NovelToon NovelToon

Terimakasih Telah Mengkhianatiku

Kecewa

...~ Happy Reading ~...

Air mata Zia perlahan menetes membasahi pipi mulus nan chubby itu saat menyaksikan kekasihnya sedang bercumbu dengan wanita lain. 

"Tuhan! jika ini hanya mimpi, tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini. " Jeritnya dalam hati, tanpa mengalihkan pandangan matanya dari dua insan yang ada dalam ruangan. 

Zia sengaja datang diam-diam ingin memberikan kejutan untuk kekasihnya mengantarkan makan siang sekaligus memberikan undangan wisudanya yang akan dilaksanakan dua hari lagi. Belum sempat Zia membuka pintu dengan sempurna, matanya tanpa sengaja menangkap bayangan seseorang dari celah pintu yang kebetulan tidak tertutup rapat.

Menggigit bibirnya kuat menahan tangis kemudian melangkah mundur berlari menjauh dari depan ruangan Daren. 

Zia tergugu di dalam mobil dengan memukulkan kepalanya pada kemudi. 

"Kenapa? kenapa kamu tega melakukan ini, Daren? " tanya Zia di sela-sela tangisnya.

Zia mengusap kasar air matanya yang masih enggan berhenti menetes, kemudian melajukan mobil menuju sebuah apartemen. 

"Aku akan selidiki semuanya lebih dulu sebelum mengambil keputusan. " Gumam Zia dengan pandangan lurus ke jalanan di hadapannya. 

Zia langsung menghambur memeluk tubuh seseorang yang muncul di balik pintu apartemen itu. 

"Cla, apa salah ku? Kenapa hal ini harus terjadi padaku? " Zia menangis sesenggukan di dalam pelukan sahabatnya. 

Meskipun tidak mengerti apa yang Zia katakan, Clara hanya diam mengusap lembut punggung sahabatnya menenangkan. 

"Apa yang terjadi? " tanya Clara menatap mata sembab Zia, melerai pelukannya setelah merasa Zia lebih tenang. 

"Daren mengkhianati gue, Cla! " ungkapnya, dengan air mata yang kembali menetes saat mengingat nama Daren. 

"Apa lo yakin? " tanya Clara menatap dalam mata Zia yang menyiratkan kekecewaan mendalam. 

Wajar saja Clara meragukan perkataan Zia karena selama ini hubungan keduanya sangat lah harmonis, yang selalu sukses membuat orang sekitar merasa iri. 

"Gue ngeliat dengan mata kepala gue sendiri kalau Daren berciuman dengan seorang perempuan di dalam ruangannya. " Jelasnya lagi panjang lebar. 

"Gue bakalan selidiki dulu hal ini, Cla. Meskipun kenyataan nya akan lebih menyakitkan, gue terima !" serunya lirih terdengar lebih pasrah. 

"Gue setuju dengan ide lo, biar semuanya jelas. Lo jangan sedih lagi ya! ada gue yang bisa lo jadikan tempat berbagi. " Mengusap lembut kedua bahu Zia. 

"Terima kasih, Cla. Lo emang sahabat terbaik gue. " Ucap Zia kembali memeluk Clara. 

Setelah menghabiskan waktu seharian di apartemen Clara, Zia kembali melajukan mobil menuju rumahnya. 

Zia membuka pintu kamar dengan kasar kemudian menghempaskan tubuhnya terlentang di atas kasur empuk miliknya. 

"Gue harus bersikap biasa aja pada Daren biar dia tidak curiga. " Monolognya dengan mata menatap langit-langit kamar. 

Baru saja Zia ingin ke kamar mandi,  suara deringan ponsel menghentikan langkahnya. Membalikkan badan nya segera mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. 

Zia membuang nafas kasar saat melihat siapa yang menghubungi nya. Dengan malas Zia pun menjawab panggilan tersebut.

"Halo, Sayang! " Sapa Daren lembut seperti biasa dari seberang sana. 

"Ya, Kak. " Sahut Zia, menyunggingkan senyum palsu menatap wajah Daren yang begitu berbinar. 

"Gimana rencana wisudanya, Sayang? " Lagi-lagi Daren bertanya. 

"O iya, Zia lupa kasih tau kakak kalau wisuda nya akan dilaksanakan dua hari lagi. " Sesalnya seolah benar-benar lupa memberi tahu Daren. 

