Stella memeluk tubuhnya sejalan dengan langkahnya menyusuri kebun teh milik orang tuanya. Wanita itu menarik napas dalam-dalam, mengisi rongga pernapasannya dengan udara segar pedesaan.
Berada di kampung halaman beberapa hari belakangan rupanya betul-betul mampu menenangkan pikiran Stella. Meski kepingan hatinya yang telah dihancurkan Garry belum dapat disembuhkan, setidaknya kini Stella sudah tak begitu murung lagi.
Bukan mengurung di kamarnya, kini Stella lebih sering menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan di sekitar rumah atau di kebun teh seperti apa yang dia lakukan saat ini. Menyatu dengan alam di sekitarnya berhasil menenangkan pikiran Stella yang kalut.
Di sisi selatan perkebunan, ada sebuah sungai yang mengalir.
Stella melangkahkan kakinya ke sana, lalu duduk di salah satu batu besar yang terletak di tepi sungai sambil meletakkan kakinya ke dalam air sungai, membiarkan air menyapu telapaknya.
Wanita tersebut tersenyum lebar seraya memejamkan matanya. Bertahun-tahun tinggal di perkotaan untuk menuntut ilmu, Stella sudah lama sekali tidak merasakan ketenangan yang hanya bisa dia dapatkan di pedesaan.
Membuka mata, Stella pun menatap jam tangannya. Sekarang sudah pukul empat sore. Ia pun beranjak berdiri dan bergegas untuk pulang.
“Kau dari mana saja, Stella?”
Pertanyaan Dini menyambut kedatangan Stella.
Stella menoleh, lalu menghampiri kedua orang tuanya yang sedang duduk santai di sofa ruang keluarga.
“Aku tadi pergi ke perkebunan, lalu ke sungai sebentar,* jawab Stella. “Nostalgia. Dulu aku sering bermain di sungai sebelum aku berangkat ke kota.”
Anton terkekeh. “Sini, duduklah. Ibumu memasak ubi panggang tadi. Rasanya lezat sekali,” puji Anton sembari menjinjing satu mangkok berisi ubi panggang buatan sang istri.
Stella mengangguk, lalu duduk di samping Anton dan menyambar satu potong ubi panggang buatan ibunya.
“Bagaimana? Lezat?” tanya Dini.
“Lezat sekali, Ma. Makanan buatan Mama memang juara!” balas Stella sambil mengangkat dua jempolnya.
Stella, Dini, dan Anton pun menghabiskan sore dengan mengobrol sambil menikmati ubi panggang buatan Dini.
Di tengah-tengah perbincangan asyik mereka, tiba-tiba saja Stella terdiam. Dini yang pertama menyadari hal tersebut lantas menyikut perut suaminya dan dengan tatapan matanya ia menyuruh suaminya menatap ke arah Stella.
“Stella, kau banyak diam setelah pulang. Apakah kau yakin tidak ada apa-apa denganmu?” tanya Anton, membuat Stella sontak saja menoleh ke arahnya.
Stella menggigit bibir bawahnya, ragu apakah dia akan bercerita atau tidak. Tapi, sejujurnya Stella pun sudah sempat berpikir jika dia akan menceritakan tentang masalahnya dengan Garry kepada orang tuanya. Stella hanya bingung untuk mencari waktu yang tepat. Dan mungkin ... sekarang adalah waktunya.
Dini meraih tangan Stella, lalu menggenggamnya.
“Kau tahu kalau kau boleh bercerita tentang apa pun kepada kami, bukan? Kami adalah orang tuamu. Kami pasti mau mendengarkan keluh kesahmu, Sayang,” ucap Dini sambil tersenyum lembut.
Mendengar pernyataan ibunya, Stella trenyuh. Hatinya bergetar sementara bibirnya melengkung ke atas membentuk sebuah senyuman. Ia merasa terharu dengan ucapan ibunya.
“Apakah kau dan Garry—”
“Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kami, Pa, Ma,” ujar Stella cepat, memotong ucapan ibunya.
Dini dan Anton terkejut saat mendengar ucapan Stella. Sepasang suami istri itu bertukar pandang, kemudian menatap Stella bingung. Baru saja mereka hendak menanyakan tentang kelanjutan hubungan Stella dan Garry, justru berita perpisahan yang mereka dapatkan.
“Apa yang terjadi, Stella? Kalian sudah berpacaran selama tiga tahun. Mama yakin jika kau tidak mungkin ingin berpisah jika tidak ada alasan yang kuat,” tanya Dini.
Stella menghela napas panjang. “Aku memiliki alasan, Ma. Tapi, jika aku bercerita kepada kalian, berjanjilah jika kalian tidak akan marah?”
“Memangnya apa alasanmu, Stella?” timpal Anton, menyipitkan matanya sambil mengusap dagunya.
“Garry berselingkuh,” jawab Stella.
Dini dan Anton terkesiap. Mata mereka melebar saat mendengar hal itu. Mereka sempat ragu dengan ucapan Stella sebab mereka sudah mengenal Garry cukup lama. Namun, mereka sadar jika putri mereka tidak mungkin menuduh seseorang tanpa bukti yang jelas.
“Sejak kapan?” tanya Anton.
“Aku tidak tahu sejak kapan.” Stella mengedikkan bahunya, lantas melanjutkan kalimatnya, “Yang jelas, beberapa hari lalu aku memergoki Garry sedang bercinta dengan seorang wanita. Lebih parahnya lagi, wanita itu adalah sahabatku sendiri, Feby.”
Orang tua Stella tampak terkejut mendengarnya. Mereka ikut kesal dengan Garry. Ingin rasanya mereka memaki Garry yang telah berani menyakiti putri mereka.
“Berani-beraninya dia menyakitimu! Apakah dia lupa jika kau selalu ada untuknya selama ini?” cerca Dini, kesal bukan main dengan apa yang telah dilakukan oleh Garry.
“Lalu, apakah kau sudah mengakhiri hubungan kalian?” sahut Anton.
Stella menggeleng. “Belum. Aku berniat untuk membalas rasa sakitku kepada Garry dulu sebelum aku mengakhiri hubungan kami, Pa.”
Anton tersenyum. “Apa pun keputusanmu, kami akan mendukungmu, Stella.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Dar Pin
bagus Stella buat Gery menyesal sudah mengkhianatimu👍👍
2023-06-19
2