Heyra Diary

Heyra Diary

Engkau yang Dirindukan

Ada yang bilang kalau masa SMA itu adalah masa yang paling indah. Masa di mana kau menemukan apa arti sebenarnya dari persahabatan. Masa di mana kau akhirnya mengenal dengan yang namanya cinta. Bukan, bukan cinta monyet seperti masa-masa dahulu saat SD atau SMP, melainkan cinta yang sesungguhnya yang datang langsung dari hati.

Vindra sudah berkali-kali mendengar kalimat itu entah di medsos maupun di real life. Ia sebenarnya tidak sepenuhnya tahu seperti apa kehidupan seorang siswa SMA yang sebenarnya karena dirinya memang baru saja lulus dari SMP dan hendak mendaftar sekolah di SMA.

Yang ia pikirkan mungkin kehidupan SMA tak akan berbeda jauh dari kehidupannya saat SD maupun SMP. Apakah kehidupan SMA akan benar seperti yang digambarkan oleh kalimat itu atau malah seperti film-film yang ada di bioskop?

Oh oh, mungkin malah seperti yang ada di sinetron di mana ada adegan ketabrak mobil bukannya menghindar malah teriak-teriak.

Tapi kalau kisah cintanya ada ketabrak mobilnya sih… Vindra gak maulah, siapa juga yang mau ketabrak mobil.

Di atas tempat tidurnya, Vindra merebahkan tubuhnya sambil memanjakan dirinya dengan bermain ponsel dan menikmati alunan musik melalui tws yang terpasang di telinganya. Baru satu minggu yang lalu ia merayakan kelulusannya dari SMP, menandakan dirinya kini resmi menjadi seorang alumnus di SMP-nya.

"Ujian udah, lulus juga udah. Sekarang tinggal mikirin daftar ke SMA aja," batinnya sambil merenung tentang tantangan hidup yang harus ia hadapi selanjutnya.

Tepat setelah ia selesai memikirkan masalah hidupnya, lagu Need Ya milik Syn Cole selesai berputar dan berganti lagu Memory Lane milik Tobu. Mood-nya hari ini bisa dikatakan cukup bagus dikarenakan nanti siang selepas dzuhur, ia dan kedua temannya, Umar dan Bima akan berenang bersama di kolam renang.

Ya, hanya bertiga. Sebenarnya mereka sudah mengajak beberapa teman mereka yang lainnya untuk ikut, namun sebagian besar dari mereka kebanyakan berlibur bersama keluarga mereka. Itu wajar mengingat hari ini adalah hari minggu dan sekolah masih belum dimulai.

Vindra menatap langit-langit kamar sambil memikirkan tentang daftar teman-temannya yang belum ia tanyai untuk diajak berenang bersama di kolam renang. "Dia udah, si itu juga udah. Kalau dia... jangan deh, dia kan rumahnya jauh. Kalo… oh!"

Vindra tersentak ketika tiba-tiba mengingat salah satu temannya yang belum ia tanyai, teman yang telah menjadi sahabat dekatnya sejak SMP. Betapa lupa dan pelupanya ia sampai-sampai sahabat sendiri dilupakan.

Segera saja Vindra menekan tombol pause dan melepas tws dari telinganya. Ia membuka aplikasi WhatsApp di layar ponselnya lalu mengakses roomchat pribadinya dengan nickname ‘Heyra BFF’.

Sejajaran pesan muncul di layar, membahas tentang keberadaan kucing Heyra yang belum pulang dan beberapa candaan receh. Mengabaikan riwayat obrolannya dengan Heyra, Vindra mulai mengetikkan pesan di ponselnya.

Vindra: “Heyra, mau ikut renang gak nanti siang?”

Menunggu selama beberapa saat, tak lama setelahnya muncul notifikasi pesan dari Heyra yang menjawab pesan Vindra.

Heyra: “Sama siapa?”

Vindra: “Sama aku, Bima sama Umar juga.”

Heyra: “Owlhh.”

Heyra: “Hm… sorry ya Vin, kayaknya aku gak bisa ikut.”

Heyra: “Aku lagi di rumah kakekku soalnya.”

Vindra: “Yang benerrr?? aku ke rumahmu sekarang lho, awas aja kalo ketemu kamu.”

Heyra: “Ihh beneran, coba aja ke rumahku kalo gak percaya.”

Heyra: “Palingan cuma ada Bi Sumi di rumah.”

Vindra: “Coba vidcall.”

Heyra hanya bisa menghela napas mendengar permintaan aneh temannya satu ini. “Gak percaya-an amat dah ini orang, lama-lama ku tampol ni orang” gumamnya kesal. Namun, Heyra tak punya pilihan lain karena sekarang Vindra sudah men-spam-nya dengan huruf P.

Heyra: “Iya deh.”

Heyra lalu menekan tombol berlogo kamera sembari berjalan ke halaman depan rumah kakeknya. Di sana ia duduk di sebuah bangku panjang yang terbuat dari rotan yang terletak di teras rumah kakeknya.

Ia mendapat sajian pemandangan pedesaan yang asri dan damai, yang dengan beragam macam tumbuhannya memberikan ketenangan pikiran kala angin bertiup menerpa dedaunan.