"Syukur lah, kakak akan usahakan datang buat kamu. " Sahutnya dengan tersenyum lebar ikut bahagia mendengar kabar dari gadis pujaannya. 

Zia tersenyum getir menatap wajah tampan Daren yang sudah menorehkan luka di hatinya. 

Seandainya sekarang masih sama dengan dulu, mungkin Zia akan merasa dia lah wanita yang paling beruntung di dunia ini. Di cintai oleh lelaki sempurna seperti Daren. 

Dua hari kemudian. 

Zia berjalan anggun menuruni anak tangga satu persatu menuju lantai dasar rumah nya, dimana kedua orang tua nya menunggu. 

"Anak mama cantik sekali, " pujinya, menatap kagum pada gadis yang bernama lengkap Ziandra Nugraha yang sangat cantik menggunakan kebaya navy dengan rok batik melekat indah di tubuhnya, sangat kontras dengan kulit putih Zia. Rambut yang di sanggul rapi dengan polesan lipstik nude menghiasi bibir mungil nan ranum itu. 

"Mama bisa aja. " Sahutnya, tersenyum malu mendengar pujian sang mama. 

"Kalau papanya tampan seperti ini sudah pasti anaknya juga cantik. " Timpal papa membusungkan dadanya tersenyum sombong. 

"Udah tua, Pa. Ngak usah narsis kek anak muda ngak cocok. " Sela mama kesal menepuk kuat lengan suaminya. 

"Bilang aja Mama iri. " Ejeknya kemudian menggandeng tangan putri semata wayang mereka masuk kedalam mobil. 

Zia memutar bola matanya malas melihat kedua orang tuanya, yang selalu saja berdebat hal kecil seperti ini.

"Buruan jalan, Pa! nanti Zia telat loh. " Pinta Zia merengek menengahi perdebatan orang tuanya yang tak kunjung usai. 

Mobil yang membawa Zia dan keluarganya berhenti di sebuah universitas ternama di Jakarta. 

Kaki jenjang Zia melangkah anggun naik ke atas panggung saat nama nya terpanggil sebagai lulusan terbaik tahun ini dengan ip tertinggi. Senyum manis terus terpatri di bibirnya mengabaikan rasa sakit di hatinya saat momen penting seperti ini.

Ziandra Nugraha, S. Mb. 

Berulang kali Zia membaca namanya yang tertera di map ijazah miliknya, ada rasa bangga tersendiri dengan prestasi yang didapatkan dengan susah payah selama 3,5 tahun ini. 

"Selamat buat sahabat terbaikku. " Bisik Clara memeluk tubuh sahabatnya. 

"Terima kasih, ini semua juga support dari kalian semua. " Sahutnya membalas pelukan Clara, kemudian beralih memeluk orang tua nya yang sudah merentang tangan menyambut kedatangannya. 

"Terima kasih buat kalian berdua yang sudah memberikan yang terbaik untukku. "Ungkap Zia terharu, mengusap sudut matanya yang berair. 

" Kakak ngak dipeluk? " tanya seseorang dari belakang, Zia melerai pelukannya kemudian menatap pada pria yang baru saja tiba. 

"Ngak usah Zia, bukan mahram. " Sela Clara cepat yang sudah berdiri di samping Zia. 

"Maaf ya, kakak telat! " serunya, menyerahkan buket bunga besar untuk gadis pujaannya. Mengabaikan protes Clara kemudian memeluk tubuh Zia sekilas karena di sana juga ada orang tua Zia. 

"Terima kasih, Kak. " Ucap Zia lirih tanpa membalas pelukan Daren seperti biasanya. Dengan sebelah tangannya memegang bunga pemberian Daren. 

"Kamu sungguh lihai menyembunyikan keburukanmu, Kak. " Batin Zia. 

Menatap sendu punggung Daren yang berbincang akrab bersama kedua orang tuanya. 

Zia berusaha tetap tersenyum pada Daren menutupi rasa sakit di hati nya. 

Zia mengaitkan tangan nya di lengan Daren saat mereka akan foto berdua, walaupun sedikit malas tapi Zia tetap menurut saat Daren begitu memohon padanya. 

"Om, Tante. Aku mau ngomong sesuatu." 

Suasana mendadak hening, ke tiga pasang mata itu tertuju pada Daren. 

***

Tbc. 

