Mobil kembali berhenti di depan sebuah kafe. Sebuah kafe kecil di sudut kota Liverpool. Aku mengikuti dua perempuan itu lagi. Sebuah lift membawa kami ke lantai bawah tanah. Aku tak menyangka kafe sekecil ini memiliki lantai bawah tanah. Saat lift terbuka sebuah lorong panjang. Dinding berwarna abu terbuat dari logam menggiring ke ruangan kaca. Seorang wanita duduk dengan angkuh sudah menunggu di dalam ruang kaca itu. Ada dua orang berdiri di depan ruang kaca, sepertinya penjaga wanita itu. Dua pengawal itu bergeser membiarkan Aquila masuk. Pintu itu otomatis terbuka lalu tertutup setelah Aquila masuk. Chris berdiri sejajar dengan dua orang lainnya. Aku mengikuti Chris. Aquila masuk ke ruang kaca itu.
Aku berdiri cukup lama disana. Aku mencoba menguping pembicaraan keduanya namun aku tak mendengar apapun. Tak ada suara apapun terdengar, benar-benar sunyi. Aku menyadarinya kini. Aquila masuk ke ruangan kedap suara. Pembicaraan mereka pasti penting hingga pengawal saja tidak boleh mendengarnya. Mungkin aku berdiri disini hampir satu jam hingga Aquila keluar. Gadis itu jalan melewati kami berempat. Chris dengan sigap menyusul langkah Aquila, begitu juga aku.
Aquila tak kemana-mana lagi hari ini. Gadis itu kembali ke rumah membuatku tidak melakukan banyak hal hari ini. Ini sedikit pendapatku tentang Aquila. Gadis itu baru tujuh belas tahun tapi tadi aku melihat dirinya yang di akhir dua puluh tahun. Aku mampu melihat kedewasaan di matanya. Dari cara berjalannya yang angkuh seakan mengatakan dirinya memang sudah terlahir untuk menjadi orang terpandang. Butik miliknya menggambarkan keanggunan yang luar biasa. Dari desain pakaiannya, Aquila merupakan orang yang cerdik, dan teliti. Ini tandanya aku harus lebih berhati-hati.
Aku sedang duduk di sofa kamarku saat Chris mengetuk pintu. Dari luar perempuan itu berkata bahwa Auriga memanggilku, dan menunggu di perpustakaan rumah utama. Aku segera beranjak dari sofa dan menemui tuanku satu itu. Rumah sudah gelap saat ini. Hanya cahaya dari luar yang menerangi jalanku. Saat sampai di depan pintu perpustakaan, aku mengetuk terlebih dahulu.
“Masuk!” perintah pria di dalam sana. Aku membuka pintu di depanku lalu menutupnya kembali setelah aku masuk. Kali ini pria itu tak meminum alkohol. Di tangannya menggenggam beberapa kertas.
“Duduklah!” perintah Auriga lagi. Aku duduk di sofa yang berseberangan dengan pria dua puluh tujuh tahun itu.
“Mulai besok kau ikut aku, Chris akan mengambil alih semua tugasmu. Aku sudah melaporkannya ke Tomblor.” Auriga menyampaikan maksudnya langsung tanpa basa-basi. Wajahnya seperti biasa. Datar, dingin, dan angkuh. Aku mengangguk mengerti.
“Malam ini kita berangkat. Kau harus mendengar kata-kataku dengan baik karena nanti kau bukan sekedar pengawal. Kau harus menjadi agen rahasia.” kata Auriga lagi dengan nada rendah setengah berbisik. Suasana terasa mencekam dalam sekejap.
…
Benar saja perkataan Auriga, malam ini juga aku berangkat. Saat ini aku di atas kapal pesiar milik Auriga. Udara malam berhembus dengan lembut namun mampu membuat aku sedikit kedinginan. Awan di atas sana sudah gelap namun tak benar-benar gelap karena di atas sana tersebar banyak bintang. Katanya aku akan berlayar menuju Amerika kemudian di tengah-tengah nanti akan ada beberapa pertemuan di saat itulah aku harus menjalankan dua peran.
“Aquila.” kata Auriga yang tiba-tiba di sebelahku. Aku menengok ke arahnya.
“Bintang di atas itu sedang membentuk rasi Aquila.” katanya sekali lagi. Berbeda dari biasanya, kali ini pria di sebelahku ini berkata dengan lembut, dan penuh kasih. Di tangannya ada gelas anggur dengan isi tinggal seperempat.
“Aquila adalah nama rasi?” tanyaku. Aku tak terlalu mengerti tentang astronomi. Otakku lebih menyukai hal-hal berbau sastra ketimbang astronomi.
“Semua nama anak di keluarga Walsh memiliki nama bintang.” jawab Auriga santai. Aku mengangguk-angguk mengerti.
“Kau tahu? Jika Aquila membuangmu, aku akan mengambilmu, kau memiliki potensi yang hebat!” kata Auriga dengan seringai di ujung bibirnya. Auriga menepuk pundakku beberapa kali.
“Dengan senang hati saya akan mengabdi.” aku membalas Auriga ringan. Laki-laki di sebelahku mendengus.
“Anggaplah aku temanmu, dude! Kau harus menjadi temanku jika sedang tidak bertugas!” kata Auriga lagi kemudian terkekeh. Auriga kembali ke dalam saat anggur di gelasnya habis. Aku menatap langit malam sekali lagi. Sangat indah. Aku terlempar pada perkataan Auriga di perpustakaan tadi.
“Akan ada dua pelaku. Pertama, Charles Andrea. Dia kemungkinan berhubungan dengan kartel senjata asal Rusia. Tugasmu adalah mencari bukti bahwa dia berhubungan dengan kartel. Biasanya Charles membawa sebuah laptop, dan di dalamnya pasti berisi data-data kartel itu, kau harus mendapatkan data itu.” keluarga Walsh memang tercatat selalu menangkap orang-orang yang berhubungan dengan kartel sehingga Pemerintah Inggris mampu membereskan kartel-kartel nakal itu.
“Kedua ada Lyan Andrea. Dia anak Charles. Lyan adalah lawan bisnis Aquila. Kau hanya perlu mencari kode Little Namja miliknya.”
“Little Namja?” tanyaku.
“Ruang rahasia yang ada di bawah kafe milik Lyan.”
“Jadi nama ruangan itu Little Namja?”
“Itu bukan ruangan biasa. Semua datanya disimpan di sana. Tak ada yang mampu menembus firewall Little Namja, aku yakin ada banyak rahasia di sana.” jika kau pernah menonton film Fabricated City, kau pasti mengerti seperti apa kira-kira tempat ini.
“Tak hanya itu! Little Namja sangat mengerikan, ruangan itu akan merekam apapun yang kau katakan.” tidak terlalu mengherankan. Seperti itulah perkataan Auriga. Misi ini benar-benar cukup menantang. Ini pekerjaan pertamaku, dan ini misi pertamaku. Aku tak menyangka akan mendapat pekerjaan seperti ini.
...
Speedboat mendekat pada pesiar Auriga. Dari dek atas aku dapat melihat dua orang dengan enam pengawal berjalan menyeberang ke pesiar ini. Charles terlihat seumuran dengan Thomson sedangkan Lyan masih sama seperti kemarin. Aku tetap berdiri di atas dek kapal hingga semuanya masuk ke dalam kabin. Dari sini aku dapat melihat isi kabin speedboat lawan. Laptop yang hanya diletakkan di atas meja. Setelah memastikan semuanya masuk, aku menyeberang ke kapal lawan. Kapten menyambut diriku.
“Ada yang bisa saya bantu?” kata laki-laki tua ini ramah.
“Tuan Andrea membutuhkan laptop-nya.” jawabku berusaha tetap santai. Pria tua ini mengangguk lalu masuk ke dalam kabin. Aku mengamati sekitar. Delapan orang lawan masih di dalam kabin. Aku dapat melihat CCTV yang menyorot langsung ke pintu di depanku dari pantulan kaca. Aku bergeser menghindari sorotan CCTV nantinya. Tak ada kamera pemantau lainnya. Aku segera kembali ke kapal pesiar. Aku masuk ke kabin yang berbeda dari yang lainnya. Dua ahli komputer sudah menunggu. Segera mereka menyambungkan kabel pada laptop Charles.
“There's a camera in the cabin, should we hack it? In case something happens?” kataku pada Visil, salah satu orang yang duduk di depan laptop. Visil merogoh saku jas mengeluarkan flashdisk.
“There’s an application, you have to install it.” kata Visil. Aku menerima barang kecil itu memasukkannya ke saku celana. Layar yang menyorot kabin pertemuan diadakan menjadi perhatian utamaku kini. Mereka masih sibuk membicarakan perjanjian tentang jual beli ladang di pesisir Irlandia. Dari layar aku dapat melihat Charles memanggil salah satu penjaganya. Sepertinya aku harus segera mengembalikkan laptop ke tempatnya.
“Apa sudah selesai?” tanyaku terburu. Layar masih menunjukkan 86 persen. Oh tidak. Aku memantau keadaan kapal lawan. Sang Kapten keluar dari kabin menuju bagian bawah kapal. Aku segera mengganti jas dengan jaket hitam. Kupasang masker serta topi untuk menutupi wajahku. Layar laptop menunjukkan angka 100 saat aku selesai berganti. Dari layar, kamera pemantau mulai menunjukkan salah satu penjaga bergerak mundur, keluar dari barisan. Aku memasukkan laptop itu ke dalam jaket lalu melompat dari jendela kabin ke kabin kapal lawan.
Aku meletakkan laptop ke meja di dalam kabin sebelahnya aku mengendap ke belakang pintu. Pengawal tadi masuk kemudian mengambil laptop di atas meja lalu keluar. Aku mendekati komputer yang mengatur kerja kapal lawan. Tanganku menancapkan flashdisk pada CPU. Aku memasang aplikasi tersembunyi untuk mengendalikannya.
“It’s Visil, device connected.” suara di telingaku. Aku segera kembali menarik flashdisk yang kupasang tadi lalu keluar melalui jendela kabin lagi. Visil, orang yang berbicara di telingaku tadi sedang mengutak-atik perangkat di depannya. Dia sedang menghapus rekaman kamera pengintai yang merekam diriku. Kini tinggal kode Little Namja. Aku tidak mendapat petunjuk apapun dari Auriga. Aku harus memecahkan ini sendiri.
Saat ini aku di depan laptop mengamati data yang diambil dari laptop Charles. Layar di depanku menampilkan laporan keuangan perusahaan Charles. Sebuah pengeluaran cukup mengejutkan diriku. Tertulis 97 juta dolar Amerika digunakan untuk pengembangan Little Namja. Itu artinya ruang kaca di bawah tanah bukanlah sembarang ruang. Teknologi yang mereka gunakan pasti tidak sembarangan maka dari itu Auriga memerlukan sandi dari ruangan itu. Aku tak menemukan dokumen kartel apapun di data ini. Charles pasti sangat berhati-hati menyimpan data itu. Ini cukup menyulitkan diriku.
“Tamu Sniper pergi.” suara di telingaku kembali. Aku melirik layar kamera pengintai. Tidak ada lagi orang di dalam kabin pertemuan itu. Aku bangkit dari kursi kemudian keluar menuju dek. Dari sini aku dapat melihat delapan orang itu menyeberang kembali ke kapal mereka. Setelah kapal lawan pergi, Auriga mendongak menatapku. Aku masih di dek saat Auriga menghampiriku.
“Bagaimana hasilnya?” tanya Auriga dengan tatapan gelap.
“Tak ada dokumen pembayaran misterius. Kemungkinan dia menggunakan nama lain untuk pembayaran ke kartel atau membuangnya.” kataku melaporkan kemungkinan yang dapat terjadi.
“Little Namja?” tanya Auriga lagi.
“Saya belum mendapatkan petunjuk yang signifikan.” jawabku. Raut wajah Auriga lebih gelap lagi. Tanpa membalas perkataanku, Auriga pergi ke bawah. Aku kembali ke dalam kabin memeriksa lebih teliti data yang kudapat.
Malam sudah cukup larut saat dahaga menyerang kerongkonganku. Aku turun ke kabin bawah untuk mencari air. Aku melalui balkon kapal dalam diam. Aku berbelok untuk menuju dapur kapal, saat inilah aku melihat Auriga sedang berbincang di ponsel. Wajahnya tidak seperti biasa. Raut wajahnya lembut nyaris menangis. Aku tak pernah melihat tuanku seperti itu.
“Night, Chris.” kata Auriga lembut kemudian menutup ponselnya. Aku mundur beberapa langkah. Jadi Auriga sedang berbincang dengan Chris, selembut itu. Apa mungkin Auriga, dan Chris apa sesuatu? Apa ada kemungkinan Chris mendapat perlakuan spesial sehingga dapat bertahan menjadi pengawal Aquila? Aku baru bekerja disini beberapa hari namun banyak hal-hal yang mengejutkan diriku. Setelah mendengar pintu tertutup aku baru kembali melanjutkan langkahku menuju kabin bawah.
Dapur kapal sudah bersih. Aku membuka salah satu lemarinya. Kuambil gelas kaca kemudian mengambil air dingin dari pendingin. Aku kembali ke kabinku sambil membawa gelas berisi air dingin. Aku kembali mengamati layar di depanku hingga malam semakin larut.
Perjalanan menuju Amerika memakan waktu setidaknya sembilan hari di laut. Sembilan hari itu berlalu cukup cepat. Aku menghabiskan hari menelusuri satu per satu data yang kudapat. Membuat berbagai macam catatan. Aku seperti pembuat teori konspirasi. Sembilan hari itu juga, rasi Aquila menjadi pemandangan yang cukup mencerahkan diriku dari berbagai kalutnya pikiranku.
Ini malam terakhir aku di kapal. Subuh nanti aku akan sampai di dermaga pesisir Amerika. Rasi Aquila menemaniku yang bersandar di pagar dek atas kapal. Kali ini aku ditemani anggur merah. Punggungku membungkuk kemudian bertumpu pada pagar besi. Aku membiarkan angin malam menerpa wajahku meninggalkan rasa dingin. Laut kutatap cukup lama.
“R, Mister Auriga, ask you to meet him now,” kata Visil dari tangga dek. Aku mengangguk kemudian Visil pergi. Aku menegapkan diri kemudian turun menemui Auriga.
“Hey, R! Duduklah!” perintah Auriga saat aku di ambang pintu. Ruangan ini sangat elegan seakan ini memang bangunan asli. Ada sofa yang saling berhadapan di tengah ruangan. Lampu ruangan redup namun masih mampu menerangi seluruh ruangan. Aku berjalan masuk kemudian duduk berseberangan dengan Auriga.
“Ini bukan soal Andrea.” kata Auriga lagi. Pria itu kemudian membenarkan duduknya bertumpu pada lututnya.
“Saat kita di Amerika, aku akan menemui selingkuhan Mama. Kemungkinan akan terjadi baku tembak disana. Saat itulah kau harus menjadi pengawalku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
🌸Ar_Vi🌸
thor, penggemar drakor juga ya.. "Little Namja" apakah terinspirasi "mirror" di K2.? dan fabricated city juga muncul di novel sebelumnya " moccachino" 😍😍
2020-12-19
1
Mei Shin Manalu
Likee
2020-08-12
1
𝑺𝒖𝒏𝒔𝒉𝒊𝒏𝒆 🌞
next thor, semangat up!
salam dari ICN. jangan lupa mampir, udah Up ^^
2020-07-30
1