Empat Hewan Legendaris

Tak sampai satu tarikan nafas, mereka kemudian tiba di suatu tempat yang indah, tepatnya di tepian sebuah sungai yang sangat jernih. Juga terdapat sebuah rumah sederhana, yang beratapkan jerami dengan dinding dari susunan batu kali, berdiri dengan kokoh di tepian sungai. Disini suasana tak lagi gelap seperti sebelumnya, seakan mereka telah berpindah keluar dari hutan hitam, kini terasa seperti pagi hari.

"Gui, kita telah tiba, ini merupakan kediaman pribadiku, tentu masih berada di dalam hutan hitam, tepatnya ini inti dari hutan hitam itu sendiri." jelas Nagiri sebelum Gui bereaksi, sambil tersenyum ramah dan menepuk lembut kepala Gui.

Lalu tak lama dari langit, turun seekor hewan buas sejenis rubah, dengan enam ekor dan taring panjang di kedua sisi pipinya, dengan mata merah seperti nyala api, hewan itu kemudian mendarat di tengah sungai jernih, namun keempat kakinya seakan berjalan di atas permukaan air tanpa tenggelam.

Lalu perlahan berjalan mendekat ke arah Gui dan Nagiri, kemudian membungkuk sambil menutup kedua matanya, menekuk kedua kaki depannya.

"Salam ketua." katanya pelan.

Gui sontak kaget, kedua matanya membulat sempurna, dengan tubuh gemetar dia tanpa sadar mundur beberapa langkah sambil bergumam dalam hati.

"He-hewan buas ti-tingkat mi-mistik! Tidak mungkin! Ha-habislah a-aku!"

"Gui, tenanglah dia temanku, namanya Red, dari ras rubah merah ekor enam dan lagi dia bukan berada pada tingkat mistik, melainkan tingkat legenda menengah." jelas Nagiri sambil menoleh ke arah Gui, dengan tersenyum ramah.

Hal ini tentu membuat Gui semakin terkejut, bagaimana bisa gurunya dapat mengetahui perkataannya, yang memang hanya di katakan dalam hati dan lagi dengan sangat tepat. Belum hilang keterkejutannya, tiba tiba dari belakangnya muncul satu ekor hewan buas lagi.

"Hey rubah tua, kau menakuti seorang junior, salam ketua." kata seekor harimau berkulit perunggu, yang muncul dari belakang Gui dan Nagiri.

"Siapa yang kau sebut tua, raja harimau bodoh!"

"Apa! Bodoh! Beraninya kau! Akan ku hancurkan moncong busukmu itu!"

"Hehehe,,, Sini maju!"

"Mau bertarung hah!" teriak keduanya hampir bersamaan.

Kemudian terdengar suara lengkingan keras dari atas langit.

"Hentikan! dasar dua makhluk tua bodoh! Apakah kalian tidak lagi menghormati kehadiran ketua bersama tuan muda di sini?" teriak marah seekor elang dari langit yang kemudian mendarat, ukurannya sama besar dengan kedua hewan buas sebelumnya. Bulu elang itu bersinar terkena cahaya, seakan bulu itu terbuat dari baja yang mengkilap.

"Tuan Muda? Siapa?" tutur Red dan harimau perunggu hampir bersamaan. Tiba tiba....

DUAR!

DUAR!!

BRAG!!

GROAAARR!!

BUM!! BUM!!

Dari kejauhan terlihat pohon pohon tumbang dan tanah bergetar dengan hebat. Sebuah bayangan besar melompat dari rimbunnya pepohonan.

"Aaah,,, dia mulai lagi..." kata si rubah.

"Apakah harus muncul dengan cara seperti itu..." si elang menggelengkan kepala.

