Akhirnya mereka berdua menikmati makan malam dengan keheningan yang sangat mencekam bagi Hanna. Dia sama sekali tidak berani mengeluarkan suara, bahkan untuk mengunyah makanan saja dia harus ekstra pelan melakukannya.
Zafran sendiri menikmati makanan yang Hanna sajikan sengan khusyuk. Rasa makanan itu sangat pas sekali dilidahnya, padahal dia termasuk salah satu orang yang pemilih jika soal makanan, tetapi kali ini semuanya langsung masuk hingga bersih tidak tersisa.
"Egh, alhamdulillah," ucap Zafran saat dia bersendawa pertanda jika perutnya sudah kenyang.
Hanna melotot tidak percaya saat melihat piring Zafran bersih tidak bersisa. Tanpa sadar senyum tipis terbit dibibirnya karena merasa senang saat laki-laki itu menghabiskan makanan yang dia buat.
"Makananmu sangat lezat, terima kasih karena sudah mengundangku," ucap Zafran, membuat Hanna tersenyum.
"Sa-saya senang jika Anda menyukainya. I-itu masih ada banyak makanan yang tersisa, apakah Anda ingin membawanya juga? Mungkin istri Anda juga akan menyukainya," balas Hanna memberi penawaran, membuat kening Zafran mengernyit bingung.
"Istri?" Zafran merasa heran saat wanita itu menyebut kata istri. Memangnya sejak kapan dia mengatakan jika punya istri?
Namun, tiba-tiba Zafran mengingat tentang kotak makanan pagi tadi. Mugkinkah Hanna yang memberikan kotak makanan itu padanya?
"Apa kau yang memberikan makanan padaku tadi pagi?" tanya Zafran dengan cepat, membuat Hanna langsung terkesiap dan panik.
Zafran yang melihat reaksi Hanna menyunggingkan senyum tipis, dia yakin sekali jika wanita itu yang memberikannya. Namun, kenapa Hanna berkata jika makanan itu bagus untuk wanita hamil?
"Ma-maafkan saya, Tuan. Saya memberikannya karena merasa berterima kasih atas bantuan Anda, lain kali saya tidak akan-"
"Lain kali berikan secara langsung padaku, bukankah seharusnya seperti itu?" potong Zafran dengan tatapan tajamnya, membuat Hanna menundukkan pandangannya lalu mengangguk paham.
Kemudian Zafran beranjak pamit dari tempat itu sebelum malam semakin larut, dan tidak enak juga berduaan di apartemen itu dengan Hanna.
"Se-sebentar, saya akan membungkuskan makanan itu untuk Anda." Hanna langsung cepat-cepat menyiapkan makanan yang akan dibawa oleh Zafran. Makanan sebanyak itu tidak mungkin bisa dia dan Leo habiskan, jadi lebih baik diberikan pada orang lain.
Zafran menerima makanan itu dengan penuh suka cita, membuat senyum tulus terbit diwajah Hanna hingga wajah wanita itu tampak berbinar-bibar dimatanya.
"Masakanmu enak, jadi jangan dengarkan komentar buruk dari orang lain. Dan aku akan membawa makanan ini, tapi akan memakannya sendirian karena aku belum punya istri. Apalagi istri yang sedang hamil," ucap Zafran dengan penuh penekanan.
Hanna terkesiap dengan tatapan kaget saat mendengar apa yang Zafran katakan. Bukankah waktu itu Zafran sedang bersama dengan istrinya?
"A-anda belum menikah? Tapi, tapi waktu itu saya melihat Anda sedang bersama dengan wanita yang sedang hamil," ucap Hanna dengan bingung dan merasa malu.
Zafran langsung tergelak saat mendengarnya, ternyata wanita itu telah salah paham dengan sang kakak yang mungkin dilihat pada saat datang menemuinya.
"Wanita hamil itu adalah kakakku, nanti aku akan memperkenalkannya padamu," ujar Zafran. Dia lalu menganggukkan kepalanya dan berlalu pergi dari tempat itu.
Hanna mematung di tempat dengan wajah merah padam. Dia benar-benar merasa malu karena sudah salah sangka, juga merasa tidak enak hati karena takut menyinggung perasaan laki-laki itu.
"Dasar bod*oh! Kenapa aku tidak bertanya dulu dan langsung menyimpulkan bahwa dia sudah punya istri sih?" gumma Hanna kesal pada dirinya sendiri. "Tapi ternyata dia sangat baik dan juga perhatian, padahal wajahnya tampak kaku dan jarang tersenyum." Dia kembali tersenyum karena merasa senang sudah diperlakukan dengan baik oleh laki-laki itu.
Untuk pertama kalinya dalam hidup, ada orang lain yang memperlakukan Hanna dengan baik, padahal keluarga dan suaminya sendiri menganggapnya tidak lebih baik dari seorang pembantu dan kerap berkata kasar.
Sementara itu, di rumah sakit terlihat Dokter sudah selesai memeriksa kaki Claudia yang hanya sedikit terluka. Itu pun memerah saja dan tidak akan meninggalkan bekas luka.
"Kakiku benar tidak apa-apa 'kan Dokter?" tanya Claudia untuk yang kesekian kalinya, membuat Dokter itu menggelengkan kepala.
"Anda tidak perlu khawatir, Nona. Dengan obat yang saya kasi, rasa sakit dan lukanya akan langsung sembuh," jawab Dokter tersebut.
Claudia menghela napas lega saat mendengarnya, begitu juga dengan Leo dan yang lainnya di tampat itu.
"Kau lihat, Leo? Baru sekali kami datang berkunjung ke apartemenmu, tapi istrimu memperlakukan kami dengan buruk," ucap Claudia dengan tajam dan nada suara lirih penuh kemanjaan.
Leo menghela napas kasar. "Aku akan menyuruhnya minta maaf padamu, Hanna memang selalu saja ceroboh dan membuat masalah." Dia merasa kesal sendiri jadinya.
"Lagian kenapa kau harus menikahi wanita kampung itu sih, Leo? Bukankah ada aku yang lebih segalanya dari dia?" ucap Claudia dengan kesal. Ucapannya membuat Baim dan Bella menggelengkan kepala.
Leo langsung merangkul tubuh Claudia saat mendengar ucapan wanita itu. "Tenangkan dirimu, Claudia. Tidak ada yang berbeda dengan hubungan kita."
"Tidak berbeda bagaimana? Jelas-jelas kau sudah menikah dengan wanita lain," balas Claudia dengan ketus, terlihat jelas kemarahan diwajahnya.
"Aku punya alasan tersendiri kenapa menikahi Hanna, Claudia. Jadi tunggullah sebentar lagi."
•
•
•
Tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Sri Puryani
kyk nya leo punya mksd tertentu nikah sama hana
2024-10-14
0
Rabiatul Addawiyah
Lanjut thor
2023-06-12
0
Een Nurjanah
ceraikan saja Hana Leo ,,,biar menikah dengan zafran,,,,lalu kau akan menyesal🤣
2023-06-12
0