Pagi itu ketika jam dinding kelas masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, kepala Heyra sudah melongok muncul di ambang pintu kelas 8A. Matanya menyusuri setiap jengkal kelas barunya tersebut yang masih tampak kosong dan sepi.
Hanya ada beberapa anak yang sudah datang yang menempati tempat duduk secara acak. Namun disisi lain, anak perempuan bertubuh mungil, berambut hitam diikat rendah yang duduk di kursi paling dekat dengan dinding sedang asyik mengusap-usap layar ponselnya cukup menarik perhatian Heyra.
Heyra dengan langkah perlahan menginjakkan kaki pertamanya pada lantai kelas yang akan ditempatinya setahun kedepan. Ia menghampiri anak perempuan itu lalu duduk di kursi kosong di sampingnya.
“Eryll!” Heyra menepuk pundak sang empu hingga sang empu terkejut.
“Ihh Heyra ngagetin tau!” Eryll memasang wajah kesal sementara sang teman tertawa kecil senang melihat sahabatnya terkejut karena ulahnya.
“Salahnya sendiri serius amat, lagi ngapain sih?” Heyra kepo-kepo mengintip isi ponsel Eryll yang berusaha Eryll tutup-tutupi darinya.
“Jangan diliat, privasi woy!” Kesal karena Eryll terus menyembunyikan ponselnya, Heyra pun akhirnya menyerah.
-
Waktu terus berjalan, suasana di parkiran sekolah sudah cukup ramai oleh aktivitas-aktivitas para murid. Vindra baru saja memarkirkan sepedanya di antara motor-motor lalu segera melangkahkan kakinya memasuki gedung sekolah.
Ketika ia berjalan di koridor terbuka yang berbatasan langsung dengan lapangan basket, Vindra memandangi koridor lantai 2 gedung seberang. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Sepasang anak perempuan tampak sedang berbincang-bincang asik sambil bersandar pada pagar koridor di lantai 2. Vindra mengenalinya sebagai Heyra dan Eryll.
Vindra tanpa sadar tersenyum. Rasanya sureal ia akan berada di kelas yang sama dengan mereka berdua. Sekarang jarak yang jauh yang tercipta di antara Eryll dengannya dan teman-temannya akan segera menghilang. Ia yakin mereka akan segera menjadi teman baik.
Singkat cerita bel masuk akhirnya berbunyi. Terlihat seluruh kursi yang ada di kelas 8A sudah terisi penuh. Vindra, Umar, dan Bima memilih tempat duduk tepat di depan di mana Eryll dan Heyra duduk. Pada awalnya tak ada pembicaraan sama sekali di antara mereka. Hanya sapaan kecil sesaat sebelum bel berbunyi.
Hari itu pembelajaran dimulai dengan perkenalan guru dan murid, dilanjutkan dengan penyesuaian kontrak belajar dan cerita-cerita kecil dari guru yang mengalir bersamaan setelah menjelaskan materi yang akan dipelajari selama enam bulan ke depan.
Biasanya inilah saat-saat yang paling disukai oleh para siswa. Saat-saat guru mulai bercerita entah itu tentang pengalaman hidupnya atau apapun itu sembari asik sendiri dengan kesibukan masing-masing.
Mereka tidak ada niatan untuk mengembalikan topik kembali ke pembelajaran karena yang mereka mau adalah tidak ada pelajaran dan tugas.
Vindra bisa saja memanfaatkan kesempatan ini untuk bertegur sapa dengan Heyra dan mungkin… sekaligus berkenalan dengan Eryll. Tapi masalahnya ia duduk di deretan tempat duduk yang berhadapan langsung dengan meja guru.
Kalau ia memaksa untuk menghadap ke belakang, ia mungkin akan ditegur oleh gurunya karena bersikap tidak sopan dengan mengabaikan guru yang sedang berbicara.
Bima duduk di barisan paling depan bersama dengan seorang anak laki-laki yang belum mereka kenal. Vindra dan Umar duduk tepat di belakangnya dan di belakangnya lagi adalah tempat duduk Heyra dan Eryll.
Vindra menoleh pada umar, “Mar, sekarang jam berapa?” tanyanya.
Umar lalu memeriksa jam tangannya. “Jam sembilan lebih seperempat,” jawabnya.
Vindra lalu menghembus napasnya kasar. “Hah, masih seperempat jam lagi istirahatnya.”
Ia lelah menunggu waktu istirahat. Rasa kantuk mulai menyerangnya. Guru didepannya masih terlihat asik bercerita tanpa mengetahui kalau anak didiknya sudah mulai bosan dan mengantuk mendengar kisah hidupnya.
Vindralalu menumpukan kepalanya di tangan sambil bermain-main dengan bolpoin miliknya. Biarlah gurunya terus bercerita, asalkan tidak ada tugas.
Cerita dari sang guru berakhir ketika bel istirahat berbunyi. Sang guru pamit undur diri lalu beranjak pergi dari kelas 8A.
Setengah dari penghuni kelas ikut beranjak keluar, sedangkan sisanya memilih tinggal di kelas untuk menyantap bekal atau sekadar mabar bersama teman mereka. Heyra dan Eryll masih setia berada di kelas. Eryll mengeluarkan sebuah buku novel dari dalam tasnya, Heyra di sampingnya tampak asyik bermain dengan ponsel.
Vindra: “Aku mau kenalan sama Eryll.”
Heyra: “Ya kenalan aja, diajak ngobrol.”
Vindra: “Tapi gapapa kan, maksudnya aku nanti ngeganggu ga?”
Heyra: “Ya enggaklah, santai aja kali mah.”
Heyra: “Eryll orangnya itu ramah, enak diajak ngobrol kok.”
Setelah membaca pesan terakhir Heyra, Vindra menyikut pinggang Umar sebagai kode kalau misi ‘Berteman dengan Eryll’ akan segera dimulai.
Awalnya Vindra hendak mengajak Bima yang duduk tepat di depannya dengan menepuk pundaknya, namun karena ia tampak sedang mengobrol dengan anak laki-laki di sampingnya, Vindra memutuskan untuk membiarkannya.
Vindra dan Umar kompak mengubah posisi duduk mereka menghadap ke belakang. Pergerakan mereka berhasil mengambil alih atensi Eryll dari novelnya.
“Namamu Eryll kan? Salam kenal aku Vindra, temennya Heyra.” Vindra mengulurkan tangannya hendak berjabat tangan dengan Eryll.
Eryll menatap sejenak wajah Vindra. Ekspresinya ceria, senyumnya terlihat begitu bersahabat, tampangnya menenangkan. Ia sudah cukup familiar dengan orang yang sedang dihadapannya, Heyra sering menceritakannya kepadanya.
Sedetik kemudian, Eryll menyunggingkan senyum di bibirnya lalu membalas uluran tangan Vindra. “Namamu Vindra ya? Salam kenal juga, namaku Eryll.”
Sama dengan apa yang dikatakan Heyra sebelumnya, Eryll adalah orang yang memiliki kemampuan komunikasi yang cukup baik. Umar lalu bergantian bersalaman dengan Eryll.
Mereka lalu mengobrol santai mengenai kehidupan mereka masing-masing seperti hobi, kebiasan dan dilanjutkan dengan bahasan beberapa kejadian-kejadian lucu yang pernah dialami oleh Heyra hingga Heyra sendiri merasa terpojok dan malu.
Dari obrolan mereka selanjutnya, Vindra bisa menyimpulkan bagaimana Eryll bisa memiliki banyak teman walaupun dirinya sendiri termasuk anak yang pendiam dan pasif di kelasnya.
Vindra sering melihat orang lain menyapa Eryll ketika berpapasan di koridor atau ketika sedang membeli jajan di kantin sekolah. Bahkan pernah sekali Vindra melihat, Eryll disapa sebanyak tiga kali berturut-turut ketika sedang berjalan di koridor sekolah.
Dari cara bicara, sorot mata, hingga gerak tubuh ketika berkomunikasi berhasil Eryll breakdown dengan baik. Vindra sendiri bahkan sampai ragu apakah Eryll di luar sana memiliki seseorang yang membencinya atau tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments