"Elea!"
Elea terduduk di sisi dinding penyekat, ia melungkrahkan lututnya saat dunia yang ia anggap selalu berpihak padanya diruntuhkan oleh nyata yang tertanam di baliknya.
Dua film Ezra yang akan rilis, rupanya ikut menjadi alasan kenapa pria itu sampai mau menikahinya. Ezra mungkin tak mau mengalami kerugian jika sampai filmnya tak jadi ditayangkan hanya karena skandal.
Dua bulan lagi dari sekarang, sisa waktu yang Ezra gaungkan. Miris... Dirinya bukanlah Cinderella, tapi masih wanita bayaran di mata Ezra.
Wanita yang di bayar dengan liburan, rumah, mobil, uang cash, bahkan kartu hitam, dan kesembuhan kakaknya, untuk sebuah sandiwara pernikahan sang aktor ternama.
Angan yang sempat mengatakan bahwa Ezra lelaki yang setia, mau menerima apa adanya, bahkan peduli dan begitu mencintainya, Elea harus percaya bahwa itu hanya tipuan belaka.
Di balik rayuan, perlakukan, serta senyum manis yang Ezra kepakkan selama ini, tersimpan rencana licik yang menjijikan.
Elea menutup matanya, sementara napas yang sulit sekali dia taklukkan terus membuat dirinya bergemuruh layaknya manusia sakau.
Inginnya mampu menghancurkan seisi gedung, menenggelamkan dua makhluk biadab yang telah menyakiti hatinya. Lantas bagaimana caranya, bahkan, untuk bernapas saja sangat sulit Elea lakukan.
"Elea, Lo kenapa?"
Arif bukan tidak tahu apa yang membuat Elea sedemikian lara-nya, Arif hanya memastikan apa yang Elea alami setelah nyata pahit yang wanita itu dapati.
"Bawa Gue pergi dari sini, Rif." Bergetar hebat suara Elea, tubuhnya menggigil seketika.
Harapan yang pernah ia lambung tinggi-tinggi, telah jatuh bahkan melesak hingga menembus kerak bumi.
"Please, bawa Gue pergi dari sini." Arif yang panik, ia bergegas meminta bantuan pada staf bar untuk membawa Elea ke kamar hotel mereka.
...,.'--'.,,.'--'.,,.'--'.,....
"Ada apa ribut-ribut di luar?" Ezra bertanya pada waiters yang menjamu ruangan VVIP-nya dengan makanan-makanan Eropa.
Pria bertato berpakaian serba hitam dengan lengan baju yang di lingkis itu mendongak menatap Ezra setelah menyiapkan mejanya.
"Ada staf kami yang mengalami dyspnea, Tuan. Tapi, tidak perlu khawatir, sekarang gadis itu sudah di bawa keluar oleh staf lainnya."
"Oh..."
Ezra manggut-manggut. Tapi entah kenapa, ia menjadi teringat istri yang dia tinggalkan di dalam kamar hotel lantai atas.
"Kamu sudah merindukannya? Kita bahkan baru bertemu, Za." Rigie tertawa samar saat kekasihnya tiba-tiba mengeluarkan ponsel hanya untuk melayangkan pesan teks pada kontak bercoret Elea.
Ezra melirik kecil, ia terdiam sejenak menatap Rigie dengan ekor matanya. "Aku hanya ingin memastikan, Elea tidak ke mana pun."
"Jelas kau khawatir." Rigie terkekeh-kekeh meremehkan kekasihnya. "Aku bisa melihat sesuatu yang berbeda dari mata mu, Za," tambahnya. "Dari kecil kita sama-sama, aku tahu seluruh ekspresi yang ada pada mu!"
Ezra meneguk saliva. Bagaimana jika memang benar dia mengkhawatirkan dan menyukai Elea. Tidak, jangan sampai itu terjadi, karena dia hanya berniat menjadi suami Elea dua bulan lagi saja dari sekarang.
Yah, Ezra akui, untuk sementara waktu, dia memang menikmati setiap kebersamaan yang indah dan manis dengan Elea, tapi tetap saja, Elea di matanya hanya sekedar jajan.
"Dia di sini bersama ku, dunia mengenalnya sebagai istri ku, aku tidak mau dia berbuat macam-macam, itu saja." Ezra menafikan kegelisahannya.
Rigie harap, kebenaran yang diucapkan oleh kekasihnya. "Kamu harus ingat Eza, kamu yang selalu mendoakan nasib buruk ku, kamu juga yang menyuruhku bercerai dari Om Danu, aku tidak mau kau mengecewakan aku hanya karena orang baru di dalam hidup mu!" lirihnya berkaca-kaca.
Ezra mengangguk, ia merangkul kepala Rigie, mengusapnya secara pelan. "Kamu tahu, aku milik mu."
...,.'--'.,,.'--'.,,.'--'.,....
Udara pagi Swiss cukup menyenangkan, terlebih di musim panas. Elea membuka mata, dari kemalasan bantal ia bergeming menatap melayangnya kain vitrase yang terselampir di jendela kamar hotelnya.
Dekapan lelaki menghangatkan tubuh mungilnya, lengan kekar membelenggunya, terasa ada endusan juga yang menikmati aroma damai di leher jenjang miliknya.
"Bee..." Hati Elea mencelos. Jika kemarin bisikan sayang itu terasa menyejukkan, kini seperti ada serpihan garam yang mengenai lukanya, sangat pedih dirasakan.
"Kamu tahu, semakin lama, aku semakin candu padamu, terima kasih, barusan sangat luar biasa, Sayang." Kembali, Ezra mempererat pelukannya, menghirup lebih dalam lagi aroma manis yang menguar dari tubuh dan rambut istrinya.
Bukan gombalan semata, Ezra memang merasa semakin hari Elea semakin pandai menyenangkan dirinya. Terutama dua hari ini, Elea begitu berhasrat saat membuatnya melayang-layang di atas ranjangnya.
"Kamu nggak syuting?" Elea menggeser posisi tubuhnya, menatap wajah Ezra yang masih terpejam malas. "Sudah dua hari kamu nggak ke mana pun."
"Memang tidak." Ezra menggeleng tanpa membuka mata yang masih tampak kantuk.
"Sudah selesai syutingnya?"
"Hmm." Ezra mengangguk seraya melekatkan kembali dekapannya. "Aku tidak mau melakukan apa pun selain bersama mu."
Elea tersanjung, tentu dengan akting yang Ezra Laksamana lakoni. Tidak salah jika pria itu bisa kaya raya karena keahliannya.
"Bee." Ezra membuka mata, lalu mengangkat kepalanya untuk menatap manik Elea yang menjawab dengan gumaman kecil.
"Besok kita sudah harus pulang ke Indonesia, gimana kalau seharian ini kita keliling kota, kita cobain sesuatu yang seru," ajak Ezra.
"Apa?"
Ezra terkekeh. "Bercinta di kereta," bisiknya.
Elea mengangguk beberapa kali, ia juga tersenyum. "Ide yang bagus."
Elea memang selalu membuat Ezra seperti raja yang bertahta. "Bee..." Dia belai surai lurus istrinya menatap bibirnya lekat-lekat.
"Belum ada seorang pun yang bisa membuat ku nyaman seperti mu, asal kau tahu."
Elea terkekeh. "Dan tidak ada aktor tampan yang sehebat akting mu, asal Bee tahu," sambungnya.
Ezra terkikik kecil, Elea memang selalu mampu membuat dirinya betah berlama-lama bicara, terlebih jika sudah urusan di ranjangnya, Elea selalu yang terbaik.
"Kalau begitu. Aku mandi dulu." Ezra pamit, berkali-kali ia mengecup gemas bibir lembut istrinya sebelum benar-benar beranjak ke kamar mandi.
Setenggelamnya Ezra di balik pintu sana, Elea duduk, dia lalu berdiri dan berjalan pelan menuju jendela kamarnya.
Pandangannya menerawang. Di seberang balkon sana, ada sepasang suami istri juga yang tengah memadu kasih.
Ia jadi berpikir, apakah hanya dirinya yang dibohongi suaminya, atau mungkin wanita di seberang sana pun sama, hanya belum mengetahui saja.
Mengingat hal tersebut, seketika tangan mungil yang tak mungkin menyakiti siapapun itu, kini mengepal kuat hingga terlihat guratan merah dan hijau dari otot-otot halusnya.
Binar kecewa yang teramat dalam masih melingkupi wajahnya. "55 hari lagi dari sekarang Bee, akan aku ikuti mau mu, suami ku," gumamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Erna Wati
bodoh ya ezra masih nunggu rigie yang udah bersuami bodoh
2024-09-27
0
Abie Mas
ezra please ngapain harus balik ke rigie bekas org mending sm istrimu
2024-08-25
1
🌸Ar_Vi🌸
kuras semua hartanya Ezra..
2024-08-16
0