"Sebentar lagi akan diadakan lomba pidato tingkat kota. Sekolah kita akan mengirimkan beberapa perwakilan untuk mengikuti lomba tersebut. Namun sebelum itu kita akan melaksanakan seleksi. Apa di sini ada yang berminat untuk ikut?" tanya Bu Dewi, guru Bahasa Indonesia di kelas Heyra pada sela-sela pembelajaran.
Heyra merasa berdebar-debar ketika mendengar kabar tersebut. Ia sebenarnya ingin mengikuti lomba tersebut, tetapi disisi lain ia juga sering merasa gugup dan takut ketika tampil di depan umum.
Namun, ada suatu perasaan di dalam dirinya yang mendorong untuk mencoba mengikuti lomba tersebut. Terlebih ia dulu pernah menjuarai lomba pidato saat SD. Walaupun tidak sampai menang, tidak ada salahnya kan ia mencobanya lagi?
“Ikut ga yaa? Kalau sampai kalah gimana? Tapi aku pengen ikut.” Setelah mempertimbangkan sejenak, Heyra memutuskan mengangkat tangan memberanikan diri untuk mengikuti seleksi lomba tersebut. “Gapapa lah, yang penting nyoba dulu.”
"Saya mau ikut Bu," ucapnya. Semua mata lantas tertuju pada Heyra.
Eryll yang duduk di sampingnya lalu menyahuti, "Oh ya, kan kamu dulu pernah ikut lomba pidato pas SD."
Mendengar hal tersebut, Bu Dewi semakin antusias. "Benarkah? Kalau begitu kamu harus ikut seleksi lomba pidato ini, Heyra. Siapa tau kamu lolos dan maju ke tingkat kota."
Bu Dewi tersenyum senang lalu memberikan formulir pendaftarannya kepada Heyra. Heyra maju ke depan untuk menerima formulir tersebut dan kembali duduk lalu memasukkan formulir itu ke dalam laci.
Bu Dewi kembali melanjutkan pelajaran setelah memberitahu Heyra untuk segera berlatih pidato karena seleksi akan diadakan dua minggu lagi. Sesuai arahan Bu Dewi, malam itu juga Heyra membuka kembali lembaran-lembaran buku lesnya yang menjelaskan seluk-beluk pidato. Ia juga menonton beberapa video YouTube yang menjelaskan tips & trick dalam berpidato.
Tidak hanya itu, Heyra juga mempersiapkannya dengan berlatih berpidato di depan cermin, berdiskusi dengan Bu Dewi untuk memperbaiki teknik pidatonya, dan mempraktekkannya di depan Bi Sumi untuk mendapatkan saran dan kritik darinya.
...----------------...
“Kamu ikut lomba pidato?” tanya mama saat makan malam.
“Iya ma,” Heyra membalas sembari mengunyah daging sarden buatan mamanya.
“Baguslah, kalau gak salah terakhir kali kamu ikut lomba pidato pas SD kan?” Ayah menerka-nerka.
“Iya, tapi pas itu aku gak sampai menang lombanya.”
“Gapapa terusin aja yang penting pengalamannya, gak banyak lho orang yang jago pidato,” kata ayah.
Heyra meneruskan makannya. Dalam hatinya ia sudah berniat, setelah ini ia akan berlatih pidato sebentar sebelum mengerjakan pr matematikanya.
Heyra berdiri di depan cermin kamarnya sambil memegang secarik kertas yang berisi coret-coretan garis besar isi pidatonya. Dalam berlatih pidato, Heyra memastikan bahwa setiap kata dan intonasi suaranya benar-benar menggambarkan esensi dari pesan yang ingin disampaikannya. Setiap gerakan tubuhnya pun diatur dengan hati-hati seiring dengan kata-kata yang diucapkannya.
Ia berkali-kali mengulang pidatonya, mencoba berbagai cara untuk menyampaikan pesannya dengan lebih meyakinkan. Heyra tahu bahwa persiapan yang matang adalah kunci keberhasilan, sehingga ia tidak hanya fokus pada kata-kata, tetapi juga pada ekspresi wajah, gestur tubuh, dan intonasi suaranya.
Di atas nakas, Heran menyalakan kamera ponselnya lalu menyenderkannya pada gelas kaca. Ia lakukan hal tersebut agar ia bisa mengevaluasi performanya dan mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.
...----------------...
Ketika hari seleksi tiba, Heyra merasa cukup gugup dan tegang. Namun, dengan tekad yang kuat, Heyra mencoba untuk mengatasi rasa gugupnya dan berusaha tampil sebaik mungkin. Namun hari itu ada sesuatu yang tak diduga Heyra akan terjadi.
"Semangat ya Heyra!" Vindra memberi semangat kepada Heyra sebelum masuk ke ruang seleksi bersama dengan siswa-siswa lainnya.
"Ya, makasih ya Vindra, doain aku moga lulus seleksinya," balas Heyra dengan senyuman.
Setelah mengucapkan salam semangat untuk terakhir kalinya, Heyra segera memasuki ruang seleksi meninggalkan Vindra diluar ruangan sendirian.
