Suara denting peralatan makan yang beradu terdengar. Sepasang suami istri saat ini tengah menikmati makan malam mereka sembari membicarakan tentang putri semata wayang mereka yang sudah lama pergi ke perantauan untuk meniti karier di ibu kota setelah mendapatkan gelar sarjana. Tampak, sang istri sedari tadi hanya mengaduk-aduk makanannya seraya sesekali menghembuskan napas lelah.
“Ma, apakah ada yang mengganggu pikiranmu? Dari tadi aku lihat-lihat kau hanya membolak-balik makananmu. Satu suap saja tidak masuk ke mulutmu. Ada apa?” tanya Anton, sang suami.
Dini, istri Anton mengedikkan bahunya.
“Entah kenapa perasaanku tidak enak, Pa,” jawab Dini.
Dini dan Anton adalah orang tua kandung Stella yang tinggal di kampung. Tinggal berjauhan dengan sang putri jujur saja bukanlah hal yang mudah bagi mereka, mengingat jika Stella adalah seorang wanita. Kadang, jika belum mendapatkan kabar dari Stella, pikiran mereka akan menjadi awut-awutan. Mereka akan merasa khawatir setengah mati, takut jika hal buruk terjadi pada putri mereka.
“Tidak enak bagaimana, Ma?” tanya Anton sambil menyipitkan matanya.
Dini meletakkan peralatan makannya di atas meja, lalu menatap sang suami dengan tatapan sayu. Dari tatapan matanya, tampak sekali jika wanita tersebut sedang kalut.
“Aku merasa jika saat ini Stella sedang tidak baik-baik saja, Pa,” jelas Dini. “Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Tapi, hatinya rasanya tidak tenang, Pa.”
“Ma, tidak perlu khawatir. Papa yakin kalau semuanya baik-baik saja,” balas Anton seraya tersenyum lembut.
Anton meraih tangan sang istri, lalu menggenggamnya dengan erat. Genggaman tangan Anton menyalurkan ketenangan di hati Dini. Dini yang awalnya tampak gusar kini bisa sedikit lebih tenang. Meski sorot matanya masih menunjukkan kekhawatiran, setidaknya wanita itu sudah bisa mulai menenangkan diri.
“Sudah dua hari Stella tidak memberikan kabar, Pa. Biasanya, Stella selalu memberikan kabar setiap hari, Pa. Aku jadi khawatir kalau ada sesuatu yang terjadi dengan anak itu,” ungkap Dini.
Anton mengerti tentang kekhawatiran yang dirasakan oleh istrinya. Karena itu, Anton berusaha sebisa mungkin untuk menenangkan sang istri.
“Ma, Stella merantau tidak seorang diri. Dia tinggal di kota yang sama dengan Garry dan juga Ane. Aku yakin kalau memang ada sesuatu yang terjadi kepada Stella, pasti Garry dan Ane sudah mengabari kita,” jelas Anton, memberikan pengertian kepada Dini.
“Tetap saja hatiku tidak tenang kalau aku belum mendapatkan kabar langsung dari Stella. Perasaanku benar-benar tak tenang, seperti ada sesuatu yang salah.”
Anton tersenyum. “Kau tenang saja, Ma. Aku yakin Stella pasti baik-baik saja. Dia sudah tumbuh menjadi wanita yang kuat, dia pasti bisa menjaga diri di perantauan,” balasnya. “Ada Garry dan Ane yang sudah berjanji akan menjaga Stella juga, ‘kan, di sana? Jadi, lebih baik kita di sini doakan saja yang terbaik untuk Stella supaya dia selalu dalam lindungan Tuhan.”
Helaan napas terdengar keluar dari bibir Dini. Wanita tersebut lantas menganggukkan kepala dengan lemah. “Baiklah, Pa. Aku akan mencoba untuk tidak khawatir lagi dengan kondisi Stella.”
Anton tersenyum lebar sambil mengusap-usap punggung tangan Dini, senang sebab istrinya kini sudah jauh lebih tenang.
Di balik tembok yang memisahkan antara ruang keluarga dan ruang makan, tanpa Anton dan Dini sadari, ada seseorang yang bersembunyi di sana dan telah mendengar semua yang dibicarakan oleh orang tuanya.
*****
Beberapa jam yang lalu ....
“Stella, jika kau ingin kembali ke kampung, aku bisa menemanimu,” ucap Ane.
Wanita itu memandang Stella dengan tatapan iba, dia tidak tega jika harus membiarkan Stella menempuh perjalanan seorang diri dalam keadaan tengah bersedih seperti ini.
Stella tersenyum tipis. “Kak Ane tidak perlu menemaniku. Aku bisa pulang sendiri, Kak,” balasnya.
“Aku tidak mungkin tega membiarkan kau pulang sendiri, Stella.”
Stella terkekeh kecil, lalu menggeleng.
“Kak, Bella membutuhkan Kak Ane di sini. Jika Kak Ane ikut denganku, apakah nanti Kak Damar tidak akan ikut curiga? Rencanaku untuk menyembunyikan perselingkuhan Garry dan Feby bisa gagal kalau Kak Damar ikut terlibat,” terang Stella.
Ane menghela napasnya. “Kau benar.” Wanita itu tersenyum lebar. “Sekarang yang harus menjadi prioritas utama kita adalah dirimu. Kau harus menenangkan diri dan menjernihkan pikiranmu terlebih dahulu, Stella.”
“Iya, Kak.”
“Lalu, kapan kau akan pulang?”
Stella mengedikkan bahunya. “Aku juga belum tahu, Kak. Yang jelas, sih, secepatnya.”
Stella dan Ane kembali mengobrol ringan. Beberapa menit kemudian, Ane pamit karena dia harus mengantar Bella ke tempat kursus.
Setelah Ane pulang, Stella buru-buru memesan tiket penerbangan untuk segera pulang ke kampung halamannya. Ia yakin sekali kalau Garry akan datang ke kosnya sepulang bekerja. Stella masih enggan untuk bertemu dengan Garry. Maka dari itu, dia pun memutuskan untuk segera pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Andi Syafaat
lanjuuuuut👍
2023-07-15
0