Terdengar suara ledakan yang lebih besar di dekat mereka berdiri dan dari arah ledakan itu angin menyeruak kencang, hal itu membuat Gui reflek berpegangan pada lengan gurunya. Setalah angin berhenti dan kepulan debu menghilang, seekor Gorila berwarna perak berdiri di tengah tengah mereka. Besarnya juga sama dengan ketiga hewan lainnya. Gui ketakutan setengah mati melihat kemunculan gorila brutal itu, namun tiba tiba.

"Halo ketua, lama tak jumpa. Apakah aku terlihat keren?" kata Gorila itu sambil mengacungkan jempolnya yang berukuran raksasa.

"Apa kau tidak malu dengan tubuh besarmu itu monyet sialan!" kata si harimau.

Ketiga hewan kecuali elang, berhenti sejenak dan menatap Gui dengan tajam, kemudian mereka terkejut, bersamaan dengan itu tawa Nagiri pun pecah melihat ekspresi bodoh para sahabatnya itu.

"Salam ketua, salam tuan muda, maafkan kebiasaan ketiga saudaraku ini." kata sang Elang, sambil memberi hormat.

"Krom seperti biasa, kau selalu menjadi penengah, hehehe,,, " kata Nagiri kemudian berjongkok dan berbicara pelan sambil memegang kedua pundak Gui.

"Gui, aku akan masuk sebentar, jangan takut, mereka berempat adalah sahabatku, Gui, cobalah berkenalan dengan mereka." dengan senyum ramah, kemudian melangkah pelan memasuki kediamannya.

***

Setelah di tinggal Nagiri, kedua hewan buas sebelumnya mulai membuka pembicaraan.

"Tuan muda, maafkan kelancangan kami berdua, kemi benar benar tak memperhatikan keberadaan anda sebelumnya." kata Red.

"Benar tuan muda, mohon pengampunan anda." tambah harimau perunggu pelan ambil meminta maaf dengan tulus, sama halnya yang dilakukan Red.

Kemudian, setelah mengumpulkan semua keberaniannya, Gui melangkah pelan untuk mendekati keempat hewan buas di depannya.

"Ke-kedua paman, ta-tak perlu di pikirkan, seharusnya aku lebih dahulu memberi salam, maafkan juga karena aku sebelumnya bersikap kurang sopan, namaku Gui Kahila, bolehkah aku tahu nama keempat paman? Tapi sebelum itu bisakah paman memanggiku Gui saja? Karena panggilan tuan muda itu..." kata Gui dengan sangat sopan, sambil membungkuk hormat kepada keempatnya lalu di lanjutkan dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kalian dengar itu, perhatikan cara tuan muda, bukankah mengingatkan kita pada ketua saat awal bertemu."

"Kau benar kakak Krom, aku mengingatnya."

"Yap. Aku juga ingat saat itu."

"Yoa Yoa!"

Keempatnya berbicara menggunakan transmisi suara, sehingga hanya bisa di dengar oleh keempatnya sendiri.

Transmisi suara adalah komunikasi antar batin, yang biasa di lakukan oleh chipers tingkat alam ke atas, namun pada kasus lain dapat juga di lakukan oleh chipers biasa dengan kondisi langka dan biasanya hanya satu dari sekian banyak orang dalam seribu sampai sepuluh ribu tahun terakhir.

Seseorang yang dapat melakukan transmisi suara tentu juga dapat mendengar kata hati orang lain, meski orang yang di maksud tak bisa atau belum bisa melakukan transmisi suara.

Kasusnya sama seperti yang di lakukan Nagiri pada Gui, hal ini juga berlaku bagi hewan buas dengan tingkat mistik ke atas.

"Tidak apa tuan muda, kami nyaman memanggil anda begitu, lalu nama saya adalah Krom, Saya merupakan satu satunya ras elang baja bermata emas, saya merupakan yang tertua dari empat saudara saya, salam tuan muda Gui." lanjut sang elang atau Krom sebagai yang pertama memperkenalkan dirinya.

