Stella menarik kopernya menyusuri sudut bandar udara. Wanita itu menatap tiket yang ia genggam sambil tersenyum kecut. Tak pernah terpikirkan olehnya jika dia akan berada di titik di mana dia akan kembali ke rumah orang tuanya tanpa membawa sebuah kabar bahagia.
Saat ia akan pergi merantau, Garry sempat datang ke rumah orang tuanya untuk meminta izin sekaligus meyakinkan orang tua Stella jika dia akan selalu menjaga Stella. Jika bukan karena Garry dan Ane, pastinya sampai detik ini orang tua Stella tak akan memberikan izin untuk putri mereka pergi ke tanah perantauan.
Sayangnya, janji Garry untuk selalu menjaga Stella tak dapat ditepati oleh pria itu. Bahkan saat ini, Stella harus kembali ke kampung halaman dengan membawa luka yang ditorehkan oleh Garry di hatinya.
Drrtt ... Drrtt ....
Dering suara ponsel Stella terdengar. Stella meraih ponselnya dari saku celana. Saat melihat siapa yang menelepon, tanpa ragu dia menolak panggilan tersebut lalu mematikan ponselnya supaya Garry tidak bisa mengganggunya lagi. Ya, yang menghubunginya adalah Garry. Stella sudah terlalu muak dengan pria itu sampai-sampai dia tidak mau untuk sekadar mendengar suara Garry.
“Maaf, Gar. Aku melakukan semua ini karena kau sudah sangat mengecewakanku,” gumam Stella lalu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti akibat telepon dari Garry.
Karena tak ingin pikirannya semakin kacau setiap kali dia mengingat tentang perselingkuhan Garry dan Feby, wanita itu terpaksa harus melarikan diri sejenak. Untuk sementara waktu, dia akan kembali ke rumah orang tuanya dan menenangkan diri di sana. Hanya itu satu-satunya cara supaya hatinya bisa tenang kembali, yaitu dengan tidak melihat wajah Garry dan Feby dalam waktu dekat.
Dari ibukota ke kampung halamannya, hanya butuh waktu kurang dari dua jam dengan menggunakan pesawat. Stella menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya sebelum dia turun dari pesawat.
Keluar dari bandara, Stella langsung mencari taksi yang akan mengantarkannya ke rumah orang tuanya.
Sepanjang perjalanan, Stella menatap ke luar jendela sambil memandang jalanan yang ia lalui. Melihat bagaimana suasana di kota ini membuat Stella perlahan melupakan masalahnya dengan Garry. Kini, wanita tersebut justru sedang tak sabar untuk bertemu dengan orang tuanya. Stella tak pernah tahu jika dia ternyata begitu merindukan tanah kelahirannya dan dia baru menyadarinya saat ini.
“Mama dan Papa pasti terkejut saat melihatku,” gumam Stella sambil tersenyum lebar.
Di jalan, barulah Stella kembali menyalakan ponselnya. Dia tersenyum kecut. Lagi-lagi dia mendapati ada banyak sekali panggilan tak terjawab dari Garry.
“Kalau saja kau tidak melakukan itu di belakangku, aku mungkin akan dengan senang hati mengangkat telepon darimu, Gar,” cicit Stella sambil menatap nanar nama Garry di ponselnya.
Stella menggeleng-gelengkan kepala, lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas. Untuk saat ini, dia sedang tidak ingin memikirkan tentang masalahnya dengan Garry. Dia pulang untuk mencari ketenangan, jadi Stella akan berusaha keras untuk menghindari hal-hal yang hanya akan membuat pikirannya semakin pusing.
Jika saja Garry menepati janjinya untuk selalu mencintai Stella dan melindungi Stella, mungkin semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Tapi, sepertinya Garry terlalu bodoh sampai-sampai tanpa sadar dia kehilangan seseorang yang sangat tulus mencintainya.
“Kita sudah sampai,” ucap sopir taksi seiring dengan injakan di rem.
Stella mengangguk. “Pembayarannya sudah saya bayar melalui aplikasi, ya, Pak,” ucap Stella, lalu keluar dari dalam mobil setelah mengucap terima kasih.
Stella tersenyum lebar sambil menatap rumahnya. Ia merasa senang karena akhirnya ia bisa kembali menginjakkan kaki di rumah yang sangat dia rindukan.
“Selamat malam, Non Stella. Ya Tuhan, kenapa tidak ada kabar kalau Non Stella akan pulang? Sebentar, Non. Aku akan memanggil Tuan dan Nyonya,” cerocos ART yang menyambut kedatangan Stella di rumahnya.
“Tidak perlu, Bi. Aku ingin membuat kejutan untuk Mama dan Papa,” balas Stella sambil tersenyum. “Di mana Mama dan Papa?”
“Tuan dan Nyonya sedang makan malam, Non. Kalau begitu, biar aku bantu untuk membawa kopernya ke kamarmu, Non,” balas ART tersebut.
Stella mengangguk lalu berjalan menuju ke ruang makan. Sayup-sayup dia mendengar percakapan orang tuanya. Stella pun memutuskan untuk bersembunyi di balik tembok pembatas ruang tengah dan ruang makan.
Mata Stella berkaca-kaca saat dia mendengar ibunya berkata jika dia merasa kalau Stella sedang tidak baik-baik saja. Stella pun menenangkan diri sambil terus menarik napas panjang supaya air matanya tidak keluar. Setelah berhasil menenangkan diri barulah Stella keluar dari tempat persembunyiannya.
“Mama, Papa, aku sangat lapar. Aku rindu dengan ayam goreng tepung buatan Mama,” ucap Stella, mengejutkan orang tuanya dan membuat Anton dan Dini sontak saja menoleh ke arahnya.
“Stella, kau pulang, Sayang?” tanya Dini, lalu berjalan cepat menghampiri putrinya dan memeluknya dengan erat. Tak mau kalah, Anton pun juga melakukan hal yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments