Setelah seharian bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, pertahanan Stella akhirnya runtuh juga. Stella menatap pantulan dirinya dari cermin, menatap bagaimana air mata perlahan turun dari sudut matanya yang sudah memerah.
Bohong jika Stella berkata kalau dia tidak menahan tangis selama acara ulang tahun Bella berlangsung. Menyadari jika selama ini dia terlalu buta sampai-sampai tak bisa melihat bagaimana Feby dan Garry selalu bertukar pandang bahkan saat dirinya ada di antara mereka membuat Stella kecewa dengan dirinya sendiri. Oh, bahkan orang buta pun pasti bisa melihat hal itu semua. Sayangnya Stella tak hanya buta, dia juga bodoh sampai bisa dikelabui oleh dua orang tersebut.
“Bodoh! Kenapa aku tidak pernah curiga dengan hubungan mereka?” gerutu Stella sambil menepuk-nepuk pipinya.
Luka di hati Stella kian meradang setiap kali dia mengingat kejadian malam tadi. Saat melihat Garry dan Feby tengah bercinta, jujur saja Stella sangat ingin menarik paksa tubuh mereka supaya terpisah. Tapi, di sisi lain Stella sadar jika itu semua tak akan ada gunanya. Garry dan Feby pasti tidak akan merasa bersalah kepadanya apalagi sampai menyesali perbuatan mereka.
“Lihat saja kalian berdua, aku pasti akan membalas rasa sakit ini bahkan berkali-kali lipat!” seru Stella.
Tatapan matanya menyorotkan kebencian. Rasa sakit dan kekecewaan yang berpadu di dalam hatinya membuat hatinya perlahan mengeras. Mulai hari itu, Stella bersumpah kalau Garry dan Feby akan menyesal karena sudah mengkhianati kepercayaannya.
Keesokan harinya ....
Stella yang sudah yakin akan melupakan Garry pun mulai menyingkirkan barang-barang pemberian Garry dan memasukkannya ke dalam satu kardus yang nanti akan dia simpan saja di lemari. Awalnya, Stella berniat untuk membuangnya. Namun, karena tak mau Garry curiga dengan dirinya, Stella hanya menyingkirkan barang-barang itu dari pandangannya. Setidaknya jika nanti Garry menanyakannya, Stella masih bisa beralibi.
Keputusan Stella untuk tidak langsung memutuskan hubungannya dengan Garry mungkin adalah keputusan terbaik. Lagi pula, hanya dengan cara ini dia akan lebih leluasa untuk membalaskan dendamnya.
Pandangan Stella terhenti pada sebuah foto yang berada dalam genggamannya. Foto tersebut adalah foto paling bersejarah di dalam hubungan asmaranya dengan Garry. Itu adalah foto yang diambil setelah kencan pertama mereka dan mereka resmi berpacaran.
Stella tersenyum kecut. Kebahagiaan yang terpancar di foto itu sayangnya sudah tidak dapat menghidupkan getaran di hati Stella lagi. Kini, segala sesuatu yang berhubungan dengan Garry hanya akan membawa luka di hati Stella.
“Ck! Untuk apa aku melihat foto ini. Tidak penting sekali,” gerutu Stella lalu melempar foto tersebut ke dalam kardus.
Setelah membereskan semua barang yang berhubungan dengan Garry, Stella tersenyum puas. Kini, di kamarnya tidak ada satu lembar foto pun tentang hubungannya dengan Garry. Jangankan foto, kado pemberian Garry yang biasanya dapat terlihat di bagian sudut kamar kos Stella pun juga kini sudah tidak ada sejauh mata memandang.
“Sekarang kamarku terlihat jauh lebih baik,” ucap Stella lalu menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Baru saja ia hendak memejamkan mata, dering ponselnya terdengar. Stella lantas meraih ponselnya yang berada di nakas. Dahinya berkerut samar saat melihat nama Feby tertera di layar ponselnya.
‘Untuk apa dia meneleponku?’ batin Stella dalam hati.
Malas, Stella tetap mengangkat panggilan tersebut.
“Halo, Feby. Ada apa?” tanya Stella datar.
“Stella, apakah kau jadi melamar di perusahaan Garry?” tanya Feby, suaranya terdengar begitu riang saat bertanya demikian. *Kau ingat, ‘kan, kalau kita berniat untuk bekerja di perusahaan yang sama dengan Garry?”
“Aku belum mengirimnya. Aku masih ingin bersantai dulu dan menikmati masa lulusku,” balas Stella.
Di seberang sana, Feby tersenyum senang. Dia merasa bahagia lantaran dia yang lebih dulu mengirimkan surat lamaran ke perusahaan tempat Garry bekerja. Dia tak sabar untuk bisa semakin dekat dengan Garry setelah mereka bekerja di tempat yang sama nantinya.
“Ah, sayang sekali. Padahal aku sudah mengirimnya,” ucap Feby basa-basi. Padahal, dalam hatinya dia sangat senang karena dia bisa lebih mudah berdekatan dengan Garry jika Stella tidak ada.
Stella memutar bola matanya. ‘Tentu saja kau sudah mengirimnya. Kau pasti ingin berdekatan dengan Garry terus,’ cibir Stella dalam hati.
“Baguslah. Semoga saja kau diterima di sana.”
Setelah mengatakan hal tersebut, Stella mematikan sambungan telepon mereka.
Sementara itu, di sisi lain Garry tengah gelisah di ruang kerjanya. Pria itu terus menatap ponselnya, menunggu pesan singkat Stella masuk.
Biasanya, dia selalu mendapat pesan singkat dari Stella berupa perhatian dan Stella yang menanyakan bagaimana harinya. Tapi, hari ini dia sama sekali tidak mendapatkan pesan singkat itu. Stella bahkan belum menghubunginya setelah mereka bertemu kemarin di acara ulang tahun Bella.
“Ada apa dengan Stella? Kenapa dia tidak menghubungiku?” tanya Garry.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Andi Syafaat
lanjut👍
2023-07-15
0
Riska Fatihica
kayak nya Gerry sudah sadar bahwa Stella sekarang sudah berubah....tapi karena ke egois nya dia terus menyangka l perasaan nya....
2023-07-07
0
tia
masih blom sadar gery klo dia sendiri berkhianat …thor up dobel dong ♥️
2023-06-14
1