Part 20

Sejak malam itu Puella tidak lagi menjadi sosok yang sama. Ia menjadi lebih pendiam saat di apartemen, mengabaikan Orsino dan masa bodoh dengan pria itu. Hatinya seakan beku, berusaha tidak mengizinkan diri untuk tersakiti. Juga membangun benteng tinggi dengan suami sendiri. Dia memilih pisah ranjang, padahal usia pernikahan juga baru beberapa bulan.

Sekacau itu memang percintaan Puella. Ia pikir, dengan menikah justru membuat hubungan dengan Orsino semakin hangat dan dekat karena sudah tinggal satu atap. Nyatanya kebalikan dari itu.

Tidak masalah. Puella hanya butuh bertahan sampai mommynya tidak merasakan sakit lagi. Entah sembuh atau berpulang pada Sang Pencipta. Untuk saat ini ia cukup bertahan dalam rumah tangga yang ujungnya pasti perpisahan. Mau diselamatkan pun bagaimana caranya? Mengemis cinta? Meski fisiknya tidak sempurna, tapi Puella masih memiliki harga diri untuk tak melakukan itu.

Puella jadi dingin memperlakukan Orsino. Ia tak pernah bertegur sapa sejak saat itu. Apartemen mereka seketika berubah suram. Walau si pria beberapa kali berusaha mengajak bicara, tapi Puella selalu memilih diam.

Dibandingkan bertengkar, Puella memang lebih suka tak berbicara. Lagi pula Orsino masih sering terlihat keluar bersama Suzan.

“Pu, boleh minta tolong buatkan kopi?” pinta Orsino. Sore itu dia berusaha mendekati sang istri lagi. Rasanya aneh ketika orang yang biasanya ceria dan perhatian tiada tara, mendadak bisu padanya.

Puella tidak memberi jawaban iya atau tidak. Cukup pergi ke dapur, mengambil sebuah cangkir dan membuatkan kopi sesuai permintaan. Dia letakkan ke atas meja makan. Kemudian menyingkir dari hadapan suaminya.

Puella tidak pernah mau terlalu lama di dalam apartemen bersama Orsino, hati terlampau sakit tiap kali menatap suaminya. Selalu terlintas bayang-bayang pria itu tengah bersama Suzan. Walau tak satu kali pun ia dapati suaminya bermesraan secara terang-terangan dengan bercumbu, ciuman atau hal lebih intim lagi di depan matanya, tapi tetap saja yang dilakukan oleh suaminya itu jahat.

“Mau ke mana, Pu? Aku sengaja pulang lebih awal karena ingin berbicara denganmu. Sudah beberapa bulan kau mendiamkanku,” tanya Orsino saat menatap punggung istrinya menuju pintu dan tiada kata pamit.

“Ada urusan.” Sesingkat itu, Puella tidak mau banyak bicara kalau berujung pada pertengkaran dan tak ada penyelesaikan dari masalah rumah tangga mereka.

Orsino menghela napas berat. “Rasanya tak enak hubungan kita sedingin ini, Pu. Kenapa kau harus menjauh dariku secara terang-terangan?” Ia belum menikmati sedikit pun kopi yang ada di depan mata, turun dari kursi dan lekas menyusul. Tangan menahan pintu sebelum berhasil dibuka oleh sang istri.

“Aku hanya ingin menjaga kewarasan, Ors. Kau pikir mudah melihat wajahmu setiap hari?” Kepala Puella menggeleng. “Tidak … hanya ada sakit yang ku rasa. Perselingkuhanmu selalu terbayang tiap mataku menatapmu. Mungkin aku memang tidak sempurna secara fisik, tapi bukan berarti harus mengemis cinta.”

“Tolong jangan begini, Pu.” Orsino menggenggam tangan sang istri. Sorot matanya tersirat rasa bersalah yang amat pekat. “Apa yang ku lakukan demi kebaikan kita, terutama kau. Aku tak ingin—”

Puella menyela sebelum suaminya selesai bicara. “Tidak ada kebaikan dari sebuah perselingkuhan, apa pun alasannya.” Tegas, untunglah darah Dominique dan Giorgio mengalir dalam dirinya. “Jadi, tolong biarkan aku pergi karena mommyku sudah menunggu sejak tadi.”

Orsino bergeser dari pintu, membukakan untuk wanitanya. “Ayo, aku antar. Sudah lama aku tak menjenguk mertua juga.”

Puella tidak menolak, artinya mempersilahkan. Lagi pula orang tuanya juga sering menanyakan tentang Orsino. Jadi, biarkan pria itu ikut bersamanya.

“Aku ambil kunci sebentar, kau tunggu, jangan pergi dulu.” Orsino hendak bergegas ke dalam. Namun, ponselnya berbunyi. Dia tolak, dan memilih masuk untuk mengambil kunci.

Saat Orsino keluar, betapa terkejutnya dia sudah ada Suzan di depan pintu tengah melotot ke arah istrinya.

“Oh … ini yang membuatmu tiba-tiba tak datang ke hotel tempat biasa kita bertemu?” Mata Suzan melirik mengerikan.

Menghela napas malas, Puella tidak mau terlibat dengan pertengkeran yang bisa saja terjadi. “Selesaikan masalah kalian. Kau tak perlu ikut aku pergi ke rumah sakit daripada di sana hanya membuat keributan.” Kakinya melangkah menjauh. Seiring kaki terayun, perasaan untuk Orsino juga perlahan dipaksa harus gugur.

Terpopuler

Comments

himmy pratama

himmy pratama

aku seka kao pu kao perempuan hebat..semua ditanggapi dgn sikap dewasa

2024-04-27

0

Rahmawati

Rahmawati

pue tegar bgt sih

2023-11-21

0

Reina (ira anggraeni)

Reina (ira anggraeni)

pu,,, yang kuat yaa sayang,,, semoga kamu bahagia selalu,,, hadehhhh baru baca udah mengandung bawang ajahhh🥺🥺🥺

2023-11-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!