah itu, dengan tenang Julian menstabilkan fondasi chips nya. Dua jam berikutnya barulah Julian perlahan membuka matanya.

"Uh! Pendekar perunggu awal? Jadi hanya sejauh inikah kemampuanku?" gumam Julian sambil sejenak menatap kedua telapak tangannya dan bangkit berdiri.

"Cih! Kenapa hanya meningkat segini, sampah! Tidak berguna!" lanjutnya sambil mengeratkan gigi dan meraung marah serta terdengar pelan meracau tidak jelas.

Julian melepaskan seluruh auranya sehingga hal ini menyebabkan baru datar yang sedang di pijaknya hancur berkeping keping.

Setelah beberapa saat, Julian kembali tenang, tapi dia hanya berdiri tegak seperti patung dengan tatapan kosong, kemudian air matanya menetes.

"Gui, maafkan kakakmu yang tidak berguna ini! Aku---,,," kata Julian dalam hati sedikit terjeda sambil menghapus air matanya.

"Aku sangat menyesal membiarkanmu pergi, andai saja hari itu aku lebih kuat, mungkin aku---,,, argh! Tapi tenanglah Gui, aku tidak seperti mereka, aku masih meyakini di luar sana kau masih hidup! Dan... Dan... Aku akan tetap menepati janjiku, sabarlah sebentar lagi, aku pasti menjemputmu!" lanjut Julian dalam hati.

Tanpa dia sadari, dari jauh, sepuluh pria muda dengan mengenakan pakaian serba hitam yang hampir menutupi sekujur tubuh mereka, yang hanya menyisakan area mata, sedang menatap tajam ke arahnya.

Salah satu dari mereka yang terlihat seperti pemimpin, dengan kode tangan, memerintahkan kesembilan orang lainnya untuk bergerak ke arah Julian.

Bersama hembusan angin, sembilan orang pemuda itu tiba tiba berdiri di belakang Julian.

Sadar akan kehadiran orang asing, dengan tetap tenang, Julian berbicara pelan.

"Saat ini suasana hatiku sedang buruk, katakan siapa dan untuk apa kalian menemuiku?!" sambil berbalik tapi saat itu juga, tanpa bicara ke sembilan orang berpakaian hitam langsung menyerang dirinya.

"Cih! Cari mati rupanya!" lanjut Julian sambil mencabut pedangnya dan menyambut serangan orang orang itu.

Pertarungan sengit pecah, walau hanya seorang diri tapi Julian terlihat mampu menahan imbang ke sembilan orang itu.

Beberapa menit kemudian, baju yang dia pakai mulai di basahi darah, baik miliknya sendiri maupun milik ke sembilan orang berpakaian hitam. Tapi hebatnya, nafas Julian masih tetap stabil.

Sebaliknya dengan sembilan orang itu, sang pemimpin yang melihat hal ini di buat terkejut dan tak bisa menyembunyikan kagetnya itu.

"Hanya seorang pendekar perunggu awal tapi sanggup melawan sembilan pendekar emas sekaligus! Pria ini jelas sangat berbakat, pantas saja tuan sangat menginginkannya." gumam si pemimpin dalam hati. Dia menghilang dan muncul di antara sembilan anak buahnya.

"Mundur!" teriaknya lagi. Kesembilannya langsung mundur serentak dengan patuh. Begitu juga Julian yang tersentak akan kedatang sang pemimpin itu tiba tiba.

"Siapa kau!" sambil mengacungkan pedangnya ke arah sang pemimpin itu.

"Tanpa nama! Hanya mengikuti perintah saja!" jawab orang itu datar.

"Hm? Kata kata ini! Slogan ini? Mungkinkah organisasi pembunuh bayaran Night Ghosts! Cih! bajingan mana yang menginginkan kepalaku?!" gumam Julian dalam hati, lalu menyiapkan diri untuk menyerang.

Night Ghosts, merupakan organisasi pembunuh bayaran yang terorganisir, dengan jumlah anggotanya yang tidak di kethaui. Namun tersebar hampir di seluruh dunia. Dan Night Ghosts ini memiliki slogan 'Tanpa Nama Hanya Mengikuti Perintah'.

Rumornya, siapapun yang di datangi oleh Night Ghosts, maka nyawanya dapat di pastikan berada di ujung tanduk.

"Dari reaksimu, sepertinya kau tahu siapa kami!" kata sang pemimpin itu.

"Hehehe,,, Haruskah aku menjawabnya? Aku tegaskan, pantang bagi keluarga Kahila untuk mati tanpa perlawanan!" sambil mengatur kuda kudanya, dengan posisi pedang yang di angkat dekat wajah.

"Ck ck ck, Begitukah? Buktikan padaku!" jawab sang pemimpin itu sambil mencabut pedangnya.

"Gui, maafkan aku, sepertinya janjiku akan aku tepati di kehidupan yang akan datang." kata Julian dalam hati, bersamaan dengan pancaran aura merah di sekitar tubuh dan juga pedangnya.

"I-ini mu-mustahil!" kata sang pemimpin itu dengan tatapan terkejut, dia tidak menyangka ada yang mampu mempelajari salah satu teknik terkuat milik tuan besarnya.

"Tujuh Petaka! Jurus Kedua!" kata Julian pelan, kemudian di ikuti pergerakan cepat menuju arah sang pemimpin beserta anggotanya.

"Sial! Semuanya mundur!" teriak panik sang pemimpin, lalu dengan teknik terkuatnya dia menyambut serangan Julian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!