Tak lama setelah angin sepoi-sepoi menerpa rambut serta wajahnya, muncul wajah Vindra di layar ponsel Heyra. “Oi,” ucap Vindra mengawali.

Heyra lalu mengangkat ponselnya dan mengarahkannya ke sekeliling pekarangan rumah kakeknya untuk membuktikan pada Vindra bahwa ia benar-benar sedang berada di rumah kakeknya.

“Ini loh aku di rumah kakekku, masih gak percaya?” ucap Heyra dengan nada kesal. Awas saja kalau Vindra masih tidak percaya dengannya setelah ini.

“Enggak, itu pasti editan.” Dan benar saja dengan apa yang Heyra pikirkan, Vindra tak percaya dengannya.

Lantas saja ia pun langsung naik pitam. “Ihhh ya Allah kurang jelas apalagi ini anak minta ditonjok kayaknya dah!”

Sebelum kemarahan Heyra semakin memuncak, Vindra segera menjawab. “Iya iyaaa, aku cuma bercanda… aku percaya kok. Jangan marah-marah gitu dongg nanti cepet tua,” ucap Vindra sambil tertawa geli. “Dah ya, hati-hati si Kochi jangan sampe hilang lagi, ya? Dah Heyraa.”

Heyra menghela napas. Ada-ada saja temannya ini, entah di manapun kapanpun selalu ada saja ide jahil yang muncul di kepalanya. “Iya… dah Vindra.”

Vindra menutup teleponnya, pandangannya kembali ke langit-langit kamarnya. Ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah datar, tampak sedang memikirkan sesuatu.

“Ku harap aku bisa melihatmu yang dulu lagi, Heyra.”

Beberapa saat terdiam, Vindra bangkit dari posisi tidurnya lalu berjalan keluar kamar hendak mempersiapkan apa yang perlu ia bawa nanti di kolam renang.

~

Sang surya terbit di cakrawala, menerangi langit pagi dengan kehangatan yang menggetarkan. Suasana berdebar, terisi dengan antusiasme dan semangat yang melimpah. Hari itu, hari pertama Vindra di sekolah barunya.

Vindra yang berhasil diterima di SMA pilihannya merasa sangat bersemangat. Ia bangun pagi-pagi sekali, melakukan aktivitas paginya, memakai seragam, lalu berpamitan dengan ibunya dan berangkat ke sekolah menggunakan sepeda onthel milik almarhum ayahnya.

Blazer biru bergaya modern dengan aksen elegan dan menawan, logo sekolah berkilau yang terletak di dada kanan berpadu dengan seragam putih abu-abu yang sekarang tersemat di tubuhnya. Yang menjadi penanda bahwa sekarang ia sudah resmi menjadi seorang siswa SMA.

Logo sekolah itu berbentuk dua setengah lingkaran minimalis yang saling mengitari seperti Yin dan Yang dengan gradasi warna biru-hijau dan background berwarna biru tua beserta tulisan SMA Dharma Jaya di bagian bawahnya.

Vindra benar-benar menikmati perjalanannya menuju ke sekolah pagi ini. Kabut yang dihiasi sinar matahari pagi ditambah langit yang benar-benar bersih dari awan semakin memperindah suasana pagi hari itu.

Sebenarnya tak butuh waktu lama bagi Vindra untuk sampai di sekolah barunya. Kurang lebih hanya sekitar 15 menit menggunakan sepeda onthelnya. Tapi mengingat bel masuk masih lama berbunyi, Vindra ingin sedikit menikmati perjalanan pertamanya ke SMA.

Di tengah perjalanan, suara dering ponsel tiba-tiba mengganggu suasana pagi yang sedang dinikmati olehnya. Dengan sigap, dia menghentikan laju sepedanya dan meraih ponsel yang tersimpan di saku celananya.

Tatapannya terpaku pada layar, memperlihatkan panggilan telepon dari Ayah Heyra.

"Tumben nelpon," gumam Vindra. Ayah Heyra, atau akrabnya dipanggil Pakde Herry, jarang sekali meneleponnya kecuali jika ada hal yang benar-benar mendesak atau penting.

"Assalamualaikum, Vindra," ucap Pakde Herry mengawali sambungan telepon.

"Waalaikumsalam, ada apa, Pakde?" tanya Vindra langsung to the point.

"Begini, Vin, Heyra kan masih satu sekolah denganmu, kan?" kata Pakde Herry memulai penjelasannya. "Pakde minta tolong titip Heyra ya, kalau ada apa-apa, bilang aja ke pakde."

Vindra dengan penuh semangat menjawab, "Iya, Pakde, santai aja, Heyra pasti aku jagain kok."

Pakde Herry tertawa ringan, "Hahaha, yaudah kalau begitu. Pakde percayakan Heyra kepada kamu, ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," Vindra menjawab. Pakde Herry lalu mengakhiri panggilan teleponnya.

Vindra memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Sebelum kembali melanjutkan perjalanannya, ia bergumam pelan, “Mau beda sekolah juga bakal aku jagain kok.” Ia lalu kembali mengayuh sepedanya namun dengan sedikit lebih cepat kali ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!