Sebelumnya, ruang yang akan digunakan untuk seleksi pidato adalah ruangan kelas 7. Namun sudah ditata sedemikian rupa sehingga bagian depan ruangan sudah tersusun rapi meja bersama kursi aluminium lipat yang nantinya akan digunakan sebagai tempat duduk juri. Di bagian belakang sudah tersusun rapi kursi-kursi kayu yang disediakan untuk tempat duduk para peserta.
Heyra merasa jantungnya terpompa cepat. Ia perlahan berjalan menuju belakang dan mencari tempat duduk yang nyaman untuk ia tempati. Setelah menemukan tempat yang pas, Heyra segera duduk dan mencoba meredakan ketegangan di dalam dirinya.
Heyra menatap sekeliling dan melihat peserta lain juga tengah menunggu giliran. Di leher mereka sudah terpasang kalung bernomor yang nantinya akan menjadi nomor urut mereka maju seleksi. Heyra sudah mengambil nomornya sebelum memasuki ruang seleksi. Ia mendapatkan nomor urut 15.
Beberapa di antara peserta terlihat cemas seperti dirinya, sementara beberapa ada yang terlihat santai.
Heyra mulai merenung dan mengingat nasihat dari orang-orang terdekatnya tentang cara mengatasi rasa cemas. Ia menghela nafas panjang dan menutup mata sejenak, mencoba untuk fokus pada tujuannya hari ini.
Ketika guru penguji memasuki ruangan, suasana langsung berubah. Semua peserta yang awalnya sedikit ricuh segera merapikan diri dan mempersiapkan diri untuk memulai seleksi. Heyra merasakan adrenalinnya meningkat dan mencoba untuk mengontrol perasaannya. Ia memastikan bahwa dirinya dalam kondisi siap.
Heyra mengambil nafas dalam-dalam lalu menatap lurus ke depan. Ia tahu bahwa seleksi hari ini adalah kesempatan besar baginya untuk membuktikan bahwa dirinya bukan anak yang bodoh. Walaupun ia tidak memiliki bakat dalam matematika, setidaknya ia memiliki kemampuan di bidang lainnya.
Heyra hendak membuka ponselnya dari saku. Namun... Cetuukk! Sebuah gumpalan kertas tiba-tiba mendarat di kepalanya. Heyra mengambil gumpalan kertas tersebut dari lantai lalu melihat ke sekeliling mencari siapa pelaku yang baru saja melempar gumpalan kertas tersebut.
Heyra tak menemukan seseorang yang mencurigakan di sekitarnya, kecuali suara cekikikan samar-samar yang terdengar dari luar ruangan. Heyra mengetahui suara itu sebagai Armando aka Fando and the gengs.
Tak lama setelahnya, tiga pucuk kepala menyembul dari balik jendela kaca yang terbuka. Mereka menatap penuh bahagia ke arah Heyra yang sebaliknya menatap mereka dengan kesal. Fando, Rangga, dan Raymond, adalah nama ketiga anak tersebut.
Fando, Rangga, dan Raymond sudah dikenal sebagai 3 sekawan yang nakal dan suka berbuat onar di sekolah. Sudah banyak kenakalan yang mereka lakukan mulai dari terlambat sekolah sampai masuk ke ruang BK karena menjahili guru dengan menempelkan kertas bertuliskan ‘dicari orang hilang’ di punggung sang guru.
Heyra tak membalas ulah mereka, “Nanti kalo aku bales malah tambah seneng mereka, dasar orang-orang aneh.” Heyra lebih memilih untuk tak menghiraukan celotehan mereka dan berusaha fokus dengan seleksinya. Tapi yang namanya anak nakal tak pernah berhenti untuk mengganggu orang lain.
Mereka terus melempari Heyra dengan gumpalan kertas sampai Heyra sendiri sudah tak tahan dengan mereka. Satu lemparan balasan berhasil mengenai kepala Fando. Namun bukannya berhenti, mereka malah membalas serangan Heyra.
Heyra semakin kewalahan dengan aksi jahil mereka. Namun, ketika mendengar suara Vindra yang memergoki mereka sedang berbuat yang tidak-tidak, Heyra akhirnya bisa bernapas lega sebab anak-anak itu sudah kabur dan tidak mengganggunya lagi.
Beberapa menit berlalu hingga akhirnya nomor urut Heyra dipanggil oleh dewan juri. Sembari membawa secarik kertas berisi garis besar pidato yang akan dibawakannya nanti, Heyra berjalan ke depan dengan perasaan gugup. Sesampainya di hadapan dewan juri, Heyra menghela napas sejenak sebelum memulai pidatonya.
...----------------...
“Gimana tadi seleksinya, lancar?” tanya Vindra selepas Heyra keluar dari ruang seleksi.
“Yahh, lumayanlah, tadi aku agak gugup dikit.” Heyra terkekeh pelan.
“Hm gapapa, yang penting kamu udah berusaha, by the way pengumuman seleksi kapan?”
“Katanya tadi dalam 3 hari udah diumumin hasilnya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments