Ada satu hari dan dua kematian terjadi. Kekaisaran Donjin, seorang laki-laki dieksekusi mati dengan cara meminum racun akibat percobaan melakukan pembunuhan terhadap kaisar. Sebelumnya ia telah dikunci di dalam sel tahanan selama berbulan-bulan hingga kaisar menjatuhinya hukuman mati.
Sementara itu, di sebuah kota masa depan yang jauh dari abad kekaisaran, seorang wanita narapidana harus dihukum mati akibat melakukan korupsi besar-besaran hingga merugikan negara. Sekelompok polisi berbaju besi yang tahan terhadap timah panas dan memegang sebuah senapan, berdiri berjajar di sebuah balkon dalam bangunan persegi yang tidak terlalu tinggi. Di tengah-tengah ruangan bawah, terdapat seorang narapidana yang duduk di kursi kayu dengan mata tertutup dan tangan yang diikat.
Tidak ada pesan terakhir yang hendak disampaikannya. Ia tinggal di sebuah panti asuhan dan mengadu nasib ke dunia politik namun malah merugikan negara. Ia akhirnya dijatuhi hukuman mati atas perintah presiden.
Suara letupan senjata api mulai terdengar di telinganya. Panas. Ia bahkan tidak mampu bernafas saat timah panas itu menembus jantungnya hingga membuatnya berdarah-darah. Perlahan matanya terpejam. Buram kelihatannya hingga akhirnya semua berubah menjadi gelap.
Teng! Teng! Teng!
Suara bel yang berasal dari sebuah kuil perlahan terdengar. Ia membuka matanya. Semula, pemandangan di sekitarnya tampak putih kelam. Sepertinya ia jatuh ke dalam neraka dingin yang mampu mengelupas kulitnya sampai ke tulang. Ia merasa tubuhnya sangat ringan dan mulus sekali seperti bayi. Tempat yang ditidurinya pun terasa sangat empuk. Aroma dupa menyengat dimana-mana dan suara tangisan orang-orang terdengar seperti sedang mengunjungi tempat kematian.
”Aku harus bangun sekarang.”
Dia berusaha bangun dan duduk dari tempatnya. Anehnya, tempat tidurnya ini mirip sekali dengan peti mati sebelum dilakukan kremasi. Ia duduk dan memperhatikannya sekitar.
Mata emasnya terbuka, menatap orang-orang yang duduk bahkan bersujud di depannya. Mereka semua memakai pakaian putih yang biasa orang-orang adat gunakan untuk upacara kremasi. Ekspresi yang mereka lakukan juga tampak nyata tanpa editan. Bangunan yang menjadi tempat kejadian perkara ini pun juga terbuat dari kayu asli dan bukannya properti biasa.
”Jam berapa sekarang? Apa aku ketiduran dan tidak menghadiri ekseskusi?” dia bingung dan berusaha mengingatnya lagi.
”Ohh, Su Yeo! Kau masih hidup?!” seorang wanita berparas cantik yang memakai pakaian putih itu berjalan menghampirinya.
”Su Yeo? Dia tidak salah menyebut namaku yang seharusnya Su Yeoun?” batinnya.
Wanita itu semakin terharu saat menyentuh kulit Putranya bernama Xiao Su Yeo. Dia menangis terharu lalu memeluknya erat di atas peti matinya. ”... Syukurlah Su Yeo! Kau belum mati. Ibu sangat khawatir padamu.” ucapnya penuh haru.
”Tunggu! Tunggu! Hentikan itu nona! Namaku bukan Su Yeo tapi Su Yeoun! Kau pasti salah orang!” Su Yeo langsung menjauhkan dirinya dengan wanita yang mengaku sebagai Ibunya.
”Su Yeo, apa maksudmu? Aku ini Ibumu, Eun Ji. Kamu yang salah mengira aku ini orang lain.” ucap Eun Ji sembari menenangkannya.
”Ahh, kenapa wanita ini keras kepala sekali.” batinnya. ”... Ahh, tunggu dulu! Kenapa tadi suaraku sangat berbeda dari milikku? Apa mungkin pita suaraku rusak dan diganti dengan pita suara yang lain?"
Su Yeo mulai melihat dirinya sendiri dimulai dari kedua lengannya yang tampak lebih kurus dari miliknya. Ia mulai menduga kalau ia adalah korban dari percobaan terlarang manusia yang menggantikan anggota tubuh dengan manusia yang lain. Ia bahkan juga menyentuh rambutnya yang sekarang terasa sangat lembut dan halus seperti baru saja selesai mandi. Padahal sudah berbulan-bulan ia tidak pernah keramas bahkan mandi dengan serius.
”Aneh sekali. Ada apa denganku? Kenapa aku jadi seperti ini?” Su Yeo semakin bingung dan mencoba untuk pingsan tetapi ia tidak bisa melakukannya. Ia berpikir ini adalah mimpi. Namun, saat ia mencubit pipinya sendiri, rasa sakitnya nyata sekali. Ia seolah telah berganti tubuh dengan seseorang yang hidup di waktu yang lain.
”Kemana dia?! Aku dengar anak itu masih hidup meski sudah meminum racun!” ucap seorang laki-laki dengan tegas dan berani sembari membawa beberapa bala tentara lengkap dengan pedang dan pakaian zaman kuno mereka.
”Kemana senapan yang biasa mereka gunakan untuk mengamankan seorang narapidana?! Apakah sudah ada undang-undang tentang larangan pembebasan penggunaan senjata api?! Ahh, bisa kuno kalau ada negara yang menerbitkan undang-undang semacam itu. Mereka tidak akan bisa berperang dari jarak jauh selain menggunakan busur dan panah. Itu pun kalau mereka memiliki ketapel pasti bisa lebih mudah digunakan.” batin Su Yeo menatap mereka bingung.
Laki-laki besar yang memakai baju zirah yang terbuat dari besi dan tahan terhadap pedang apapun, berdiri menghadap ke arah Su Yeo yang sibuk memperhatikan dirinya yang memiliki paras aneh dengan rambut gondrong tidak terawat seperti manusia purba.
”... Apakah orang-orang ini tidak pernah belajar sejarah mengenai manusia purba bernama megantropus yang sangat legendaris dan dikenal semua orang?! Ayolah! Aku sangat ingin mengatakan itu padanya jika saja dia tidak seenaknya menaruh mata pedangnya di atas pundak ku.” batin Su Yeo yang semakin dibuat tak berkutik bahkan berkeringat dingin.
”Pengkhianat seperti dirimu harus mati! Ku rasa kau memiliki pesan terakhir yang belum kau sampaikan sehingga kau mampu hidup kembali.” ucap jenderal yang menyuguhkan pedang padanya.
”Hei! Aku sudah merasakan mati satu kali! Tidak bisakah kalian membiarkannya hidup?! Mati itu sungguh tidak enak meski rasa sakitnya hanya sesaat!" Ketus Su Yeo, menatap orang ini dengan serius.
”Jenderal! Tolong maafkan putraku. Ambil saja kepalaku sebagai gantinya dan biarkan putraku hidup.” ucap Eun Ji sembari menyentuh pedang jenderal.
”Aku sih tidak masalah kalau wanita ini yang menggantikan ku.” batin Su Yeo. Ia turun dari atas peti matinya dan menapak di atas lantai. Semua orang terkejut karena apa yang mereka lihat ternyata manusia sungguhan. Beberapa ada yang mulai berpikir kalau Su Yeo sudah mati dan saat ini mereka sedang melihat hantunya.
”Hei! Jenderal! Membunuh seorang narapidana bukan kewenanganmu. Tugasmu di sini hanya menjadi saksi bahwa seorang narapidana sudah benar-benar mati. Apakah kau ingin menodai namamu dengan membunuh seseorang didepan umum dan membuat beberapa orang merasa trauma?” Su Yeo menyeringai, menatap jendral yang mulai berkeringat.
”Sebagai seorang jenderal kekaisaran Donjin, aku tidak bisa membiarkan seorang pengkhianat yang sudah mencoba membunuh kaisar begitu saja. Aku rela menodai namaku sendiri demi Sang Kaisar! Karena itu, kau harus mati!”
Jenderal mulai mengangkat pedang besarnya, hendak memenggal kepala Su Yeo dalam sekali tebasan. Lalu, tiba-tiba terdengar suara, ”... HENTIKAN JENDERAL! AKU MEMERINTAHKAN MU!”
Laki-laki itu berjalan menghampiri mereka berdua. Dengan memegang sebuah kipas lipat dan pakaian yang juga terlihat kuno, memiliki corak naga dan bunga yang ada di sekitar jubah besarnya. Rambutnya panjang berwarna coklat dan matanya memiliki warna yang sama seperti wanita bunga anggrek ungu. Mahkota yang ada di atas kepalanya membuktikan bahwa dirinya adalah salah satu anggota kerajaan. Begitu ia muncul di hadapannya, semua orang langsung berkata, ”... Hormat untuk Pangeran ketiga!”
”Tunggu! Tunggu! Pangeran?! Apakah ini semacam syuting film atau sandiwara panggung?!”
”Ini perintah! Turunkan pedangmu jenderal!” ucap sang pangeran.
Lantas, jenderal yang semula terlihat gagah, berubah menjadi canggung dan langsung menuruti perkataannya. Ia menaruh pedangnya dan berlutut tepat di depan Pangeran ketiga. Ia merendah di hadapan seseorang yang pangkatnya lebih tinggi darinya di kerajaan. Kesalahan fatal sedikit saja, bisa-bisa ia diturunkan dari jabatannya.
”H-hormat pada Pangeran ketiga.” ucap jenderal dengan sopan.
”Aku jadi semakin bingung. Kenapa ekspresi orang-orang di sini terlihat sangat nyata. Kalau sekarang ini sedang syuting film, seharusnya pak sutradara yang biasanya mengerikan itu berada di sekitar sini kan? Lalu, dimana mereka meletakkan kameranya? Apakah mereka menggunakan kamera tersembunyi?!” batin Su Yeo sembari memperhatikan sekitar dan melihat-lihat di bawah meja.
”Bangunlah jenderal Li. Aku memaafkanmu atas tindakanmu yang ceroboh.” ucap pangeran ketiga.
Jenderal Li yang sebelumnya bertindak merendah pada Pangeran ketiga akhirnya bangkit kembali membawa pedangnya dan berdiri di belakang pangeran ketiga. Su Yeo mendapatkan senyuman palsu dari pangeran ketiga yang berdiri langsung di hadapannya. Sangat jarang seseorang mendapatkan perlakukan manis meski hanya sebuah senyuman palsu dari para pangeran di istana Donjin.
”Kenapa menatapku seperti itu? Ada sesuatu di wajahku?” ketus Su Yeo mendekatinya.
Pangeran ketiga mendengus sembari menutupi mulutnya dengan kipas lipatnya yang tertutup. Tatapannya terlihat berusaha menggoda dirinya dan ingin tahu banyak tentang dirinya. Su Yeo bahkan merasa risih dengan tatapan yang diberikan pangeran ketiga meski semua orang menginginkannya.
”... Kau orang yang menarik. Aku tunggu di istana besok pagi.” ucap pangeran ketiga sembari berjalan pergi meninggalkan kuil dengan membawa bala tentaranya termasuk jenderal Li.
Semuanya menonton. Hanya Su Yeo yang tak mengerti situasinya saat ini. Istana?! Apakah itu adalah bangunan sungguhan yang terbuat dari emas serta orang-orang berparas cantik dan tampan di dalamnya dengan perhiasan mewah mereka?! Apakah dunia ini adalah dunia yang nyata?!
”Ahh! Apa yang terjadi? Aku bingung sekali. Rasanya tidak ada tempat untuk berpikir saking banyaknya yang dipikirkan!” gumam Su Yeo sembari mengalihkan perhatiannya.
”Su Yeo, sebaiknya kau mandi saja. Ibu akan menyiapkan makanan untukmu. Kita akan adakan perjamuan makan malam bersama dengan Ayahmu.” ucap Eun Ji sembari mendorong Su Yeo menuju suatu tempat.
”Perjamuan makan malam?! Untuk apa melakukannya?! Hari ini bukan hari ulang tahunku!” celetuk Su Yeo.
”Sudahlah, kamu mandi saja. Ibu akan menyiapkan semuanya di sini.” Eun Ji mendorong masuk Su Yeo ke dalam sebuah ruangan yang memiliki kolam luas serta air hangat yang sudah disiapkan. Aroma dupa memenuhi ruangan pemandian dan di atas sebuah meja kecil yang terletak di bibir kolam, terdapat sebuah teko dan gelas berisikan teh hangat.
Pintu tertutup dan Su Yeo berada di dalam ruangan luas itu seorang diri. ”... Aku tidak mengerti mengapa aku disuruh mandi disaat seperti ini padahal tubuhku sudah wangi kembang tujuh rupa.” gumam Su Yeo.
Pakaian putih yang biasa digunakan oleh orang yang sudah mati membuat Su Yeo semakin merinding. Setiap kali memakainya, ia merasa seperti mayat berjalan yang sedang berjalan menuju tempat kremasi.
Su Yeo langsung melepasnya dalam sekejap dan membantingnya ke lantai. Ia pikir ini adalah kali pertama ia melihat tubuh laki-laki tetapi,saat ia membuka pakaiannya, entah apa alasannya mengapa tubuh laki-laki ini memakai korset yang sampai menutupi dada?
”Itu aneh. Apakah zaman dahulu, laki-laki sering memakai korset wanita atau mereka yang memakainya memiliki kelainan?” Su Yeo mulai membukanya lipatan korset yang sempat membuat dadanya sesak dan mengganjal.
Baru sedikit ia membukanya, tiba-tiba ia menyadari sesuatu yang aneh di sini. Bentuk dadanya semakin membesar seperti milik perempuan. Rasanya tadi Eun Ji menyebut dirinya sebagai putranya yang berarti anak laki-laki dan anak laki-laki seharusnya memiliki dada yang bidang dan tidak besar seperti perempuan!
”Dasar tukang dusta! Pembohong dunia! Ibu dan anak ini tidak sengaja membohongi seluruh negara dan menjadi beban satu dunia. Orang-orang melihatku ini seperti laki-laki karena memiliki dada yang bidang tapi, apakah orang-orang itu tahu kalau bocah ini ternyata adalah PEREMPUAN?!”
Su Yeo langsung menceburkan diri ke kolam begitu dirinya tahu ternyata ia adalah perempuan. Meski begitu, ia bersyukur karena tidak jadi melihat tubuh laki-laki. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresinya nanti jika tubuh yang ditempatinya ini benar-benar laki-laki.
”Aku tetap menjadi perempuan tetapi, tubuh ini bukanlah tubuh milikku. Aku juga tidak tahu tempat apa ini. Tiba-tiba saja aku bangun di dalam peti mati dan ditangisi oleh banyak orang. Apakah ini semacam sihir? Atau hanya orang iseng saja yang mendandani diriku sehingga mirip dengan orang lain?” gumamnya.
”Tuan muda! Saya datang untuk menggosok punggung Anda!”
”Ahhh! Jangan melihat!” Su Yeo sangat terkejut begitu pintu terbanting dan seorang pelayan wanita datang memasuki ruang mandinya enggan membawa sebuah ember kayu. Ia takut kebenaran dari jenis kelaminnya adalah rahasia negara yang tidak boleh diketahui oleh siapapun. Bisa-bisa ia akan dieksekusi mati dua kali!
Setelah dia menutup pintunya, wanita itu berjalan mendekati Su Yeo yang masih berendam di tengah-tengah kolam. Su Yeo menyilangkan kedua lengannya untuk menutupi dadanya agar tidak terlihat oleh pelayan wanita ini.
”Tenang saja Tuan muda. Saya tidak akan membocorkannya.” pelayan itu berjalan mendekatinya lalu berbisik, ”... Saya tidak akan memberitahu bahwa Anda perempuan. Itu alasannya mengapa Nyonya besar memerintahkan seorang gadis untuk menggosok punggungmu. Sekarang Anda kemarilah. Saya akan menggosok punggung Anda.”
”Kau tahu aku ini perempuan? L- lalu kau ini siapa?” Su Yeo sedikit terkejut mendengarnya.
”Aduh, Tuan muda. Apakah Anda sudah melupakan saya? Padahal Tuan muda hanya mati beberapa jam saja.” ucap pelayan wanita. ”... Namaku Shi Yu. Aku telah menjadi pelayan Tuan muda sejak kecil.”
”Sejak kecil? Itu artinya kau tahu banyak tentangku?”
Shi Yu berpikir selama beberapa saat. ”... Ya, tidak juga. Saya hanya melakukan tugas yang diberikan. Pasti berat bagi Anda untuk menerima kenyataan. Adik Kaisar sudah menginginkan Anda sejak usiamu masih berumur lima tahun.”
”Menginginkanku? Apa maksudnya itu?”
”Karena politik belum stabil, istana mengangkat beberapa selir untuk mengurus pemerintah. Anda tahu kalau istana Donjin dan Istana Lunyan sedang berperang. Kaisar terdahulu meninggal akibat perang lalu, anak pertamanya yang menggantikan posisinya. Tetapi, Kaisar yang saat ini keadaannya sedang sakit dan hidupnya diprediksi akan berakhir sementara Yang mulia belum memiliki seorang keturunan dan tidak ada yang bisa menggantikannya selain adik laki-lakinya sendiri. Perdana menteri meminta agar Yang mulia lebih memikirkan masa depan. Karena itu, jika suatu saat Yang mulia tiba-tiba meninggal karena penyakitnya, adik sang kaisar harus segera menggantikannya. Tidak lama setelah pengobatan, adik sang kaisar harus segera menikahi Anda dan menghasilkan keturunan.”
Su Yeo nyaris muntah saat mendengarnya dan langsung membuat Shi Yu khawatir. ”... Anda tidak apa-apa nona?”
”Y- ya. Aku tidak apa-apa.” jawabnya kemudian ia berkata dalam benaknya. ”... Terlalu muda bagiku untuk mengetahui semua itu.”
Keesokan paginya.
”Tuan muda! Tuan muda!”
Semua orang yang berada di kediaman keluarga Xiao sibuk mencari keberadaan Su Yeo. Setelah perjamuan makan malam yang terasa sangat dingin, Su Yeo tiba-tiba memiliki keinginan kuat untuk kembali ke kamar setelah Ayahnya Jenderal Xiao Xuluan membicarakan tentang pembatalan pertunangan antara Putrinya dengan adik Kaisar. Satu keluarga ini, sengaja memalsukan kematian putri mereka yang bernama Xiao Su Jin dan mengganti penampilan anak perempuan mereka menjadi laki-laki bernama Xiao Su Yeo. Apalagi tujuannya jika bukan untuk membatalkan pertunangan ini. Xiao Xuluan takut Putrinya akan diduakan dengan wanita yang lebih cantik lagi.
”Bagaimana? Apakah Su Yeo sudah ditemukan?” tanya Eun Ji.
”Belum Nyonya. Kami belum menemukannya. Pagi tadi, dia juga sudah tidak berada di kamarnya.” jawab Shi Yu yang juga ikut mencarinya. Ia tidak tahu kemana Su Yeo pergi padahal di depan rumah mereka, sudah ada sebuah kereta kuda yang ditugaskan untuk membawa Su Yeo ke istana.
Diwaktu bersamaan, Su Yeo ternyata sudah berada di luar rumah dengan pakaian hitam seperti orang yang hendak menyelinap ke rumah-rumah di tengah malam. Sudah sejak tadi ia menyadari keberadaan kereta kuda yang berhenti tepat di depan rumahnya. Ia sudah tahu kalau pangeran ketiga pasti tidak akan mengurungkan perintahnya. ”... Sudah kuduga itu akan terjadi. Lebih baik aku pergi dari tempat ini dan hidup menggelandang di jalanan!” gumamnya sembari berjalan mundur, melewati sebuah gang sempit diantara dua bangunan.
”Aku lihat kau ingin pergi ke suatu tempat. Apakah kau memiliki urusan yang lebih penting ketimbang bertemu dengan seorang Pangeran?” ucap seorang laki-laki yang berdiri di belakangnya dan baru disadari oleh Su Yeo.
Su Yeo mulai berkeringat dingin. Suaranya mirip sekali dengan suara yang pernah didengar olehnya. Dengan cepat, ia langsung menoleh ke belakang dan benar dugaannya. Manusia yang sedang berdiri di belakangnya memang Pangeran ketiga yang asli!
”Oh, Yang mulia. Apakah kau tersesat?” ucap Su Yeo apa adanya. Dia berusaha menghindari pertanyaan pangeran ketiga yang pasti akan bertanya mengapa ia pergi ke tempat ini dan bukannya berada di dalam kereta kudanya?
”Kamu pikir bisa pergi begitu saja dariku? Sudah lupa ya kalau aku memintamu untuk datang ke istana pagi-pagi?” ucap pangeran ketiga, Full senyum namun berhasil membuat Su Yeo merasa merinding.
Su Yeo membentak, ”Kau pikir bisa membawaku begitu saja?! Tangkap aku kalau kau bisa!” Su Yeo berlari menjauh dari pangeran ketiga dan keluar dari gang sempit. Akan tetapi, saat ia hampir sampai ke sana, tiba-tiba ia dihalangi oleh sekelompok pasukan Istana yang berbaris rapi menutupi jalannnya. Rasanya seperti terjebak dalam labirin berjalan yang tidak memiliki jalan keluar.
”Kau salah. Aku berhasil menangkapnya dalam sekejap.” cibir pangeran ketiga. Sementara Su Yeo hanya bisa memendam rasa kesal dan niatnya untuk menghancurkannya suatu saat.
...~o0o~...
Istana Donjin begitu megah dan luas. Ada banyak pelayan-pelayan yang membawa barang serta makanan. Aroma bunga persik tercium dimana-mana bahkan saat berada di gerbang istana yang terbuat dari besi. Beberapa wanita memakai perhiasan dan pakaian yang indah sedangkan sisanya memakai pakaian biasa yang seragam dengan yang lain.
Su Yeo diseret masuk ke istana Donjin dengan paksa oleh pangeran ketiga. Ia pikir ia akan dipertemukan langsung dengan adik Kaisar lalu dinikahkan pada usia 15 tahun. Atau ia akan dipertemukan dengan sang Kaisar yang nyaris saja dibunuh olehnya. Untungnya sang Kaisar tidak memberikan hukuman pada seluruh keluarganya juga. Jika itu terjadi, mungkin kediaman keluarga Xiao akan dilecehkan oleh orang-orang yang tinggal di sekitarnya.
Akan tetapi, tampaknya Su Yeo terlalu berpikir berlebihan. Ia tidak dipertemukan dengan kedua orang itu melainkan dengan seorang kepala pelayan wanita dengan raut wajah antagonis yang siap menghajar pelayan baru.
”Kenapa aku bisa berakhir di sini?! Inikan tempat terpencil di istana! Apakah kau tidak memberikanku kehormatan sebagai tamu di sini?!” ketus Su Yeo, marah pada Pangeran ketiga.
”Tutup mulutmu dasar pelayan baru!” bentak pangeran ketiga dengan nada menghina.
”Siapa yang kau panggil pelayan?! Tidak sudi aku dipekerjakan di tempat seperti ini!” balas Su Yeo dengan nada yang sama.
”Berisik! Jaga nada bicaramu orang rendahan! Cepat berikan dia pekerjaan!” pangeran ketiga menunjuk beberapa pelayan wanita di belakangnya. Mereka semua membawa seember pakaian kotor yang kemudian ditaruh di depan Su Yeo hingga tumpukan itu menutupi pandangannya.
”Apa maksudnya ini?! Mengapa kau menaruh pakaian-pakaian ini di depanku?!” ketus Su Yeo yang merasa terganggu dengan pemandangan ini.
”Sebelum melakukan perkejaanmu, kau harus tahu siapa nama majikanmu.”
”Hah? Majikan?!” batin Su Yeo bingung dengan ucapan pangeran ketiga.
”Namaku, Zhou Yuan, pangeran ketiga, putra dari selir Zhou milik Kaisar terdahulu. Mulai sekarang, aku adalah Tuanmu dan kau sudah aku angkat menjadi pelayan ku.” ucap pangeran ketiga Zhou Yuan dengan sewenang-wenang.
Mendengarnya lantas membuat amarah Su Yeo meluap-luap. Lantas, ia menarik kerah atas pakaian Zhou Yuan lalu membentaknya, ”... Kau pikir kau siapa?! Seenaknya memutuskan begitu saja! Aku tidak akan pernah menjadi pelayanmu bahkan pelayan di istana ini!”
Zhou Yuan kembali menunjukkan senyumnya yang selalu terlihat mengintimidasi dirinya. ”... Kau berada di wilayahku. Apa yang bisa kamu lakukan? Apakah kamu mau menerima hukuman seratus cambukan karena sudah menolak perintah sang pangeran?”
Su Yeo mengalihkan perhatiannya. Kesal tetapi ia tidak bisa melakukan apapun di tempat seperti ini. Sayang sekali, orang-orang di istana ini masih memiliki hobi mengintimidasi orang-orang kecil seperti dirinya. Dia lantas melepaskan cengkeramannya dan mendorongnya.
”Baiklah. Masalah sudah selesai. Sekarang, cepat cuci bajuku! Dan ingat! Jangan sampai rusak!” ucap Zhou Yuan sembari tersenyum mengintimidasi kemudian berjalan pergi bersama pelayan-pelayannya tadi.
”Hei! Apa yang kamu lakukan di sana?! Cepat cuci bajunya! Aku akan mengawasi mu dari sini!” ucap kepala pelayan dengan nada mengomel.
Su Yeo berusaha menatap wajah kepala pelayan dengan tersenyum. Namun, bukanlah senyuman yang indah melainkan senyuman mengerikan. ”... Baik, Yang mulia. Akan segera kulakukan!”
Diwaktu yang sama, seorang putra mahkota, adik sang kaisar berjalan sendiri melewati tempat yang cukup dekat dengan tempat Su Yeo mencuci baju Zhou Yuan. Adik Kaisar bernama Mu Xinyang memegang sebuah liontin giok milik seorang wanita yang biasa digantungkan pada pakaiannya. Ia sudah menyimpannya cukup lama dan menanti datangnya seseorang yang memiliki liontin ini. Namun, berita buruk malah datang padanya dan membuatnya merasa putus asa.
”Su Jin. Apakah kita tidak bisa bertemu lagi?” gumamnya sembari berjalan kemudian menatap ke arah Su Yeo yang sedang mencuci pakaian.
Ia seolah seperti bertemu dengan salah satu teman lamanya. Wajahnya terkejut, saat melihat Su Yeo untuk yang pertama kalinya. Mata emasnya yang terlihat familar, membuatnya merasa mengenal siapa sosok laki-laki yang sedang mencuci baju.
Mu Xinyang mencoba berjalan mendekatinya. Akan tetapi, seorang Kasim sudah lebih dulu menghampirinya dan mengatakan, ”... Yang mulia, ada beberapa tugas yang harus Anda selesaikan di istana.”
Mu Xinyang menoleh ke arah Kasim di sebelahnya. ”... Ah, baiklah aku akan segera ke sana.” jawabnya kemudian kembali menatap ke arah Su Yeo sebelum akhirnya ia berjalan pergi dari tempatnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!