"Nama saya Bron, saya merupakan raja harimau, dari ras harimau perunggu, umur saya lebih muda dari rubah tua di samping kakak Krom, salam tuan muda." lanjut sang harimau atau Bron memperkenalkan dirinya.

"Yow Yow! Tuan muda salam kenal! Nama saya Kong dari Ras Gorila Perak, saya paling muda dan keren di sini, benar kan tuan muda? Apa? Ah jangan terlalu memujiku tuan muda,, saya jadi tidak enak." kata sang gorila atau Kong, yang sangat bangga dan selalu memuji dirinya.

"Nama saya Red, saya merupakan raja rubah dari ras rubah merah bermata api dengan ekor enam, seperti yang sebelumnya di perkenalkan oleh ketua Nagiri, salam tuan muda, dan jangan dengarkan harimau bodoh itu tuan muda, aku lebih muda darinya, kuat, tampan dan selalu bersinar." kata sang rubah atau Red kemudian menatap malas ke arah Bron sambil tersenyum sinis.

Merasa di remehkan akan tatapan Red, tanpa berlama lama Bron menanggapinya.

"Apa! Beraninya kau! Ayo bertarung sekarang!"

"Hehehe... maju sini k-a-k-e-k!" kemudian keduanya pun mulai kembali adu mulut seperti biasa.

Kong bertepuk tangan kencang karena dia memang selalu gembira apabila ada pertarungan, kalau diperbolehkan bahkan dia juga akan ikut berkelahi sekalian. Sebenarnya jika bicara soal usia, keduanya memiliki usia yang sama, karena hal ini selalu ada sesuatu yang membuat keduanya cekcok, bahkan hal kecil sekalipun, meskipun tak pernah serius namun keduanya selalu seperti itu.

"Pfffttt...hahahahahaha." tawa Gui sambil memegang perutnya, setelah melihat cekcok antara kedua hewan buas di depannya.

Terkejut karena gelak tawa Gui, keduanya kemudian menghentikan pertikaian kecil diantara mereka, lalu percakapan ringan yang mempererat hubungan pun terjadi.

"Ehm, apakah tuan muda mau melihat sekeliling hutan dari langit?" tanya Krom ramah.

"Eh? Apakah boleh paman Krom?" Bukankah kita tak bisa melintasi langit hutan hitam?" tanya Gui setelahnya.

"Tenanglah tuan muda, tak ada yang akan terjadi."

"Baiklah paman Krom." kata Gui setelah berpikir sejenak.

"Aku ikut kakak, Hei kalian berdua sebaiknya jaga rumah!" kata Red

"Hanya kali ini!" seru Bron sambil berbalik menuju kediaman Nagiri.

"Tuan muda duduklah di atas punggungku." kata Krom

"Baikah paman." sambil menaiki punggung Krom dan duduk diatasnya di ikuti Red dengan berbarign di sampingnya, sebuah formasi transparan berbentuk bola membungkus mereka.

Gui tidak terkejut karena dia pernah sedikit membaca, bahwa hewan buas tingkat mistis ke atas dapat merubah ukuran mereka dengan leluasa, tanpa mengurangi kekuatan mereka.

***

Di atas langit hutan hitam, pemandangan hutan hitam sangat indah jika di lihat dari atas, sejauh mata Gui memandang, semuanya tampak terkena sinar matahari sampai terlihat dalamnya. Sangat jauh berbeda dengan tempat yang dia masuki pada awalnya, yang tak terkena sinar matahari sedikit pun. Tanpa menunggu Gui pun menanyakan perihal hutan hitam dan tak lupa beserta misteri di dalamnya.

Hal ini sontak membuat kedua hewan buas terkejut sejenak, namun melihat dari usia Gui yang masih 10 tahun, mereka pun memakluminya, kemudian Red menawarkan diri untuk menjelaskannya.

"Ehm, baiklah tuan muda ini akan seditikit rumit namun yakinlah dengan berjalannya waktu, anda pasti akan memahaminya. Pertama tama kita mulai dari dunia ini tuan muda. Ehem."

