“Stella, buka pintunya!”
Seseorang berseru sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar kos Stella. Raut wajahnya tampak khawatir dengan kerutan di dahinya. Ia sudah berdiri di sana kurang lebih sepuluh menit, namun belum juga ada jawaban dari dalam. Maka dari itulah dia khawatir sebab dia takut kalau terjadi sesuatu dengan saudaranya tersebut.
Cklek!
Pintu akhirnya terbuka.
Tampak Stella keluar dengan mata sembab dan wajah yang tampak merah seperti tomat. Melihat itu, tentu saja Ane langsung panik dan khawatir.
“Stella, apakah kau baik-baik saja?” tanyanya khawatir.
Stella menggeleng.
Mengerti dengan bagaimana kondisi Stella, Ane pun menarik Stella ke dalam dekapannya. Meski ia tidak tahu bagaimana rasanya berada di posisi Stella, sebagai sesama wanita, Ane tahu jika Stella pasti sangat terluka. Hubungan Stella dan Garry bukanlah hubungan seumur jagung. Mau bagaimana pun Stella menyangkal rasa sakit yang dia rasakan, hatinya pasti menjerit kesakitan.
“Ayo, kita masuk. Tidak enak kalau ada orang lain yang melihat,” ajak Ane.
Stella dan Ane pun masuk ke dalam kamar kos Stella. Di dalam, Stella langsung meluapkan segala kepedihan yang menguasai jiwanya. Hatinya hancur berkeping-keping setiap kali dia mengingat tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh Garry dan Feby.
“Aku masih tidak menyangka kalau Garry tega melakukan ini semua kepadaku, Kak,” ucap Stella di sela isak tangisnya. Mata sembabnya menatap Ane, memancarkan kesedihan yang mendera hatinya. “Selama ini dia tidak pernah menunjukkan kalau dia merasa bosan kepadaku.”
“Stella, Kakak tahu kalau hal ini pasti sangat berat untukmu. Tapi, apa mau dikata? Justru bukankah hal ini bagus? Artinya Tuhan masih mau menolongmu dengan menunjukkan wajah asli Garry. Setidaknya kau mengetahui itu semua sebelum kalian memiliki hubungan yang serius, bukan?”
Ane benar. Stella seharusnya bersyukur karena Tuhan masih berbaik hati padanya. Akan jauh lebih menyakitkan jika Stella mengetahui hal ini setelah mereka menikah atau bahkan memiliki anak. Stella pasti akan jauh lebih sulit untuk menyembuhkan rasa sakitnya.
“Aku hanya tidak habis pikir kenapa dia melakukannya dengan Feby, Kak. Feby adalah sahabatku dari kami masih sekolah. Kenapa dia tidak berselingkuh dengan orang lain saja?” lolong Stella.
Ane tersenyum lembut. “Stella, mungkin selama ini Feby memang bukan teman yang tulus kepadamu. Kau hanya tidak menyadarinya saja. Perselingkuhan tidak dilakukan karena sebuah paksaan, Stella. Jika Feby bersedia melakukannya dengan Garry, apalagi sampai sejauh itu, artinya memang Feby bukanlah teman yang baik,” jelas Ane.
Sebagai seseorang yang usianya lebih matang dari Stella, Ane tidak terlalu terkejut jika Feby tega menusuk Stella dari belakang. Di zaman sekarang, sangat sulit mendapatkan teman yang tulus. Dan pengkhianatan, biasanya tak datang dari orang yang jauh. Tapi, akan datang dari orang terdekat.
“Apakah ada yang kurang dariku, Kak? Apakah aku kurang cantik? Kurang pintar? Kurang sempurna?” cicit Stella.
Ane menggeleng, lalu memegang pundak Stella.
“Tidak ada yang kurang darimu, Stella. Perselingkuhan tidak terjadi karena kekurangan seseorang. Tapi, karena memang pelakunya saja yang tidak tahu caranya bersyukur,” terang Ane. “Jika kau mau, aku bisa melabrak mereka berdua. Aku pun tidak terima melihatmu terluka seperti ini.”
Stella menggeleng. “Jangan, Kak. Aku akan memikirkan apa yang akan aku lakukan nanti. Tapi, aku rasa aku ingin pulang kampung untuk sementara waktu.”
“Aku mengerti. Lebih baik kau pulang dan tenangkan dirimu dulu, Stella. Apa pun keputusanmu, aku pasti akan mendukungmu,” balas Ane.
Stella pun memeluk Ane dengan erat sambil terus menggumamkan kalimat ‘terima kasih’.
Ane melepaskan pelukan mereka saat dia mendengar suara dering ponsel Stella.
“Kau tidak mau mengangkat panggilan itu?”
Stella mengedikkan bahunya. “Dari tadi Garry meneleponku. Tapi, tidak aku angkat,” jelasnya, lalu mengusap air matanya.
“Angkatlah panggilan itu. Jangan sampai Garry curiga,” ucap Ane.
Stella mengangguk, lalu mengangkat panggilan tersebut.
“Halo, Stella? Kau ada di mana?” tanya Garry detik di mana Stella mengangkat panggilan tersebut.
“Aku di kosan. Ada apa, Gar?” balas Stella malas.
Diam menyelimuti keduanya selama beberapa saat. Di sini, Stella menunggu Garry berbicara. Sementara di sisi lain, Garry menunggu Stella memberikan penjelasan tentang kenapa Stella tidak menghubungi Garry seharian ini.
Karena tak ada yang bersuara, Garry pun akhirnya membuka bibirnya kembali.
“Bagaimana dengan surat lamaranmu? Apakah kau sudah mengirimnya?” tanya Garry.
“Belum.”
“Kenapa?”
“Aku masih belum berniat bekerja.”
“Apakah kau yakin?”
“Ya.” Stella memutar bola matanya. Dalam hati dia menggerutu dan berkata jika dia malas bekerja dengan Garry dan Feby. “Aku tutup dulu teleponnya, aku mengantuk.”
“Tapi, ak—”
Tut.
Stella mematikan panggilan tersebut tanpa menunggu Garry menyelesaikan kalimatnya.
Sekarang sudah tidak ada lagi Stella yang perhatian dan penuh kasih sayang. Pengkhianatan yang dilakukan Garry dan Feby membuat Stella enggan untuk memerhatikan Garry seperti sedia kala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Riska Fatihica
gerr apakah kamu sekarang sudah sadar apa belum... sebentar lagi Stella akan segera memutuskan hubungan dengan mu....
2023-07-07
0