Penolakan Zia

...~Happy reading~...

Langkah mereka terhenti saat mendengar suara Daren, ke tiga pasang mata itu kompak menatap Daren yang terlihat gugup. 

"Bicara apa? " tanya papa, menatap bingung wajah kekasih anaknya yang tak kunjung bersuara. 

"Hum, itu Om.. Saya mau melamar Zia, tapi bukan sekarang. Saya akan datang bersama orang tua saya ke rumah Om. " Ungkapnya yakin, walau sedikit terbata akibat merasakan gugup. 

Zia menggeleng lemah tidak setuju dengan perkataan Daren. 

"Jangan sekarang kak, aku belum siap! " sela Zia lembut, menolak halus rencana Daren. 

Aku gak sudi tunangan sama orang yang sudah mengkhianati ku, sekarang aja selingkuh apalagi nanti setelah nikah pasti gitu juga, pikirnya. 

"Aku baru wisuda Kak, aku masih ingin mengejar cita-citaku. " Lanjutnya lagi menjelaskan, mengusap lembut tangan Daren yang di genggamannya. 

"Tunangan aja Sayang bukan nikah, " kilah Daren kekeh dengan keputusannya. 

"Kak, aku mohon! kita bisa jalani hubungan kita seperti biasanya. " Pinta Zia dengan wajah memohon. 

"Aku mau tau alasannya kenapa kamu gak mau, aku yakin bukan hanya sekedar karir." Sahut Daren menatap Zia dengan penuh selidik. 

Mama dan papa yang merasa pembahasan mereka bukan lagi ranahnya memilih pergi. Menepuk pundak Daren sebelum papa melangkah masuk ke rumah lebih dulu. 

"Gak ada alasan lain kak, aku hanya belum siap." Jelas Zia jujur. Belum siap dalam artian berbeda bagi Daren. 

"Kamu masih nunggu apa lagi baru siap? " tanya Daren sedikit menaikan nada suaranya, menatap Zia penuh kekecewaan. 

"Kak, tolong hargai keputusan ku! "  pinta Zia, tanpa ada keinginan memberikan jawaban yang Daren inginkan. Kemudian melangkah lebar masuk ke dalam rumah, meninggalkan Daren sendirian dengan wajah memerah marah. 

"Akkhh… " Teriaknya, dengan kaki menendang ban mobil melampiaskan amarahnya, kemudian masuk ke dalam mobil. Daren segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. 

Zia melangkah gontai menaiki tangga setelah melihat Daren pergi. Masuk ke dalam kamar kemudian menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. 

"Kenapa kamu tolak, Sayang? " tanya mama lembut, yang baru saja masuk dan ikut duduk di samping anaknya. 

"Ada masalah lain yang belum bisa Zia cerita ke mama. Zia akan pastikan semuanya lebih dulu sebelum cerita. " Terang Zia lesu, membaringkan tubuhnya di pangkuan sang mama. 

Mama tidak hanya sekedar orang tua bagi Zia tapi juga teman sekaligus tempat nya berbagi selain pada Clara. 

Tangan Mama terulur mengelus lembut rambut panjang anaknya. 

"Baiklah, kapanpun kamu siap bercerita mama akan selalu ada buat kamu. " Ucap mama lembut cenderung pasrah tidak ingin memaksa Zia.

"Terima kasih, Ma. " Balas Zia tak kalah lembut, mencium tangan mamanya beberapa kali. 

"Ya udah mandi gih! masa anak perawan jorok ntar gak laku loh. " Kelakar mama seraya tertawa kecil mencairkan suasana melow di antara mereka. 

"Ihh.. Mana ada bau, gak ya. " Protesnya beranjak dari pangkuan mama kemudian mengendus-endus kedua ketiaknya. 

"Masih wangi, Ma. Gak usah mandi kali ya? jodoh Zia pasti datang meskipun Zia gak mandi satu tahun. " Jawabnya membalas godaan sang mama. 

Zia beranjak kemudian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. 

Sementara di tempat lain tepatnya di rumah sakit milik keluarga Daren. Daren Sanjaya seorang Dokter bedah sekaligus Direktur utama rumah sakit tersebut. Merasa sakit hati dengan penolakan kekasihnya, membuat Daren mengamuk melempar semua benda yang ada di sekitarnya. 

"Aku tidak menerima penolakan Zia, kamu harus jadi milikku apapun caranya. " Ucapnya penuh ambisius. 

"Astaga.. Apa yang terjadi? " pekik seseorang, terkejut melihat ruangan atasannya yang seperti kapal pecah. 

"Kamu kenapa, Sayang? " tanyanya kemudian, berjalan cepat mendekati Daren yang berdiri di dekat jendela, melingkar kan tangannya di perut sang kekasih. 

"Perempuan itu lagi, " sungutnya merasa kesal, melihat foto perempuan yang ada di tangan Daren. 

"Apa sih kelebihan dia yang membuat kamu begitu mencintainya? " tanyanya dengan nada meninggi. 

Daren menatap tajam pada wanita yang lancang menghina gadis pujaannya. 

"Yang pastinya tidak ada pada dirimu! " sengitnya, menatap tajam wanita itu dari atas sampai bawah kemudian menyunggingkan senyum remeh. 

"Aku bahkan lebih hebat darinya, bisa memuaskan mu bahkan sampai berjam-jam. Lah dia hanya modal tampang doang," hinanya lagi membuat Daren makin emosi. 

"Dia gadis terhormat tidak seperti kamu yang rela menyerahkan diri hanya karena uang. " Hardiknya, mencengkram kuat rahang wanita itu. 

"Jangan terlalu naif, Daren! Kamu juga sangat menikmati percintaan kita, jangan lupakan itu. Hidup itu harus realistis, butuh biaya. " Sanggahnya, tangannya mengusap rahangnya yang terasa sakit setelah dilepaskan oleh Daren. 

"Diam Celine! " bentak Daren menggelegar dalam ruangan direktur tersebut. 

Wajah Celine memucat saat melihat wajah marah Daren yang baru kali ini ia lihat.

Celine seorang suster di rumah sakit yang biasa mendampingi Daren saat bekerja, sekaligus menjadi pemuas nafsu Daren selama 1 tahun ini. Zia selalu menjaga diri menganut gaya berpacaran sehat, karena hal ini lah Daren selingkuh di belakangnya.

"Mau kemana? " tanya Daren saat melihat Celine berjalan melewatinya. 

"Setelah membuat ku marah, dan sekarang ingin pergi begitu saja. " Lanjutnya lagi mencekal pergelangan tangan Celine. 

"Layani aku! " titahnya, langsung menarik kasar tangan Celine masuk ke dalam kamar pribadinya yang ada di dalam ruangan.

Celine berusaha bangun saat Daren menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, menciumnya dengan brutal membuat nafas Celine terengah-engah, tangannya mendorong dada Daren menjauh darinya tapi tenaga Celine kalah kuat dari Daren yang sudah mengungkungnya. 

"Akhh.. " pekik Celine kesakitan saat Daren menerobos masuk begitu saja tanpa menunggu tubuh Celine siap. 

Daren begitu semangat memacu tubuh Celine yang dia lihat sebagai Zia kekasihnya. 

"Zia, aku sangat mencintaimu. " Racaunya di sela kegiatan panas mereka. 

Tanpa sadar air mata Celine menetes entah karena merasakan sakit pada tubuhnya atau hatinya. 

Tak heran sebenarnya karena Daren selalu memanggil nama Zia selama ini walaupun orang yang berada di bawahnya bukan lah Zia melainkan wanita lain. 

Awal nya Celine biasa saja menerima perlakuan Daren padanya, toh Daren selalu memberikan uang setelah Celine selesai melayaninya. Seiring berjalanya waktu dalam kurun yang lama, membuat rasa lain tumbuh di hati Celine. 

"Kenapa sesakit ini? " batinnya, menatap wajah tampan Daren yang berkeringat masih mencari sesuatu yang belum dia dapatkan. 

"Zia… Aku sangat mencintaimu, " racaunya mengerang hebat saat puncak kenikmatan itu dia rasakan. 

Daren beranjak dari atas tubuh Celine berlalu masuk ke kamar mandi. Sebelumnya meletakkan sesuatu di samping tubuh polos Celine. 

***

Hai hai semuanya..Jangan lupa tinggalkan jekak kalian, kasih like, komen dan vote ya.

Dukungan kalian motivasi bagi kami.

Tbc. 

Pertemuan pertama

Setelah pertemuan terakhir Zia dan Daren waktu itu, Zia memilih fokus pada karirnya dan mengabaikan Daren. 

Hari ini hari pertama Zia mulai bekerja sebagai sekretaris CEO di perusahaan Adhitama group. 

"Huft..Gue kok gak percaya diri gini ya,Come on Zia. " 

Zia menghirup nafas dalam lalu membuangnya, kemudian melangkah masuk ke dalam perusahaan yang menjulang tinggi di hadapannya. 

"Selamat pagi. " Sapa Zia ramah pada perempuan yang bertugas sebagai resepsionis. 

"Pagi, " balas resepsionis tak kalah ramahnya. 

"Eh Mbak Zia ya? " tanya resepsionis yang baru mengingat wajah sekretaris baru bos mereka. 

"Iya, Mbak! " jawab Zia, menghentikan langkah kaki nya berbalik menatap perempuan yang berjalan menghampiri nya. 

"Asisten Jo menitip pesan, Mbak tolong selesaikan pekerjaan yang sudah ada diatas meja kerja Mbak, besok pagi bos kita akan datang. " Jelasnya sesuai perintah. 

Jo hari ini datang terlambat ke kantor karena masih harus menghadiri meeting di luar sampai siang. 

"Baiklah, terima kasih, Mbak. " Zia tersenyum sopan kemudian melanjutkan langkahnya kembali. 

"Banyak banget mapnya? " Zia sedikit terkejut melihat map lumayan banyak terletak di atas mejanya. 

Dengan telaten Zia menyelesaikan semua pekerjaannya hingga waktu pulang tiba.

"Ah.. Akhirnya selesai juga. " Zia merentang tangannya meregang otot-ototnya yang terasa kaku karena terlalu lama duduk. 

"Sudah selesai? " suara asisten Jo mengejutkan Zia. 

"Sudah, Pak. " Jawab Zia sopan, menunjukkan map yang disusun dengan rapi. 

"Bagus, besok pagi langsung serahkan pada pak bos kita. " Setelah mengatakan itu, asisten Jo melangkah pergi meninggalkan Zia yang masih bersiap untuk pulang. 

Keesokan paginya Zia tengah sibuk menyelesaikan pekerjaan nya memeriksa dengan teliti, fokus nya beralih saat ujung mata nya tanpa sengaja melihat seseorang berjalan di hadapan nya menuju ruangan CEO. 

"Anda mau kemana?" Zia berdiri menghadang langkah pria di hadapannya. 

Kening pria tersebut berkerut menatap bingung pada perempuan yang aneh menurutnya.

Bagaimana tidak, dia pemilik perusahaan malah di larang masuk ke ruangannya sendiri. 

"Minggir! " serunya dingin menatap tajam pada Zia yang tidak kunjung beranjak. 

"Bos saya tidak ada di dalam, Tuan bisa menunggu di sana! " pintanya menunjuk pada kursi tunggu. 

Pria itu tidak menghiraukan perkataan Zia, kemudian kembali melanjutkan langkahnya menggapai gagang pintu. 

"Kenapa anda sangat memaksa, Tuan. Sudah saya katakan kalau bos saya tidak ada di dalam. Silahkan tunggu atau besok datang lagi. " Gerutu nya dengan suara meninggi kembali menghadang memposisikan tubuh nya di depan pintu dengan merentangkan kedua tangannya. 

"Zia, " panggil Jo yang baru saja tiba, disuguhkan dengan pemandangan luar biasa. Dimana bosnya yang terkenal dingin itu kalah telak oleh sekretaris barunya yang sedikit bar bar. 

"Tuan ini memaksa masuk, Pak. Saya sudah kasih tau kalau bos gak ada tapi dia tetap memaksa. " Jo menepuk keningnya merasa kesal sekaligus lucu dengan sikap Zia. Tidakkah ia tahu kalau pria yang di hadapannya itu adalah bosnya sendiri. 

Sedangkan pria yang jadi tersangka malah melotot kesal pada Zia, apakah perempuan ini normal atau idiot. Bagaimana bisa seorang sekretaris CEO tidak mengenal wajah bosnya sendiri, sedangkan di lobby perusahaan terpampang jelas foto besar CEO Adhitama group yaitu Zain Putra Adhitama. 

"Astaga Zia, apa kamu gak tau dia ini siapa? " tanya Jo menunjuk pada Zain yang terlihat marah. 

Zia hanya menggeleng lemah tanda memang tidak tahu. 

"Saat pertama kali masuk kesini, apa kamu gak liat di lobby ada fotonya? " lagi-lagi Zia menggeleng. 

Inilah minus besar seorang Ziandra Nugraha, kurang peka dengan keadaan sekitar. 

Jo dan Zain menghela nafas berat, kedua pasang mata itu menatap tajam pada Zia yang memasang wajah bodohnya. 

"Kenapa bisa gadis seperti dia bisa jadi sekretaris CEO? " sela Zain protes menatap tajam pada asisten pribadinya itu. 

Zia mendelik mendengar pria yang belum diketahui entah siapa malah menghinanya. 

"Waktu interview gak seperti ini, dia pintar nilai akademik nya juga bagus. Bahkan dia lulusan terbaik di Universitas terbesar di ibu kota. " Ungkap Jo menatap Zia dengan penuh selidik. 

"Apa orangnya tertukar? " tanya Zain dengan bodohnya. 

"Gak mungkin, wajah nya sama persis. Apa dia kembar? " Jo dan Zain masih beradu argumen mengabaikan Zia yang menatap mereka berdua dengan bingung. 

"Stop! " teriakan Zia membuat suasana mendadak hening. 

"Beritahu padanya siapa aku, supaya kejadian seperti ini tidak terulang lagi. " Zain kembali memberi perintah kemudian langsung masuk kedalam ruangan nya. 

Zia yang masih ingin menghalangi pria itu ikut beranjak, tapi langkah kakinya tertahan karena cekalan Jo di tangan nya. 

"Hei.. Hentikan sikap konyol kamu ini Zia. 

Dia itu bos kita, Zain Putra Adhitama. Ingat bos kita. " Terang Jo penuh penekanan. 

Zia menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang didengarnya, kemudian kembali menatap pada Jo meminta kepastian. Tubuh Zia terasa lemas saat Jo mengangguk pasti tanpa ada keraguan. 

"Hehehe.. Gimana dong, Pak? " tanya Zia cengengesan, menggaruk kepalanya yang tidak gatal menatap pada Jo yang sangat kesal. 

"Buruan masuk, minta maaf! semoga saja tidak langsung dipecat. " 

Jo langsung melangkah meninggalkan Zia dengan ketakutannya. 

"Apa gue pulang aja ya? daripada dipecat secara tidak hormat. Memalukan sekali, dipecat di hari pertama bekerja.Oh no, jangan sampai itu terjadi. Bagaimana jadinya seorang Ziandra lulusan cumlaude harus mengalami hal buruk seperti itu. " Gumamnya. 

Setelah beberapa saat menimang keputusannya, dengan langkah lesu Zia memilih masuk kedalam ruangan bos nya. 

"Permisi bos, " sapa Zia saat sudah berdiri di depan meja Zain, menundukkan kepalanya seraya meremas kedua tangannya yang terasa dingin. 

"Ada apa? " suara Zain sangat dingin dan datar, jangan lupakan matanya yang menyorot tajam pada Zia. Zia bergidik ngeri saat mendengar suara bariton itu terasa begitu menusuk, apalagi wajahnya sudah pasti menyeramkan, pikirnya. 

"Maaf. Saya minta maaf atas sikap saya yang sudah lancang kepada anda,Tuan." Ungkapnya penuh penyesalan, tidak berani mengangkat wajahnya menatap pada Zain. 

"Saya mohon jangan pecat saya, Tuan. " Imbuhnya lagi penuh permohonan. 

Zia harap-harap cemas menantikan respon bosnya yang tidak kunjung bersuara. 

Badan Zia semakin bergetar saat Zain malah berjalan mendekatinya. 

"Angkat wajahmu! " titahnya masih dengan suara dingin.

Dengan ragu-ragu Zia memberanikan diri mengangkat wajahnya.

Sejenak pandangan kedua mata itu beradu, Zain seakan terhipnotis menatap mata hitam nan indah itu seolah terhanyut dalam ketenangan yang mampu mengalihkan kesadarannya. Zain meraba dadanya yang berdetak kencang saat wajah cantik itu tersenyum indah padanya.

Sama halnya dengan Zia, yang begitu terpesona menatap wajah tampan Zain bak dewa yunani, sungguh indah ciptaan Tuhan yang dihadapannya.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!