Tiga puluh menit kemudian, Stella sudah berdiri di dalam lift apartemen Garry. Ia berdiri tak tenang sambil terus meremas ujung blus yang ia kenakan. Jantungnya berdetak kencang seiring dengan rasa takut yang terus menghantuinya.
Seharusnya, Stella tidak sekhawatir ini. Seharusnya, Stella bisa lebih percaya kepada Garry. Namun, entah kenapa, setelah bermimpi melihat Garry berselingkuh dengan sahabatnya, Stella jadi tak tenang. Ia seolah mendapatkan pertanda buruk dari mimpinya.
Ting!
Stella menelan salivanya, kemudian melangkah keluar dari lift. Langkahnya terasa begitu berat mendekati pintu apartemen Garry. Tidak seperti di dalam mimpinya, kali ini Stella tidak mendengar suara aneh atau ******* dari luar apartemen. Tapi, hal itu tak membuat Stella tenang sama sekali.
Stella memandang pintu apartemen Garry kemudian mengetikkan sandi pintu apartemen tersebut yang tak lain adalah tanggal hari jadi mereka. Begitu pintu apartemen terbuka, jantung Stella nyaris berhenti berdetak.
Ia mendengar suara dari arah kamar Gerry. Ia pun dengan langkah mengendap-endap berjalan menuju ke sana untuk memastikan. Perlahan, ia membuka pintu kamar Garry, berharap jika semua ini hanyalah ketakutannya saja.
Mimpi buruk Stella menjadi nyata. Gadis itu menutup mulutnya dengan sebelah tangan supaya teriakan tak lolos dari bibirnya. Matanya memanas, hatinya terkoyak. Ia benar-benar tidak menyangka jika apa yang terjadi di dalam mimpinya akan terjadi di dunia nyata.
Di dalam kamar itu, Garry tengah berhubungan dengan sahabat Stella, Feby. Dua orang itu tampak sibuk memuaskan satu sama lain sampai-sampai tidak sadar dengan kehadiran Stella.
Hati Stella hancur. Tiga tahun ia membangun hubungan dengan Garry rupanya sia-sia. Tidak ada satu pengorbanan pun yang berarti di mata Garry karena nyatanya ... Garry justru memilih untuk mencari cinta dari perempuan lain.
‘Kenapa ... Kenapa kau melakukan ini kepadaku, Garry?’ tanya Stella dalam hati.
Air mata Stella mengalir deras di pipi, tapi dia berusaha sekeras mungkin supaya isak tangisnya tak keluar sebab dia tidak mau dua orang pengkhianat itu mendengar suaranya dan menyadari keberadaannya.
Melihat apa yang terjadi di depan matanya, Stella tak tinggal diam. Gadis itu pun mengambil ponsel dari tas, lalu merekam kejadian tersebut sambil menahan tangisnya. Stella mungkin memang sangat mencintai Garry, tapi Stella bukanlah gadis bodoh yang akan memaafkan kesalahan Garry. Dia akan menjadikan rekaman tersebut sebagai bukti pengkhianatan yang dilakukan Garry dan Feby.
‘Kalian benar-benar tega sudah menyakitiku,’ batin Stella.
Stella cukup lama berdiri di sana sambil merekam perbuatan dua orang yang paling dia percaya hingga akhirnya dia muak untuk melihat itu semua. Gadis itu pun memutuskan untuk pergi sebelum Garry dan Feby menyadari kedatangannya.
“Garry, stop!” ucap Feby, lalu menahan tubuh Garry supaya tidak bergerak lagi. Gadis itu menahan Garry yang berada di atas tubuhnya, kemudian melirik ke arah belakang Garry. Ia mengerutkan dahinya, bingung.
“Ada apa, Feb? Kenapa kau memintaku untuk berhenti?” tanya Garry, lalu menoleh ke belakang sebab dia melihat Feby memandang ke arah pintu kamarnya. “Apa yang kau lihat?”
Feby menggeleng. “Aku tadi seperti mendengar suara pintu dibuka,” jawab Feby lirih. “Apakah mungkin Stella datang?”
Garry terkekeh. “Kau ini bicara apa? Mana mungkin Stella datang ke apartemenku tengah malam begini. Pergi ke toilet sendirian di malam hari saja dia takut, apalagi malam-malam begini,” balas Garry acuh tak acuh.
“Gar, tapi aku tadi benar-benar mendengar suara pintu dibuka. Aku akan memeriksanya,” ucap Feby.
Garry menahan tubuh Feby yang hendak beranjak dari tempat tidur, lalu menyambar bibir gadis itu hingga Feby kembali terbuai dengan sentuhannya. “Shh, kau hanya takut saja. Tenanglah, tidak ada siapa-siapa di apartemen ini selain kita berdua. Lebih baik, sekarang kita selesaikan permainan kita tadi,” ujarnya untuk menenangkan Feby.
Tapi, lagi-lagi Feby menghentikan gerakan tubuh Gary. “Aku harus memastikan kalau Stella benar-benar tidak datang,” ucapnya.
Garry memutar bola matanya, lalu mendengus. “Baiklah, aku akan memeriksanya,” ucapnya, lalu turun dari tempat tidur.
Dengan malas pria itu membuka pintu kamarnya lebar-lebar supaya Feby bisa melihat jika tidak ada siapa-siapa di apartemen Garry selain mereka berdua.
“Kau lihat? Tidak ada siapa-siapa, bukan?” tanya Garry.
Feby terkekeh. “Maaf, Garry. Aku hanya khawatir saja,” ucapnya. Feby lantas merentangkan tangannya, seolah ingin memeluk Garry. “Kemarilah!” Ia berseru.
Dengan seringai nakalnya, Garry menutup pintu dan kembali ke atas tempat tidur. Tanpa basa-basi lagi pria itu pun kembali menyerbu tubuh Feby karena ia sudah tidak sabar untuk kembali menikmati tubuh elok gadis itu.
Melihat Feby yang sudah kembali terbuai dengan sentuhan mautnya, Garry tersenyum miring, kemudian kembali menjamah tubuh indah gadis itu. Suara ******* dan lenguhan kembali memenuhi kamar Garry. Garry dan Feby saling menyentuh, menjamah, dan menuntut kepuasan. Mereka tidak peduli jika ada seseorang yang akan terluka akibat perbuatan mereka, karena saat ini mereka hanya memikirkan tentang kepuasan yang mereka dapatkan dari satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Riska Fatihica
sungguh gerry dan feby pasangan yang cocok sama... sama penghinyanat...jadi sekarang kamu harus bangkit dan buang pacar seperti Gerry yang sudah berhiyanat itu....
2023-07-07
0