Aku harap diriku di masa depan tidak menyesali ini. Aku menekan bagian atas pena yang kugenggam kemudian membubuhkan tanda tangan pada kertas di depanku. Atasanku tersenyum padaku lalu menjabat tanganku. Aku menarik sedikit bibirku menghormatinya. Yang baru saja ku tanda tangani adalah kontrak kerja. Ini adalah kontrak pertama setelah dua tahun pelatihan. Aku akan bekerja sebagai pengawal pribadi di kediaman Thomson Walsh. Aku akan mengalami masa percobaan tiga bulan barulah setelah tiga bulan mereka akan memutuskan untuk memperpanjang kontrak menjadi satu tahun atau tidak. Keluarga Walsh sering berganti pengawal. Satu tahun belakangan keluarga Walsh terus berganti pengawal. Tidak seluruhnya, hanya satu. Aku tak tahu apa yang terjadi karena tutup mulut adalah salah satu isi kontrak itu.
Aku kembali ke kamar asrama yang kutempati selama ini. Aku membereskan barang-barangku. Aku mengamati rak buku di dinding kamarku. Aku sangat suka membaca buku tentang cerita fantasi terutama. Aku tak mungkin membawa buku-buku ini ke tempat baru nanti. Aku mulai memasukan buku-buku itu ke kardus termasuk album foto. Satu-satunya album foto yang aku punya. Sekarang bukan waktunya menjadi melankolis.
Setelah membereskan barang-barang aku di kamar duduk di atas kasur. Matahari masuk jendela yang terbuka. Aku berharap keputusanku untuk masuk ke tempat ini tidak akan kusesali. Saat ini aku akan bekerja. Mengerjakan hal yang kusukai, melindungi orang lain.
Kembali aku berkelana ke dua tahun yang lalu. Dua hari setelah aku wisuda di Akademi Seni Korea. Semuanya lenyap. Villa yang ditempati keluargaku beserta isinya. Api berkobar di depan mataku sendiri melahap nyawa kedua orang tua yang sudah membesarkanku. Aku tak ingin lagi menjadi aktor setelahnya. Aku meninggalkan kehidupan yang sudah kutata baik-baik. Dengan semua yang tersisa aku memutuskan untuk terbang ke Inggris dan masuk ke sekolah pengawal. Jadi disinilah aku.
Pagi ini aku dijemput dengan sedan hitam. Dari mereknya saja aku tahu bahwa ini bukan mobil murah. Ada seorang supir, dan seorang lainnya saat aku masuk ke mobil. Keduanya menggunakan setelan jas hitam. Dari wajahnya aku dapat menebak mereka memiliki keturunan asia. Seingatku kediaman Walsh memang kebanyakan menerima orang asia. Jika pelamar dapat menggunakan Bahasa Indonesia akan lebih diutamakan. Aku beruntung lahir, dan besar di Indonesia. Tak ada percakapan apapun di dalam mobil membuat perjalanan yang memakan waktu lama menjadi membosankan.
Kini aku berdiri di dermaga kayu di pinggir Liverpool. Matahari belum sampai di atas kepala. Udara bertiup malu-malu menerbangkan rambutku. Sebuah speed boat yang cukup mewah mendekat. Dua orang bersamaku tadi naik lebih dulu. Aku tak tahu kemana mereka membawaku. Dari informasi yang kudapat sejauh ini, kediaman Thomson Walsh berada di London. Pasti ini kediaman yang lainnya. Orang penting seperti keluarga Walsh tak mungkin diam di rumah yang dipublikasikan.
Sebuah dermaga kecil perlahan terlihat. Dari kejauhan aku dapat melihat beberapa pria dewasa berdiri di dermaga itu. Aku yakin pria yang berdiri paling depan adalah Thomson Walsh. Pria itu memiliki wajah asia. Tubuhnya masih bugar di usia yang tidak lagi muda. Dibandingkan pria lain disana Thomson sedikit lebih pendek namun tidak menutupi auranya. Thomson menghampiriku saat aku turun dari speedboat. Bibirnya tersenyum tipis kemudian menjabat tanganku.
“Kamu pasti Robert.” kata Thomson menggunakan bahasa Indonesia masih menjabat tanganku. Dari logatnya orang akan mempercayai bahwa Thomson adalah orang Indonesia. Thomson bukan orang asli Indonesia. Seingatku mendiang istrinya adalah orang Indonesia maka dari itu Thomson bisa fasih berbahasa Indonesia.
“Senang bertemu dengan Anda, Pak!” sapaku ramah. Setelahnya langkahku dituntun ke sebuah ruangan. Ini perpustakaan pribadi sepertinya, dapat kulihat dari dinding yang dipenuhi buku. Ruangan ini sangat sejuk membuat siapa saja akan betah. Jendela-jendela besar menambah keindahan ruangan ini.
“Duduklah!” perintah Thomson saat kami di ruangan itu. Aku duduk di sofa yang berada di tengah ruangan. Ada sebuah map hitam di atas meja yang tepat berada di depanku.
“Baca itu!” perintah Thomson sambil menunjuk map hitam itu. Aku membukanya kemudian membaca kertas yang ada di dalamnya perlahan.
“Kau akan terikat kontrak disini selama tiga bulan, setelahnya aku akan mengevaluasi kerjamu, jika aku menyukainya kau akan melanjutkan selama sembilan bulan.” kata Thomson selagi aku membaca kontrak itu. Seharusnya aku bisa menjalani isi kontrak ini dengan mudah.
“Kau juga akan punya partner kerja.” kata Thomson lagi. Aku mendongak menatapnya.
“Tugasmu adalah melindungi Aquila, dan partner-mu, partner-mu bertugas untuk mendampingi Aquila, Kau mengerti?” lanjut Thomson. Raut wajahnya berubah serius. Aku mengangguk masih dengan memegang map hitam. Aku meletakkan map yang kupegang ke atas meja lalu menandatanganinya dengan pulpen yang sudah ada di atas meja sedari tadi. Thomson tersenyum puas melihatku.
“Baiklah, kau boleh keluar. Harry akan menunjukan ruanganmu.” usir Thomson halus. Aku bangkit dari sofa kemudian mengangguk sopan pada Thomson lalu berjalan ke pintu.
Saat aku keluar, pria yang bersamaku tadi sudah berada di depan pintu dengan seorang perempuan seumuranku. Keduanya menggunakan setelan jas hitam. Tanpa berkata keduanya berjalan menyusuri lorong. Rumah ini sangat luas. Aku berjalan menuju gedung lainnya. Rumah yang mengusung tema minimalis namun sangat besar. Beberapa dinding terbuat dari kaca. Kini aku ada di sayap kanan rumah.
Aku diberikan kunci sendiri untuk kamarku. Saat masuk barang-barangku sudah disana. Ruangan ini tiga kali lebih besar dari kamar di asrama. Semua fasilitas yang diberikan lebih dari cukup. Tidak mungkin pengawal sebelumnya keluar karena kurangnya fasilitas, aku jadi bertanya-tanya seperti apa Aquila hingga membuat banyak pengawal menyerah.
“Ini ruangan Anda, dan ini adalah partner kerja Anda. Semua akan dijelaskan oleh Nona McKenzie, saya permisi.” kata laki-laki yang sepertinya bernama Harry kemudian keluar kamar. Perempuan yang tersisa kemudian menghempaskan diri ke sofa yang ada di kamar. Perempuan itu kemudian membuka map biru yang ada di tangannya.
“Robert Prayanto, 24 tahun, kelahiran Indonesia….” ucap perempuan itu datar.
“Siapa namamu?” potongku.
“Chris, Christina McKenzie.” jawab perempuan itu lebih datar.
“Apa itu?” tanyaku mempertanyakan map yang dipegangnya.
“Pekerjaanmu.” katanya lalu menyodorkan map biru itu. Aku mengambilnya lalu meletakkannya di atas kasur.
“Siapa panggilanmu?” tanya perempuan itu lebih datar lagi.
“Robert.” jawabku.
“Terlalu panjang.” ucap perempuan itu lagi. Perempuan itu berpikir sejenak lalu kembali berkata, “Lebih baik R (dibaca : ar).” aku menatapnya.
“Aku Chris (dibaca : kris).” katanya sambil mengulurkan tangan. Aku menjabat tangan perempuan itu, Chris. Chris lalu beranjak dari sofa.
“Pelajari isi map itu!” perintahnya sebelum keluar kamar.
Aku memperhatikan sekitar. Kubongkar semua barangku. Aku tak menyangka dapat menyimpan buku-buku di tempat kerja. Aku merapikan semua barangku. Bahkan tempat ini lebih dari kata nyaman untuk seorang pengawal. Pintu kamarku diketuk. Aku membukanya. Itu Chris.
“Kau harus bertemu dengan Nona Aquila sekarang, pakai jas kerjamu, ada di lemari.” kata Chris. Aku kembali masuk ke kamar kemudian membuka lemari. Ada sepuluh setelan jas. Aku memegangnya takjub. Dari bahannya saja ini bukan murahan. Aku segera berganti baju kemudian keluar.
Setelah menyusuri lorong yang menghubungkan rumah utama, dan sayap kanan, sampailah aku di sebuah pintu. Sebuah pintu putih dibuka di depanku. Seorang gadis duduk di ujung meja. Dia sangat menawan, siapapun akan terpesona saat pertama melihatnya termasuk aku. Aku mempertahan wajah tegasku. Aku, dan Chris masuk ke dalam ruangan. Gadis itu masih sibuk dengan buku di tangannya.
“Nona.” sapa Chris sopan. Gadis itu mendongak lalu menatap diriku lembut sesaat kemudian berubah menjadi datar, lebih datar daripada Chris.
“Ini pengawal baru itu?” tanya gadis itu angkuh dengan buku di salah satu tangannya. Alisnya dinaikkan satu seakan menantang. Mungkin itu penyebab tidak satupun pengawal mampu bertahan. Aku tidak menyangka jika gadis itu sendiri penyebabnya.
…
SURAT PERJANJIAN KERJA
No. 1/PA/004
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Robert A.A. Prayanto
Alamat : 21, Walmer St. Hereford
Pada hari Senin, 1 Juni 2009, dengan memilih, dan mengambil Aquila Mansion sebagai tempat kerja. Nama yang tercantum di atas setuju untuk mengikat diri dalam Perjanjian Kerja dengan syarat, dan ketentuan sebagai berikut.
Pasal I
Lama Perjanjian
Pekerja bersedia bekerja selama 3 (tiga) bulan sebagai masa percobaan kerja. Kelanjutan masa kerja akan ditangguhkan kembali setelah masa percobaan kerja habis.
Jika pekerja mengundurkan diri sebelum masa percobaan kerja habis, pekerja akan ditanggungkan denda sebesar Rp. 12.500.000 (dua belas juta lima ratus ribu rupiah).
Pasal II
Tempat Tinggal dan Jam Pekerja
Selama terikat dalam Perjanjian Kerja, pekerja akan tinggal di Aquila Mansion yang bertempat ini Walsh Private Island 04, Irish Sea.
Pekerja tidak boleh meninggalkan Aquila Mansion tanpa seijin Thomson Walsh, atau Harry Tomblor kecuali dalam menjalankan tugas.
Pekerja akan bekerja selama dua puluh empat jam dalam tujuh hari.
Pekerja dapat beristirahat saat Nona Aquila di dalam kamarnya atau diijinkan.
Pekerja harus bekerja saat sewaktu-waktu diperlukan.
Pasal III
Deskripsi Kerja
Selama terikat Perjanjian Kerja, pekerja diharuskan menyelesaikan pekerjaan yang sudah dibebankan (lampiran).
Pasal IV
Larangan
Dalam menjalankan tugas pekerja dilarang untuk sebagai berikut.
Melakukan kontak fisik tanpa ijin dari yang Nona Aquila Walsh.
Pergi dari lokasi tanpa seijin Thomson Walsh, atau Harry Tomblor.
Menggunakan bahasa selain Indonesia, dan Inggris.
Membuat keputusan diluar ijin Thomson Walsh.
Larangan yang dibuat di luar Surat Perjanjian Kerja dapat diberlakukan jika diperlukan
Pasal V
Hak Pekerja
Selama melakukan tugasnya, pekerja dapat dengan bebas menggunakan fasilitas yang disediakan kecuali fasilitas pada rumah utama.
Penambahan fasilitas dapat diberlakukan jika diperlukan
Pasal-pasal di atas dapat ditambah atau dikurangi sewaktu-waktu jika diperlukan.
Walsh Private Island 04, 1 Juni 2009
Yang bersangkutan
Robert A.A. Prayanto
Aku bertanya-tanya mengapa orang membuat kontrak jika sewaktu-waktu mereka dapat merubahnya. Setelah sekian lama berpikir, aku mengerti. Itu karena mereka orang berada yang ingin semua berjalan sesuai keinginannya.
Menurutku membuat kontrak hanya membuatmu terlihat pengecut. Mengapa? Karena kau takut menghadapi kemungkinan yang tidak pasti. Kau terlalu takut menjadi kalah. Kau terlalu takut apa yang kau percayai selama ini ternyata salah. Bukankah hidup seperti itu? Tidak ada yang pasti. Kau harus maju, dan menghadapi apapun yang ada di depan. Bukan membuat sesuatu untuk memastikan bahwa ada kambing hitam yang bisa kau salahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Ni Ketut Artini
tulisanmu bagus,,no typo
2021-03-02
1
Mei Shin Manalu
Wooww rapi tulisannya
2020-08-12
1
Mommy Queen
Aku mampi ya Thor, udah Ku like juga.
2020-07-26
1