Tepat pukul 4 sore, Zafran memutuskan untuk pulang karena merasa penasaran dengan apa yang Leo katakan, benarkah Hanna akan melayaninya?
Zafran terkekeh sendiri saat memikirkan apa yang ada di dalam kepalanya, dia lalu berjalan cepat ke parkiran di mana mobilnya berada, lalu langsung tancap gas menuju apartemen.
Tidak butuh waktu lama untuk Zafran sampai ke apartemennya, sekitar 15 menit saja mobilnya sudah masuk ke tempat yang dituju.
Zafran segera keluar dari mobil dan bergegas memasuki apartemen itu. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat mendengar gelak tawa dari seorang wanita yang sangat familiar di indra pendengarannya.
Zafran lalu memalingkan wajah ke arah samping di mana suara itu berasal, dia lalu mengernyitkan kening saat melihat Hanna sedang duduk dikursi taman bersama dengan beberapa wanita dan anak-anak. Sepertinya mereka adalah penghuni unit yang ada di apartemen tersebut.
Hanna yang baru selesai membeli bahan masakan yang kurang, terhenti di taman saat melihat para anak-anak dan ibu mereka bermain. Dia memutuskan untuk bergabung dengan mereka sekaligus mengobati hatinya yang sedang terluka.
"Kalau gitu saya permisi dulu, Buk," pamit Hanna sambil memberikan seorang bayi berusia 1 tahun yang sedang duduk di atas pangkuannya. Sudah hampir satu jam dia bersama dengan mereka, dia lalu mengecup pipi bayi itu dan menyebut namanya dengan gemas.
"Kenapa buru-buru, Hanna? Sekarang 'kan masih jam 4," ucap salah satu dari ibu-ibu yang ada di tempat itu.
"Saya harus segera menyiapkan makanan untuk makan malam, Buk," balas Hanna sambil tersenyum lebar, dia lalu tergelak saat melihat bayi itu mengoceh tidak karuan.
"Beruntung sekali suamimu punya istri sepertimu, Hanna. Sudah ramah, rajin, pintar masak lagi. Jaman sekarang gak semua orang bisa sepertimu," tukas ibu yang lain.
Mungkin bagi mereka yang lahir di tahun 70 dan 80 an, para wanita masih banyak yang pintar memasak dan menjadi ibu rumah tangga. Namun, bagi gadis-gadis jaman sekarang. Sudah jarang sekali yang pintar memasak dan memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, dari pada bekerja di luar rumah.
Hanna tersenyum miris saat mendengar pujian yang mereka berikan adanya. Andai sang suami juga berpikir seperti apa yang orang lain pikirkan, maka hidupnya pasti akan bahagia. Akan tetapi, kenyataannya berbanding terbalik dengan apa yang orang lain pikirkan.
Hanna lalu bertanjak pergi dari tempat itu dengan melambaikan tangannya dan mengulas senyum lebar. Dia lalu berbalik dan berjalan menuju unit apartemennya dengan membawa belanjaan yang tadi dia beli.
"Hanna!"
Hanna terlonjak kaget saat mendengar suara seseorang, sontak dia melihat ke arah samping di mana Zafran sedang berdiri di tempat itu.
"Tu-tuan Zafran? Anda, Anda sudah pulang?" tanya Hanna dengan tergagap akibat terkejut saat melihat keberadaan laki-laki itu.
Zafran tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya, dia lalu melirik ke arah bungkusan yang sedang berada dalam genggaman tangan wanita itu.
"Kau bawa apa?" tanya Zafran sambil menunjuk ke arah bungkusan tersebut.
Hanna spontan melihat ke arah tangannya yang sedang ditunjuk oleh Zafran. "Ah, ini daun bawang. Tadi saya lupa membelinya." Dia menjawab dengan pelan sambil menunjukkan apa yang ada di dalam bungkusannya.
Zafran kembali menganggukkan kepalanya lalu mengajak Hanna untuk sama-sama masuk ke dalam lift, menuju unit apartemen mereka masing-masing.
Tidak ada yang bersuara di dalam lift tersebut sampai mereka keluar dan berjalan di lorong, lalu berhenti di depan unit apartemen Hanna.
"Apa kau akan memasak?" tanya Zafran setelah berdiam diri selama beberapa saat, dia ingin mencoba membuka obrolan dengan wanita itu.
"Saya sudah masak, Tuan. Hanya tinggal membuat pencuci mulutnya saja," jawab Hanna sambil menganggukkan kepalanya. "Apa, apa Anda mau makan? Saya masak ayam dan kentang sambalado, juga ada gorengan tahu dan teman-temannya." Dia memutuskan untuk menawari Zafran dengan menahan malu.
Zafran terdiam saat mendengar ucapan Hanna. Sepertinya apa yang Leo katakan benar adanya, dan kepalanya langsung mengangguk cepat untuk mengiyakan tawaran wanita itu.
"Kalau gitu saya akan menyiapkannya sebentar, Tuan. Anda bisa menunggu di unit apartemen Anda sambil istirahat," ucap Hanna kemudian.
Zafran kembali menganggukkan kepalanya. "Datanglah sambil membawa alat lukismu, aku ingin melihat kau melukis."
Hanna terkesiap saat mendengar ucapan Zafran. "Ke-kenapa Anda mau melihatnya, Tuan? Lukisan saya tidak bagus." Dia menundukkan kepalanya, tentu saja dia merasa malu jika lukisannya sampai dilihat oleh laki-laki itu.
"Pokoknya bawa saja. Jika tidak, maka aku yang akan datang ke unitmu untuk mengambilnya sendiri," ucap Zafran yang tidak mau mendengar penolakan. Dia lalu berjalan cepat menuju unit apartemennya dan masuk ke dalam tempat itu.
Hanna terpaku saat mendengar ucapan Zafran, dia yakin jika keluarga laki-laki itu yang memberitahu bahwa dia bisa melukis.
"Sudahlah. Aku ikuti saja apa yang dia inginkan, dari pada nanti salah lagi di mata Leo," gumam Hanna. Dia lalu masuk ke dalam unit apartemennya untuk menyiapkan apa yang laki-laki itu inginkan.
Setelah menunggu beberapa saat, Zafran yang sedang duduk di sofa ruang tamu beranjak bangun saat mendengar suara ketukan di pintu. Dia segera membukanya dan mempersilahkan Hanna untuk masuk.
"Apa Anda mau makan sekarang, Tuan?" tanya Hanna sambil meletakkan makanan yang dia bawa ke atas meja, juga peralatan melukisnya.
"Nanti saja, aku mau melihatmu melukis dulu," jawab Zafran membuat Hanna menelan salivenya dengan kasar. "Aku sudah melihat lukisanmu, dan itu sangat indah. Bisakah kau mengajariku?"
Hanna menatap Zafran dengan tidak percaya saat mendengar ucapan laki-laki itu, untuk pertama kalinya ada seseorang yang memuji lukisannya indah, bahkan meminta untuk diajari. Apa laki-laki itu tidak salah?
"Lu-lukisan saya biasa saja, Tuan. Saya tidak bisa melukis dengan indah." Lirih Hanna dengan kepala tertunduk.
"Tidak, lukisanmu benar-benar bagus. Ayo, ajari aku!" Zafran beranjak dari sofa lalu menyambar alat-alat lukis Hanna dan membawanya ke balkon, tentu saja membuat kedua mata Hanna berkaca-kaca.
Dulu, ayahnya selalu merobek hasil lukisannya. Jangankan memuji, ayahnya bahkan selalu mengatakan apa yang dia lakukan tidak penting. Sama halnya dengan ibu tiri dan adik tirinya, juga Leo dan seluruh keluarga laki-laki itu.
Tidak ada satu pun di antara mereka yang menganggap lukisannya bagus, bahkan semua yang dia lakukan selalu salah di mata orang-orang.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Zafran yang sudah berdiri di atas tangga, membuat Hanna terkesiap.
"Ba-baik, Tuan. Saya akan meletakkan makanan ini ke dapur dulu," ucap Hanna sambil berjalan cepat menuju dapur. Dia segera meletakkan makanan itu dan bergegas menyusul langkah Zafran.
Zafran lalu menyiapkan dua kursi di balkon samping kamarnya, dan menyuruh Hanna untuk duduk di dekatnya.
"Bagaimana jika kau memanggilku dengan sebutan Zafran saja? Aku merasa tidak nyaman mendengar kau selalu menyebutku tuan," ucap Zafran dengan serius sambil menoleh ke arah samping, menatap Hanna.
Hanna terdiam dengan bingung. Kenapa tiba-tiba Zafran meminta hal seperti itu, apa dia sudah membuat laki-laki itu tidak nyaman?
"Selama ini aku tidak pernah berteman dengan seorang wanita, jadi kau adalah wanita pertamaku. Ayo, kita berteman!" Zafran mengulurkan tangannya di hadapan Hanna, membuat wanita itu panik.
"Ta-tapi kenapa Anda ingin berteman dengan saya? Saya hanya-"
"Kau mau atau tidak?" tanya Zafran dengan cepat karena tidak mau mendengar penolakan.
Hanna terdiam. Dia merasa bingung dan kaget dengan apa yang Zafran lakukan, benarkah dia bisa berteman dengan laki-laki itu? Apa nanti tidak akan terjadi masalah?
"Ka-kalau gitu baiklah, Tu- eh Za-Zafran. A-ayo kita berteman!"
•
•
•
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
2023-06-22
0
zahrana
semangat up nya kak💜
2023-06-22
0