Pagi itu, koridor sekolah masih lengang ketika Vindra dan Heyra berjalan beriringan menuju ruang BK. Langkah mereka bergema di lantai keramik, menciptakan irama yang selaras dengan detak jantung Vindra yang berdegup kencang. Ia melirik Heyra, sahabatnya yang selalu ada di sisinya, dan menemukan keberanian dalam sorot mata gadis itu.
"Ayo ke ruang BK," ajak Vindra, suaranya lebih mantap dari yang ia duga. Heyra mengangguk, senyum tipisnya menyiratkan dukungan tanpa kata.
Sesampainya di depan pintu bercat putih dengan plakat "Ruang Bimbingan Konseling", mereka berhenti sejenak. Vindra merasakan keraguan mulai merayap, tapi tatapan Heyra menguatkannya.
"Kamu yakin mau ngelakuin ini?" tanya Heyra lembut.
Vindra menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan segenap keberaniannya. "Yakin. Udah saatnya kita ngomong."
Dengan tangan sedikit gemetar, Vindra mengetuk pintu. Suara Bu Ratna terdengar dari dalam, "Masuk!"
Ruangan BK terasa hangat dan nyaman, berbeda dari bayangan Vindra sebelumnya. Bu Ratna, wanita paruh baya berkacamata, menatap mereka dengan alis terangkat. "Ada apa, Vindra, Heyra? Tumben kalian datang sepagi ini."
Heyra, yang biasanya lebih vokal, melangkah maju lebih dahulu. "Bu, kami mau laporin sesuatu. Ini... soal Fando dan temen-temennya."
Bu Ratna mengangguk, gesturnya mempersilakan mereka duduk di kursi empuk di depan mejanya. "Oke, ceritain ke Ibu apa yang terjadi."
Vindra dan Heyra mulai menceritakan kejadian kemarin, dengan Heyra menunjukkan rekaman video yang ia ambil diam-diam. Bu Ratna mendengarkan dengan seksama, ekspresinya berubah serius saat mendengar detail perlakuan Fando.
"Ini udah kelewatan," ujar Bu Ratna setelah mereka selesai bercerita. Ia melepas kacamatanya, mengusap matanya sejenak sebelum melanjutkan. "Makasih udah berani lapor. Ibu akan segera menangani ini."
Tepat saat itu bel masuk berbunyi, memperingati mereka bertiga bahwa pelajaran akan segera dimulai. Bu Ratna tersenyum menenangkan. "Kalian balik ke kelas aja. Biar Ibu yang urus masalah ini."
Vindra dan Heyra keluar dari ruang BK dengan perasaan campur aduk. Lega karena sudah melaporkan, tapi cemas akan apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kamu keren banget, Vin," puji Heyra saat mereka berjalan menuju kelas. Koridor ramai dengan siswa yang buru-buru masuk ke kelas mereka masing-masing.
Vindra tersenyum tipis, "Kamu juga, Hey. Kalo nggak ada kamu, aku mungkin nggak bakal berani."
Sebelum beberapa langkah sampai di depan kelas mereka, Heyra menepuk pundak Vindra. "Semangat buat ulangannya ya, Vin! Inget, kamu pasti bisa!"
Vindra mengangguk. Ada perasaan hangat yang menggelitik hatinya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. “Kamu juga, Hey. Moga kamu nggak bisa ngalahin nilaiku.”
Heyra memukul pelan pundak Vindra. “Jangan berharap, aku kali ini pasti ngalahin nilaimu!”
Saat duduk di bangkunya, pikirannya masih dipenuhi oleh Heyra. Namun kali ini alih-alih membuatnya gugup, bayangan sahabatnya itu justru memberinya kekuatan. Vindra menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan.
"Oke," gumamnya pada diri sendiri. "Aku pasti bisa."
Sepanjang ulangan PKn, Vindra berusaha keras memfokuskan pikirannya pada soal-soal di hadapannya. Namun, bayangan tentang apa yang mungkin sedang terjadi di ruang BK terus mengganggunya. Apakah Fando sudah dipanggil? Bagaimana reaksinya? Akankah ini menghentikan Fando, atau malah memperburuk keadaan?
Usai ulangan, Vindra merasa cukup puas dengan performanya selama mengerjakan ulangan, ia merasa cukup percaya diri dalam mengerjakannya. Itu semua berkat persiapan yang ia lakukan bersama Heyra semalam.
"Gimana, Vin? Lancar?" tanya Bima, begitu mereka keluar dari kelas.
Vindra mengangguk, "Alhamdulillah, lancar. Kamu gimana?"
"Lumayan sih," Bima mengangkat bahu. "Tapi ada beberapa soal yang bikin pusing. Eh, ngomong-ngomong soal pusing, kamu udah denger gosip terbaru belom?"
Vindra menggeleng, perasaannya mulai tidak enak. "Gosip apaan?"
Bima mendekatkan wajahnya, berbisik, "Katanya Fando mau bikin onar lagi. Aku denger dia nyiapin sesuatu buat kamu."
Jantung Vindra seketika berdegup kencang. "Serius kamu? Tau dari mana?"
"Aku denger sendiri dia ngomongin itu sama anak buahnya kemarin," jawab Bima, wajahnya serius. "Kamu hati-hati ya, Vin."
Vindra mengangguk, pikirannya berkecamuk. Ia baru saja merasa lega setelah ulangan, dan sekarang harus menghadapi ancaman baru dari Fando.
Saat istirahat, Vindra memutuskan untuk menceritakan hal ini pada Heyra. Mereka bertemu di kantin yang ramai, duduk di sudut yang agak sepi. Aroma bakso dan mi ayam menguar di udara, bercampur dengan suara percakapan siswa lain yang riuh rendah.
"Serius, Vin?" Heyra mengerutkan dahi setelah mendengar cerita Vindra. "Si Fando itu kenapa sih? Nggak capek apa nyari masalah mulu?"
Vindra mengangkat bahu, mengaduk jus jeruknya lemah lesu. "Entahlah. Aku juga bingung harus gimana."
Heyra terdiam sejenak, matanya menerawang. Tiba-tiba, ia menjentikkan jari. "Aku ada ide! Gimana kalo kita bikin Fando berhenti ngebully kamu dengan cara yang nggak terduga?"
"Maksud kamu?" Vindra mengerutkan dahi, penasaran sekaligus was-was.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments