Jealousy

“Kesambet apaan lagi sih ini orang?” Biru gemas sendiri setelah bertukar pesan dengan Baskara. Tanpa alasan yang jelas, lelaki itu mengirimkan pesan demikian. Padahal biasanya selalu oke-oke saja kalau dia datang ke kantornya. Rekan kerjanya yang lain juga terlihat welcome saja, tidak pernah kelihatan sinis atau tidak nyaman.

“Kenapa?” dari lorong rak sebelah, Denis bertanya. Buku-buku yang sedang dia tata digeser hingga membuat Biru bisa menatap wajah lelaki itu di depannya.

“Bukan apa-apa.” Biru menggeleng pelan. Ponsel keluaran lawas miliknya lantas dimasukkan ke saku celana, lalu dia lanjut menata buku-buku di rak yang lain.

Denis terdiam sebentar, kemudian mengendikkan bahu dan kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda.

Selama bermenit-menit kemudian, tak terjadi percakapan antara dua anak manusia itu. Mereka sama-sama sibuk menata rak, memastikan tak ada buku yang nyasar di rak yang bukan tempatnya.

Denis lantas menjadi orang pertama yang berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Troli yang tadi penuh dengan buku kini sudah kosong, sehingga benda beroda itu kemudian dia dorong pelan hingga menggelincir ke tembok ruangan di seberang. Lelaki berambut cepak dengan warna cokelat gelap itu pun berjalan ke lorong rak sebelah, menghampiri Sabiru.

“Mau makan siang di mana nanti?” tanyanya seraya menyandarkan punggungnya ke rak, memerhatikan Biru yang serius bekerja.

Buku terakhir Biru selipkan ke dalam rak, lalu sama seperti yang Denis lakukan pada trolinya, ia juga mendorong benda itu menjauh. “Belum tahu.” Biru menjawab seraya berhadap-hadapan dengan Denis. “Lapernya sih udah berasa dari sekarang.” Imbuhnya.

“Gara-gara bangun kesiangan, makanya lo nggak sempat sarapan, ya?” Denis menebak, dan Sabiru mengangguk membenarkan.

“Parah banget deh hari Senin kali ini.” Keluh Sabiru, yang lantas membuat Denis tersenyum tipis.

“Gue ada roti di tas, mau? Lumayan buat ganjel sampai nanti jam makan siang.” Denis menawarkan. Dia memang selalu siap sedia roti di dalam tas, ya untuk mengantisipasi hal-hal yang seperti ini. Sama seperti kebanyakan orang, dia juga suka bangun kesiangan dan melewatkan sarapan.

“Boleh?”

“Boleh banget.”

“Maaauuuu!” Biru memekik kegirangan. “Thank you, ya, Nis. Lo memang the best!”

Denis hanya tertawa kecil mendengar reaksi Sabiru yang sudah seperti baru saja mendapatkan hadiah super mewah. Kemudian, lelaki itu berlalu dari sana, pergi menghampiri tasnya yang tersimpan di loker karyawan dan kembali tak lama setelahnya sambil membawa roti isi keju dan botol air minum.

“Nih,” ia memberikan roti dan botol air minumnya kepada Sabiru. “Makan di sana aja tuh, biar khidmat.” Sambungnya seraya menunjuk bangku di sudut rak. Spot itu memang biasanya dipakai oleh para karyawan untuk mencuri-curi waktu istirahat. Selain karena adem, di sana juga menjadi satu-satunya spot yang tidak terkena sorot kamera CCTV.

Biru tersenyum lebar, mendekat roti dan botol air mineral pemberian Denis dengan erat. “Makasih sekali lagi. Siang nanti, gue traktir lo kopi. Janji!”

Lalu tak ada lagi obrolan karena Sabiru sudah cabut, berlarian menuju spot yang ditunjuk agar bisa menikmati sarapannya yang telat beberapa jam.

Senyum Denis kembali terkembang. Diam-diam, dia menggerayangi dadanya sendiri, meresapi getaran hebat yang timbul hanya karena dia telah berhasil membuat gadis yang dia sukai kegirangan.

...🌻🌻🌻🌻🌻...

Biru menyetop langkahnya, membuat Denis yang berjalan bersebelahan dengannya pun turut berhenti. Lelaki itu lalu menatapnya keheranan, seakan hendak bertanya ‘kenapa?’ melalui sorot matanya.

Tak menghiraukan kebingungan Denis, Biru membalikkan badan. Kepalanya mendongak, tatapannya terlabuh pada gedung perkantoran di mana Baskara sedang mencari nafkah. Dari jendela kaca yang dibuka lebar-lebar, dia bisa melihat keberadaan lelaki itu di sana. Menunduk menatapnya meski tak terlalu jelas ekspresi apa yang tengah lelaki itu tunjukkan sekarang.

Menolak untuk menerka-nerka, Biru segera mendial nomor Baskara, sambil masih memaku tatap dengan laki-laki itu dari jarak bemeter-meter jauhnya. Namun, Biru kembali dibuat menggeram kesal tatkala Baskara tidak mengangkat teleponnya dan malah menutup jendela kaca, menghilangkan diri dari jangkauan pandang Sabiru.

“Wah, bajingan sialan.” Biru menggerutu dengan gigi yang nyaris saling bersentuhan. Sedangkan di belakang tubuhnya, Denis masih tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.

“Nin?” panggil Denis, membuat Biru menoleh. “Kenapa?”

Biru mendengus, memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket dan kembali mengayunkan langkah. “Abang gue kesambet reog.” Sahutnya sewot. Tingkah Baskara yang di luar nalar benar-benar membuatnya kesal. Sungguh tidak habis pikir, siapa yang telah mengusik lelaki itu hingga menjadi sangat menyebalkan sejak pagi?

“Lo nggak dibolehin jalan sama gue, ya?” dan pertanyaan itu semakin membuat Biru dongkol. Langkahnya terhenti lagi, hanya untuk menatap tajam ke arah Denis.

“Teori dari mana?” tanyanya balik.

Denis memasukkan kedua tangannya ke saku celana, berusaha rileks meskipun sebenarnya dia sedang dag-dig-dug, takut kalau dugaannya ternyata benar. Kan amsyong juga kalau ternyata Mas Abi memang melarang Anindia untuk dekat dengannya, padahal dia baru mau memulai misi pendekatan terhadap rekan kerjanya itu.

“Kakak laki-laki biasanya emang suka begitu. Suka ngelarang adik perempuannya buat dekat sama cowok karena cemburu. Bukan cemburu, sih, tapi lebih kayak takut kalau adiknya diapa-apain sama cowok. Secara mereka juga cowok, jadi mereka pikir mereka tahu gimana karakteristik semua cowok di muka bumi ini.” Jelas Denis panjang lebar.

Mulanya, Biru sudah ingin mencak-mencak, memberikan sanggahan atas terori—yang menurutnya—tak berdasar itu. Tetapi kemudian, dia terdiam membisu saat kata ‘cemburu’ berhasil dicerna dengan baik oleh otaknya.

Bukannya menyahuti penjelasan Deni yang panjang lebar, Biru kemudian malah membalikkan badannya, kembali menatap jendela kaca tempat di mana Baskara sebelumnya mengintai dirinya dan Denis.

Cemburu? Benarkah demikian? Benarkah bayi beruang kesayangannya itu sedang menunjukkan kecemburuan?

“Nin,” Denis menyenggol lengan Sabiru, membuat gadis itu terbangun dari lamunannya. “Kenapa, sih? Mas Abi beneran nggak bolehin lo jalan sama gue?”

Biru berdeham pelan, lalu menarik lengan Denis dan mengajaknya kembali berjalan. “Boleh, kok. Dia bukan tipikal abang yang posesif.” Ujarnya, lalu senyum jahil terbit di wajahnya tatkala sebuah ide brilian muncul di kepala.

Sudah lama dia tidak melihat Baskara mereog karena cemburu, jadi sepertinya, akan menyenangkan jika dia bisa sedikit bermain-main dengan rasa cemburu itu.

...🌻🌻🌻🌻🌻...

“Wah!” teriakan Baskara yang diikuti gerakan bangkit dari kursi itu sontak membuat rekan kerjanya yang lain menoleh secara serempak ke arahnya dengan tatapan keheranan.

Mengabaikan itu, Baskara mendial nomor Biru cepat-cepat. Lalu selagi menunggu teleponnya tersambung dan agar rekan kerjanya tidak mendengar dia berubah menjadi reog, Baskara berlari keluar dari ruang kerja. Kalang kabut menuruni tangga untuk sampai ke spot aman di mana tidak ada siapa pun yang akan menguping.

Tepat ketika dia tiba di depan gedung kantor, panggilannya tersambung.

“Ha—“

“ELEENA SABIRU!!! JANGAN MACAM-MACAM LO YA!!! BALIK SEKARANG, ATAU GUE SAMPERIN LO TERUS GUE POTONG-POTONG TUBUHNYA SI DENIS!!!” Teriaknya kesetanan. Lepas sekali, sebab ia yakin tidak ada seorang pun di sana. Jam makan siang sudah lewat, orang-orang sudah kembali sibuk bekerja sehingga area itu sudah bisa dipastikan streril.

Akan tetapi, agaknya Baskara salah perhitungan. Karena hanya sedetik sebelum dia mulai berteriak, Lintang baru saja turun dari mobilnya yang diparkirkan. Posisi Baskara yang membelakangi tempat di mana Lintang berada membuat lelaki itu tidak menyadari kehadiran sang gadis.

“Mas Abi lagi telepon sama siapa? Kok marah-marah?” Lintang kebingungan.

Bersambung

Terpopuler

Comments

jully

jully

ah itu kenapa mine ada lope merah nya itu kontak bojoku.....ya ampyun bas..

2023-06-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!