Jika saat malam selalu sulit mendapatkan waktu berdua untuk mengobrol, karena Orsino sering pulang larut dalam kondisi setengah sadar alias mabuk dan langsung tidur, maka Puella mencoba mencari waktu lain supaya bisa berbicara empat mata dengan suaminya. Dia berusaha mendapatkan itu di pagi hari saat sebelum berangkat kerja.
Puella telah menyiapkan sarapan di meja makan. “Ors, sini, makan dulu,” ajaknya seraya melambaikan tangan dan menarikkan satu kursi untuk suaminya.
Sementara Orsino tengah melipat lengan kemeja supaya naik hingga ke siku, terkesan buru-buru. “Aku ada pertemuan dengan orang penting, Pu. Maaf.” Dia mendekati istrinya hanya untuk mengecup pelipis, lalu pergi begitu saja.
Puella hanya mampu menghela napas. Duduk di ruang makan dengan perasaan yang tak keruan. Pikirannya kembali terisi oleh kalimat dari mertuanya yang mengatakan bahwa Orsino menikahinya karena mencari keuntungan. “Benarkah dia begitu?” gumamnya berpikir sendiri tanpa tahu jawabannya apa.
Hubungannya dengan Orsino semenjak menikah justru terasa hambar. Puella tidak sebahagia dahulu ketika masih menjadi seorang kekasih. Kini ia lebih kesepian. Mau menjadikan suami teman bicara, tapi tak pernah ada waktu, selalu sibuk bekerja.
“Kenapa hidupku sekarang seperti ini, ya?” keluh Puella saat memasukkan sesuap makanan ke dalam mulut.
Buru-buru Puella menggelengkan kepala untuk meralat kalimat tadi. “Jangan mengeluh, Pu. Kau masih lebih enak dibandingkan orang di luar sana.” Dia segera mengingat kalau perjalanan hidupnya telah dilimpahi kekayaan dan keluarga besar penuh kasih sayang. Jadi, menurutnya tak pantas untuk merasa menjadi manusia paling tersakiti, hanya kurang bersyukur saja jika sampai terbesit pikiran begitu.
Puella tetap berusaha mencari cara agar bisa memiliki waktu yang berkualitas dengan suami. Tiga hari telah berlalu sejak saat itu. Kali ini Orsino tumben sekali pulang sore. Ia juga sedang tidak pergi ke rumah mertuanya, entah kenapa Mommy Melly jarang memintanya datang ke sana untuk bersih-bersih.
“Apa sekarang bisa berbicara denganku, Ors? Ada hal penting yang ingin ku tanyakan padamu,” pinta Puella. Ia sembari mencarikan pakaian ganti untuk suaminya.
“Setelah mandi, ya?” Orsino meraih sepasang kaos dan celana pendek santai yang disodorkan Puella. Tidak lupa menyentuh kepala istrinya, lalu mengecup dahi, barulah ia masuk ke dalam kamar mandi.
Puella begitu setia menanti sampai Orsino selesai. Duduk di meja makan tanpa ada hidangan satu pun karena belum saatnya mengisi perut.
Tak lama, Orsino keluar dengan rambut yang basah. Tangannya menggosok bagian kepala menggunakan handuk. Ia ikut duduk di hadapan sang istri. “Ada apa, Pu?”
Sedikit gugup dan ragu menyampaikan. Takut jawaban tidak sesuai ekspektasi, tapi kalau terus diam pun hatinya selalu resah dan tak tahu apa yang sebenarnya membuat Orsino berubah.
“Kita sudah dua bulan menikah, mari evaluasi hubungan ini. Apa kau mau?” ajak Puella. Menurutnya, hal itu penting supaya tahu di mana letak kekurangan dan yang perlu diperbaiki dari sebuah relationship.
Orsino mengangguk. “Tentu.”
Tangan Puella terangkat mempersilahkan suaminya. “Kau dulu, siapa tahu ada yang mau dikatakan padaku. Menilai bagaimana diriku selama menjadi istrimu. Apa yang tidak kau suka dan membuat kita jadi terkesan lebih jauh dari sebelumnya.”
Orsino berhenti menggosok kepala, menyampirkan handuk di leher, lalu sepasang mata terfokus pada sang istri. “Berhentilah menemui mommyku, Pu. Kau tidak perlu berjuang mendapatkan restunya atau dianggap menantu oleh orang tuaku. Biarkan aku yang berusaha melakukan itu.” Tangannya menggenggam Puella, memberikan usapan di bagian kulit yang terasa halus. “Hanya itu yang aku kurang suka. Kau terlalu baik bahkan dengan manusia yang menyakitimu. Aku merasa gagal meratukanmu jika kau masih terus dijadikan pelayan di rumah mommyku.”
Puella tersenyum hangat, lalu mengangguk. “Ada lagi?”
Orsino menggeleng pertanda tidak. “Sekarang giliranmu.”
Menarik udara sedalam mungkin, Puella sudah menyusun kata-kata sejak lama. “Ors, apa kau merasakan kalau sekarang kita terkesan jauh? Maksudku, tidak sedekat saat masih menjadi sepasang kekasih?”
Kepala Orsino menggeleng pelan. Namun, jika istri sampai bertanya hal seperti itu, berarti Puella merasakan. “Aku minta maaf kalau selama ini sering pulang malam.” Genggaman tangannya kian erat dan sedikit menarik tangan Puella untuk ia kecup.
“Bukan hanya itu, Ors. Tapi, kita jarang memiliki waktu berdua, kau sering mabuk-mabukan, dan tidak pernah terbuka denganku jika memiliki masalah. Aku ini istrimu, Ors, jangan sungkan berbagi beban,” tutur Puella.
Orsino menunduk dan ia tidak akan menampik itu. Yang Puella katakan benar. “Aku lelaki, Pu. Tidak enak jika ikut membebankan pada istri. Aku menikahimu bukan untuk ikut pusing,” jelasnya.
“Lalu, kenapa selama dua bulan ini kau terkesan menjauh dariku? Bertemu hanya beberapa jam saja, selebihnya hanya kau gunakan untuk tidur. Kita tinggal satu ruangan, namun bagaikan orang asing.” Puella berbicara dengan tangan mengusap rahang Orsino yang ditumbuhi bulu-bulu panjang karena belum dicukur.
“Aku tidak menjauh darimu, Pu. Ada berbagai hal yang mengganggu pikiranku dan harus ku selesaikan sendiri tanpa melibatkanmu.”
“Tapi, aku ingin ikut andil dalam setiap kehidupanmu, Ors.”
Namun, Orsino menggeleng dan membawa genggaman tangan wanitanya untuk menyentuh pipinya. “Cukup percaya padaku, Pu. Apa pun yang ku lakukan demi kebaikanmu.”
Karena ada sesuatu yang Orsino tidak ingin Puella sampai tahu, tentang perjanjiannya dengan seseorang dan pasti istrinya akan terluka kalau mengetahui hal itu. Lebih baik ia simpan sendiri tanpa melibatkan wanitanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
himmy pratama
perjanjian apa Thor..tlg segera ungkap
2024-04-26
0
Missing you💓🌸
sabar ya puela sabar
2024-02-09
0
❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳
dengan siapa?? marvel kah? atau dengan Dariush??
ada apa ya sebenarnya dengan Orsino??
2023-10-09
0