Dahulu ada seorang dewa tunggal, dewa pencipta, dia sangat kuat dan juga baik hati. Dengan kekuatannya itu dia kemudian menciptakan sebuah dunia besar, yang di dalamnya dapat menampung kehidupan lengkap dengan isinya, baik itu ras hewan buas, manusia, keturunan dewa, iblis, tumbuhan dan semua hal. Yang kemudian semuanya tercampur dan membaur tinggal dan hidup saling berdampingan di dalam dunia ini.

Pada awalnya sang dewa tunggal sendiri sering sekali mengunjungi dunia ciptaannya ini. Namun seiring berjalannya waktu peperangan pun mulai terjadi, yang ku tahu alasannya untuk menentukan siapa yang paling kuat. Hingga akhirnya terbentuk tiga kubu besar. Melihat peperangan ini sang dewa tunggal pun murka, awalnya dia berniat untuk memusnahkan dunia ciptaannya beserta segala isinya, namun karena masih memiliki rasa belas kasih, semuanya pun terurungkan.

Akhirnya dia pun hanya membagi dunia sebelumnya menjadi tiga dunia, berdasarkan tiga kubu besar uang saling cekcok sebelumnya, dengan demikian sejenak perang pun berhasil di hentikan dn lagi mulai sejak itu sang dewa tunggal pun tak pernah terlihat lagi mengunjungi dunia yang kini terbagi tiga. Waktupun terus berjalan hingga, ketiga dunia pada akhirnya berhasil menemukan jalan untuk saling terhubung satu dengan yang lain, yang mana hal ini pun kembali memicu perang besar yang sebelumnya sempat terhenti.

Menyadari banyaknya jatuh korban, ketiga dunia pun sepakat untuk sementara menghentikan perang besar mereka yang di tandai dengan perjanjian 10.000 tahun....

"Jangan terlalu jauh saudaraku, cukup jelaskan mengenai dunia kita." potong Krom memperingati Red melalui transmisi suara.

"Ah.. Ya.. Maafkan aku kakak,,

"Ehem,,, la-lalu tuan muda, terlepas dari dua dunia lainnya, karena kami juga tidak tahu banyak mengenai kedua lainnya..."

Masing masing dunia tentu saja memiliki penguasa di setiap dunia dan kita sekarang hidup di Enus, dunia tengah, dengan penguasa tunggal Nagiri, yang berpusat d hutan hitam. Inilah sebabnya hutan hitam ini, menjadi teralarang bagi semua manusia, hanya binatang buas lah yang mampu menghuni hutan hitam ini. Namun ada beberapa manusia tertentu yang memiliki tanda petir di pergelangan tangan mereka, merupakan pengecualian untuk hal ini. Mereka dapat dengan bebas tinggal di dalam hutan hitam, maupun keluar dari hutan hitam. Kenapa demikian? Karena mereka pengikut setia penguasa Nagiri.

"Ehem, maafkan kami tuan muda, sepertinya hanya ini yang dapat kami jelaskan, selebihnya merupakan wewenang dari sang penguasa itu sendiri, kami tidak berhak dan tidak pantas untuk menceritakan lebih lanjut."

"Tapi yakinlah tuan muda, seiring dengan berjalannya waktu, anda akan segera paham semua penjelasan saya ini." kata Red sopan.

Meski rumit, sulit di pahami dan masih sangat mengganjal di dalam kepala Gui, namun secara pribadi Gui tetap memilih untuk diam. Setelah itu percakapan ringan pun sempat terjadi, dan akhirnya mereka pun kembali ke kediaman Nagiri. Bron dan Kong yang telah menunggu kedatangan ketiganya, langsung saja mengajak Gui untuk berkeliling area inti hutan hitam melalui jalur darat dengan Gui duduk di pundak Kong.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!