Tahanan Adik Kaisar
Ada satu hari dan dua kematian terjadi. Kekaisaran Donjin, seorang laki-laki dieksekusi mati dengan cara meminum racun akibat percobaan melakukan pembunuhan terhadap kaisar. Sebelumnya ia telah dikunci di dalam sel tahanan selama berbulan-bulan hingga kaisar menjatuhinya hukuman mati.
Sementara itu, di sebuah kota masa depan yang jauh dari abad kekaisaran, seorang wanita narapidana harus dihukum mati akibat melakukan korupsi besar-besaran hingga merugikan negara. Sekelompok polisi berbaju besi yang tahan terhadap timah panas dan memegang sebuah senapan, berdiri berjajar di sebuah balkon dalam bangunan persegi yang tidak terlalu tinggi. Di tengah-tengah ruangan bawah, terdapat seorang narapidana yang duduk di kursi kayu dengan mata tertutup dan tangan yang diikat.
Tidak ada pesan terakhir yang hendak disampaikannya. Ia tinggal di sebuah panti asuhan dan mengadu nasib ke dunia politik namun malah merugikan negara. Ia akhirnya dijatuhi hukuman mati atas perintah presiden.
Suara letupan senjata api mulai terdengar di telinganya. Panas. Ia bahkan tidak mampu bernafas saat timah panas itu menembus jantungnya hingga membuatnya berdarah-darah. Perlahan matanya terpejam. Buram kelihatannya hingga akhirnya semua berubah menjadi gelap.
Teng! Teng! Teng!
Suara bel yang berasal dari sebuah kuil perlahan terdengar. Ia membuka matanya. Semula, pemandangan di sekitarnya tampak putih kelam. Sepertinya ia jatuh ke dalam neraka dingin yang mampu mengelupas kulitnya sampai ke tulang. Ia merasa tubuhnya sangat ringan dan mulus sekali seperti bayi. Tempat yang ditidurinya pun terasa sangat empuk. Aroma dupa menyengat dimana-mana dan suara tangisan orang-orang terdengar seperti sedang mengunjungi tempat kematian.
”Aku harus bangun sekarang.”
Dia berusaha bangun dan duduk dari tempatnya. Anehnya, tempat tidurnya ini mirip sekali dengan peti mati sebelum dilakukan kremasi. Ia duduk dan memperhatikannya sekitar.
Mata emasnya terbuka, menatap orang-orang yang duduk bahkan bersujud di depannya. Mereka semua memakai pakaian putih yang biasa orang-orang adat gunakan untuk upacara kremasi. Ekspresi yang mereka lakukan juga tampak nyata tanpa editan. Bangunan yang menjadi tempat kejadian perkara ini pun juga terbuat dari kayu asli dan bukannya properti biasa.
”Jam berapa sekarang? Apa aku ketiduran dan tidak menghadiri ekseskusi?” dia bingung dan berusaha mengingatnya lagi.
”Ohh, Su Yeo! Kau masih hidup?!” seorang wanita berparas cantik yang memakai pakaian putih itu berjalan menghampirinya.
”Su Yeo? Dia tidak salah menyebut namaku yang seharusnya Su Yeoun?” batinnya.
Wanita itu semakin terharu saat menyentuh kulit Putranya bernama Xiao Su Yeo. Dia menangis terharu lalu memeluknya erat di atas peti matinya. ”... Syukurlah Su Yeo! Kau belum mati. Ibu sangat khawatir padamu.” ucapnya penuh haru.
”Tunggu! Tunggu! Hentikan itu nona! Namaku bukan Su Yeo tapi Su Yeoun! Kau pasti salah orang!” Su Yeo langsung menjauhkan dirinya dengan wanita yang mengaku sebagai Ibunya.
”Su Yeo, apa maksudmu? Aku ini Ibumu, Eun Ji. Kamu yang salah mengira aku ini orang lain.” ucap Eun Ji sembari menenangkannya.
”Ahh, kenapa wanita ini keras kepala sekali.” batinnya. ”... Ahh, tunggu dulu! Kenapa tadi suaraku sangat berbeda dari milikku? Apa mungkin pita suaraku rusak dan diganti dengan pita suara yang lain?"
Su Yeo mulai melihat dirinya sendiri dimulai dari kedua lengannya yang tampak lebih kurus dari miliknya. Ia mulai menduga kalau ia adalah korban dari percobaan terlarang manusia yang menggantikan anggota tubuh dengan manusia yang lain. Ia bahkan juga menyentuh rambutnya yang sekarang terasa sangat lembut dan halus seperti baru saja selesai mandi. Padahal sudah berbulan-bulan ia tidak pernah keramas bahkan mandi dengan serius.
”Aneh sekali. Ada apa denganku? Kenapa aku jadi seperti ini?” Su Yeo semakin bingung dan mencoba untuk pingsan tetapi ia tidak bisa melakukannya. Ia berpikir ini adalah mimpi. Namun, saat ia mencubit pipinya sendiri, rasa sakitnya nyata sekali. Ia seolah telah berganti tubuh dengan seseorang yang hidup di waktu yang lain.
”Kemana dia?! Aku dengar anak itu masih hidup meski sudah meminum racun!” ucap seorang laki-laki dengan tegas dan berani sembari membawa beberapa bala tentara lengkap dengan pedang dan pakaian zaman kuno mereka.
”Kemana senapan yang biasa mereka gunakan untuk mengamankan seorang narapidana?! Apakah sudah ada undang-undang tentang larangan pembebasan penggunaan senjata api?! Ahh, bisa kuno kalau ada negara yang menerbitkan undang-undang semacam itu. Mereka tidak akan bisa berperang dari jarak jauh selain menggunakan busur dan panah. Itu pun kalau mereka memiliki ketapel pasti bisa lebih mudah digunakan.” batin Su Yeo menatap mereka bingung.
Laki-laki besar yang memakai baju zirah yang terbuat dari besi dan tahan terhadap pedang apapun, berdiri menghadap ke arah Su Yeo yang sibuk memperhatikan dirinya yang memiliki paras aneh dengan rambut gondrong tidak terawat seperti manusia purba.
”... Apakah orang-orang ini tidak pernah belajar sejarah mengenai manusia purba bernama megantropus yang sangat legendaris dan dikenal semua orang?! Ayolah! Aku sangat ingin mengatakan itu padanya jika saja dia tidak seenaknya menaruh mata pedangnya di atas pundak ku.” batin Su Yeo yang semakin dibuat tak berkutik bahkan berkeringat dingin.
”Pengkhianat seperti dirimu harus mati! Ku rasa kau memiliki pesan terakhir yang belum kau sampaikan sehingga kau mampu hidup kembali.” ucap jenderal yang menyuguhkan pedang padanya.
”Hei! Aku sudah merasakan mati satu kali! Tidak bisakah kalian membiarkannya hidup?! Mati itu sungguh tidak enak meski rasa sakitnya hanya sesaat!" Ketus Su Yeo, menatap orang ini dengan serius.
”Jenderal! Tolong maafkan putraku. Ambil saja kepalaku sebagai gantinya dan biarkan putraku hidup.” ucap Eun Ji sembari menyentuh pedang jenderal.
”Aku sih tidak masalah kalau wanita ini yang menggantikan ku.” batin Su Yeo. Ia turun dari atas peti matinya dan menapak di atas lantai. Semua orang terkejut karena apa yang mereka lihat ternyata manusia sungguhan. Beberapa ada yang mulai berpikir kalau Su Yeo sudah mati dan saat ini mereka sedang melihat hantunya.
”Hei! Jenderal! Membunuh seorang narapidana bukan kewenanganmu. Tugasmu di sini hanya menjadi saksi bahwa seorang narapidana sudah benar-benar mati. Apakah kau ingin menodai namamu dengan membunuh seseorang didepan umum dan membuat beberapa orang merasa trauma?” Su Yeo menyeringai, menatap jendral yang mulai berkeringat.
”Sebagai seorang jenderal kekaisaran Donjin, aku tidak bisa membiarkan seorang pengkhianat yang sudah mencoba membunuh kaisar begitu saja. Aku rela menodai namaku sendiri demi Sang Kaisar! Karena itu, kau harus mati!”
Jenderal mulai mengangkat pedang besarnya, hendak memenggal kepala Su Yeo dalam sekali tebasan. Lalu, tiba-tiba terdengar suara, ”... HENTIKAN JENDERAL! AKU MEMERINTAHKAN MU!”
Laki-laki itu berjalan menghampiri mereka berdua. Dengan memegang sebuah kipas lipat dan pakaian yang juga terlihat kuno, memiliki corak naga dan bunga yang ada di sekitar jubah besarnya. Rambutnya panjang berwarna coklat dan matanya memiliki warna yang sama seperti wanita bunga anggrek ungu. Mahkota yang ada di atas kepalanya membuktikan bahwa dirinya adalah salah satu anggota kerajaan. Begitu ia muncul di hadapannya, semua orang langsung berkata, ”... Hormat untuk Pangeran ketiga!”
”Tunggu! Tunggu! Pangeran?! Apakah ini semacam syuting film atau sandiwara panggung?!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments