Terimakasih Telah Mengkhianatiku
...~ Happy Reading ~...
Air mata Zia perlahan menetes membasahi pipi mulus nan chubby itu saat menyaksikan kekasihnya sedang bercumbu dengan wanita lain.
"Tuhan! jika ini hanya mimpi, tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini. " Jeritnya dalam hati, tanpa mengalihkan pandangan matanya dari dua insan yang ada dalam ruangan.
Zia sengaja datang diam-diam ingin memberikan kejutan untuk kekasihnya mengantarkan makan siang sekaligus memberikan undangan wisudanya yang akan dilaksanakan dua hari lagi. Belum sempat Zia membuka pintu dengan sempurna, matanya tanpa sengaja menangkap bayangan seseorang dari celah pintu yang kebetulan tidak tertutup rapat.
Menggigit bibirnya kuat menahan tangis kemudian melangkah mundur berlari menjauh dari depan ruangan Daren.
Zia tergugu di dalam mobil dengan memukulkan kepalanya pada kemudi.
"Kenapa? kenapa kamu tega melakukan ini, Daren? " tanya Zia di sela-sela tangisnya.
Zia mengusap kasar air matanya yang masih enggan berhenti menetes, kemudian melajukan mobil menuju sebuah apartemen.
"Aku akan selidiki semuanya lebih dulu sebelum mengambil keputusan. " Gumam Zia dengan pandangan lurus ke jalanan di hadapannya.
Zia langsung menghambur memeluk tubuh seseorang yang muncul di balik pintu apartemen itu.
"Cla, apa salah ku? Kenapa hal ini harus terjadi padaku? " Zia menangis sesenggukan di dalam pelukan sahabatnya.
Meskipun tidak mengerti apa yang Zia katakan, Clara hanya diam mengusap lembut punggung sahabatnya menenangkan.
"Apa yang terjadi? " tanya Clara menatap mata sembab Zia, melerai pelukannya setelah merasa Zia lebih tenang.
"Daren mengkhianati gue, Cla! " ungkapnya, dengan air mata yang kembali menetes saat mengingat nama Daren.
"Apa lo yakin? " tanya Clara menatap dalam mata Zia yang menyiratkan kekecewaan mendalam.
Wajar saja Clara meragukan perkataan Zia karena selama ini hubungan keduanya sangat lah harmonis, yang selalu sukses membuat orang sekitar merasa iri.
"Gue ngeliat dengan mata kepala gue sendiri kalau Daren berciuman dengan seorang perempuan di dalam ruangannya. " Jelasnya lagi panjang lebar.
"Gue bakalan selidiki dulu hal ini, Cla. Meskipun kenyataan nya akan lebih menyakitkan, gue terima !" serunya lirih terdengar lebih pasrah.
"Gue setuju dengan ide lo, biar semuanya jelas. Lo jangan sedih lagi ya! ada gue yang bisa lo jadikan tempat berbagi. " Mengusap lembut kedua bahu Zia.
"Terima kasih, Cla. Lo emang sahabat terbaik gue. " Ucap Zia kembali memeluk Clara.
Setelah menghabiskan waktu seharian di apartemen Clara, Zia kembali melajukan mobil menuju rumahnya.
Zia membuka pintu kamar dengan kasar kemudian menghempaskan tubuhnya terlentang di atas kasur empuk miliknya.
"Gue harus bersikap biasa aja pada Daren biar dia tidak curiga. " Monolognya dengan mata menatap langit-langit kamar.
Baru saja Zia ingin ke kamar mandi, suara deringan ponsel menghentikan langkahnya. Membalikkan badan nya segera mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja.
Zia membuang nafas kasar saat melihat siapa yang menghubungi nya. Dengan malas Zia pun menjawab panggilan tersebut.
"Halo, Sayang! " Sapa Daren lembut seperti biasa dari seberang sana.
"Ya, Kak. " Sahut Zia, menyunggingkan senyum palsu menatap wajah Daren yang begitu berbinar.
"Gimana rencana wisudanya, Sayang? " Lagi-lagi Daren bertanya.
"O iya, Zia lupa kasih tau kakak kalau wisuda nya akan dilaksanakan dua hari lagi. " Sesalnya seolah benar-benar lupa memberi tahu Daren.
"Syukur lah, kakak akan usahakan datang buat kamu. " Sahutnya dengan tersenyum lebar ikut bahagia mendengar kabar dari gadis pujaannya.
Zia tersenyum getir menatap wajah tampan Daren yang sudah menorehkan luka di hatinya.
Seandainya sekarang masih sama dengan dulu, mungkin Zia akan merasa dia lah wanita yang paling beruntung di dunia ini. Di cintai oleh lelaki sempurna seperti Daren.
Dua hari kemudian.
Zia berjalan anggun menuruni anak tangga satu persatu menuju lantai dasar rumah nya, dimana kedua orang tua nya menunggu.
"Anak mama cantik sekali, " pujinya, menatap kagum pada gadis yang bernama lengkap Ziandra Nugraha yang sangat cantik menggunakan kebaya navy dengan rok batik melekat indah di tubuhnya, sangat kontras dengan kulit putih Zia. Rambut yang di sanggul rapi dengan polesan lipstik nude menghiasi bibir mungil nan ranum itu.
"Mama bisa aja. " Sahutnya, tersenyum malu mendengar pujian sang mama.
"Kalau papanya tampan seperti ini sudah pasti anaknya juga cantik. " Timpal papa membusungkan dadanya tersenyum sombong.
"Udah tua, Pa. Ngak usah narsis kek anak muda ngak cocok. " Sela mama kesal menepuk kuat lengan suaminya.
"Bilang aja Mama iri. " Ejeknya kemudian menggandeng tangan putri semata wayang mereka masuk kedalam mobil.
Zia memutar bola matanya malas melihat kedua orang tuanya, yang selalu saja berdebat hal kecil seperti ini.
"Buruan jalan, Pa! nanti Zia telat loh. " Pinta Zia merengek menengahi perdebatan orang tuanya yang tak kunjung usai.
Mobil yang membawa Zia dan keluarganya berhenti di sebuah universitas ternama di Jakarta.
Kaki jenjang Zia melangkah anggun naik ke atas panggung saat nama nya terpanggil sebagai lulusan terbaik tahun ini dengan ip tertinggi. Senyum manis terus terpatri di bibirnya mengabaikan rasa sakit di hatinya saat momen penting seperti ini.
Ziandra Nugraha, S. Mb.
Berulang kali Zia membaca namanya yang tertera di map ijazah miliknya, ada rasa bangga tersendiri dengan prestasi yang didapatkan dengan susah payah selama 3,5 tahun ini.
"Selamat buat sahabat terbaikku. " Bisik Clara memeluk tubuh sahabatnya.
"Terima kasih, ini semua juga support dari kalian semua. " Sahutnya membalas pelukan Clara, kemudian beralih memeluk orang tua nya yang sudah merentang tangan menyambut kedatangannya.
"Terima kasih buat kalian berdua yang sudah memberikan yang terbaik untukku. "Ungkap Zia terharu, mengusap sudut matanya yang berair.
" Kakak ngak dipeluk? " tanya seseorang dari belakang, Zia melerai pelukannya kemudian menatap pada pria yang baru saja tiba.
"Ngak usah Zia, bukan mahram. " Sela Clara cepat yang sudah berdiri di samping Zia.
"Maaf ya, kakak telat! " serunya, menyerahkan buket bunga besar untuk gadis pujaannya. Mengabaikan protes Clara kemudian memeluk tubuh Zia sekilas karena di sana juga ada orang tua Zia.
"Terima kasih, Kak. " Ucap Zia lirih tanpa membalas pelukan Daren seperti biasanya. Dengan sebelah tangannya memegang bunga pemberian Daren.
"Kamu sungguh lihai menyembunyikan keburukanmu, Kak. " Batin Zia.
Menatap sendu punggung Daren yang berbincang akrab bersama kedua orang tuanya.
Zia berusaha tetap tersenyum pada Daren menutupi rasa sakit di hati nya.
Zia mengaitkan tangan nya di lengan Daren saat mereka akan foto berdua, walaupun sedikit malas tapi Zia tetap menurut saat Daren begitu memohon padanya.
"Om, Tante. Aku mau ngomong sesuatu."
Suasana mendadak hening, ke tiga pasang mata itu tertuju pada Daren.
***
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Flo aja
aku mampir k
2023-11-10
0
ling-ling
terima kasih kak, masih banyak direvisi lagi kak.
2023-06-18
0
Tetik Saputri
semangat kak.
2023-06-18
0