Part 11

Puella tidak memasukkan ocehan suaminya itu ke dalam hati. Lagi pula Orsino sedang mabuk, pasti tidak sadar dengan apa yang diucapkan. Untungnya masih bisa berjalan sendiri ke dalam kamar. Jadi, dia cukup mengekor di belakang, lalu menyelimuti tubuh yang kini terlentang.

Masakan untuk makan malam tidak tersentuh sama sekali. Puella menyimpan ke dalam kulkas saja supaya bisa dihangatkan untuk sarapan. Barulah ia menyusul ke kamar.

Setiap mau tidur, Puella pasti melepaskan kaki palsu. Dia berada di sisi ujung kiri, sementara sebelah kanan ada Orsino.

Posisi Puella menghadap ke arah suaminya, menekuk tangan untuk dijadikan bantal bagian pipi. Ia susuri setiap wajah Orsino, nampak tidak baik-baik saja. Tapi, sampai sekarang belum tahu apa yang membuat sang pria sampai pulang larut dalam kondisi mabuk, di malam pertama mereka menikah pula.

“Seberat itu masalahmu?” gumam Puella. Membelai rambut lebat Orsino yang terkesan berantakan.

Puella mulai memejamkan mata. Ia berusaha tidur dan tidak memikirkan hal lain tentang suami. Sebagai seorang istri yang baik, dia harus berpikiran positif terhadap pasangan. Mungkin pekerjaan Orsino memang sangat berat dan alkohol sebagai salah satu cara membuat diri supaya tidak stres. Jadi, Puella mencoba memahami posisi sang pria.

Cahaya dari mentari pun mulai menerobos masuk ke dalam kaca. Puella bangun paling awal, sementara Orsino masih terpejam. Tak berselang lama, si pria juga ikut membuka mata dan melemparkan sebuah senyuman.

“Pagi, Pu,” sapa Orsino. Ia menggeser tubuh supaya lebih dekat ke arah sang istri, meraih kepala Puella, lalu mendaratkan kecupan di kening.

“Morning, Ors.” Puella mengusap rahang yang ditumbuhi bulu-bulu kasar. “Bagaimana kepalamu? Pusing? Semalam kau pulang dalam kondisi mabuk.”

Orsino memijat pelipis yang sedikit berdenyut. “Lumayan.” Perlahan merubah posisi menjadi duduk. “Apakah aku melakukan sesuatu denganmu? Atau ada hal-hal diluar kendali saat aku mabuk?” Dia berusaha mengingat kejadian semalam, tapi yang diingat hanya ia mau pulang walau ditawari untuk menginap oleh seseorang.

Puella menggeleng dan ikut duduk juga. Ia raih kedua tangan Orsino dan digenggam erat. “Aku selalu ada untukmu, Ors. Jika kau mengalami kesulitan, sampaikan saja, jangan malu. Sekarang kita sudah menjadi suami istri.”

Orsino tersenyum, menarik tangannya, dan didaratkan ke puncak kepala. Jempol mengusap rambut halus Puella. “Aku pasti katakan padamu, Pu. Tenang saja.” Sayangnya tidak semua permasalahan bisa ia sampaikan. Ada hal-hal yang perlu disembunyikan.

“Oke, kalau begitu aku panaskan makanan, ya? Semalam sudah masak, tapi kau pulang dalam kondisi setengah sadar, jadi aku masukkan ke kulkas saja.” Puella menyeret dirinya supaya ke tepi ranjang.

“Boleh. Aku minta maaf karena malam pertama kita jadi kacau dan kau sendirian sampai tengah malam.” Orsino bergegas mengambilkan kaki palsu milik sang istri. “Ku bantu pakaikan.”

Puella mau melakukan sendiri, tapi Orsino memaksa dan akhirnya ia pasrah, membiarkan sang suami menyatukan kaki palsunya dengan setengah pahanya. “Sudah, jangan dibahas lagi masalah itu.” Dia lebih baik tidak memikirkan kejadian yang telah berlalu. Lagi pula bukan masalah besar juga. Suaminya pergi untuk kerja.

Puella pun keluar kamar dan menuju dapur. Dia menghangatkan makanan, menyiapkan ke atas meja, juga mengambilkan obat pengar.

Siap semua, keduanya pun duduk berhadapan di meja makan. Menikmati sarapan tanpa banyak perbincangan, hingga akhirnya Puella mulai mengeluarkan suara.

“Hari ini aku mau ke rumah mommymu,” beri tahu Puella, sekaligus izin.

Orsino memberhentikan tangan yang hendak menyendok makanan. Mata terlihat terkejut. “Untuk?”

“Mommymu yang memintaku datang ke sana.”

Terlihat Orsino menghembuskan napas khawatir. “Kau yakin?”

Puella mengangguk. “Ya, setidaknya aku harus coba mengambil hatinya.”

Meraih tangan sang istri, Orsino mengusap permukaan kulit yang terasa halus. “Aku minta maaf jika keluargaku sedikit berbeda dan menyusahkan. Kau jadi harus berjuang hanya untuk dekat dengan orang tuaku.”

Selalu ada senyum di wajah Puella, dia tidak pernah menunjukkan ekspresi selain menarik dua sudut bibir. “Hidup itu penuh cobaan, Ors. Bahkan manusia yang terlihat sempurna di luar pun pasti ada kalanya menghadapi kesulitan. Hanya saja apa yang dialami setiap orang itu berbeda, kadar kesanggupan dalam menyelesaikannya juga tidak sama. Jadi, kau tidak perlu merasa bersalah.”

Puella menjeda untuk menepuk pelan punggung tangan suami. “Yakin saja bahwa Tuhan bahwa akan selalu melindungi dan menolong, selama kita jangan sombong pada-Nya. Semudah atau sesulit apa pun yang sedang dialami, berdoalah supaya segala sesuatu dilancarkan. Mungkin tidak dalam waktu dekat langsung terkabul, tapi jangan pernah menyerah untuk terus meminta. Aku percaya jika suatu saat nanti, pasti Tuhan akan membantu permasalahan kita.”

Orsino tidak bisa menimpali lagi. Dia bergeleng karena merasa bahwa yang ia nikahi adalah sosok wanita berwujud malaikat. “Kau tahu? Aku tidak pernah berdoa karena merasa bisa melakukan semuanya sendiri.”

“Tidak pernah berdoa pada Tuhan, sama saja kau adalah orang yang sombong. Segala sesuatu di semesta ini adalah milik-Nya. Kau bisa melakukan apa pun juga atas kehendak-Nya. Jadi, jangan terlalu sombong dan percaya diri karena kau hanyalah manusia.”

Terpopuler

Comments

himmy pratama

himmy pratama

puella baik banget ors.. gmn dgn mu

2024-04-26

0

Rifa Endro

Rifa Endro

this is real life of angel. Yes she is. Puella

2023-07-21

2

kaka_ina

kaka_ina

pdahal pu bijak bngt gini sbar lagi... jgn di sia2 in perempuan spt ini ors...

2023-07-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!