Calm Down, Baby, She's Just a Kid

“Bi,”

“Apa?!” Biru menyalak. Tatapan nyalangnya bagai berisi bara api yang siap membumihanguskan Baskara detik itu juga.

Jikalau apa yang akan Baskara katakan adalah soal ia yang tidak boleh memarahi Lintang, maka Biru bersumpah akan mengemasi barang-barangnya dan langsung pergi mencari kontrakan baru yang jauh dari jangkauan ulat bulu itu.

Akan tetapi, tidak, Baskara tidak melakukannya. Alih-alih mendebat dirinya dan terlihat kentara sedang berpihak kepada Lintang, lelaki itu justru menarik tubuhnya, mendekapnya—tak terlalu erat, namun hangatnya mampu membuat Sabiru perlahan-lahan melupakan kekesalannya.

“Lintang salah.” Aku Baskara. Itu kali pertama Biru mendengar Baskara berani mengatakan bahwa Lintang memang bersalah. Meskipun dalam banyak sekali kesempatan mereka sama-sama tahu bahwa Lintang bersalah, Baskara tidak pernah mau mengakuinya. Lelaki itu hanya terus memintanya untuk maklum, memintanya untuk mengalah dan menumbuhkan sabar lebih banyak.

“Nggak ada yang bisa membenarkan tindakan Lintang yang udah lancang menerobos pagar rumah kita. Dilihat dari segi mana pun, dia memang bersalah.” Baskara melepaskan pelukannya, hanya agar dia bisa menatap Sabiru lekat-lekat. “Tapi, Sayang, sebagai orang dewasa, kita juga harus tahu kalau marah-marah nggak akan pernah bisa bikin anak-anak mengerti bahwa mereka salah.”

“She’s already in her 20s, Baskara, dia bukan anak-anak lagi.”

“Tapi dari sudut pandang kita, dia masih anak-anak.” Nada bicara Baskara yang tenang turut membuat Biru enggan jika harus kembali berteriak. Sorot teduh yang terpancar dari netra lelaki itu pun semakin membuatnya tak punya daya untuk mendebat dengan cara menggebu-gebu seperti biasanya. “We’re adult, and she’s just a kid.”

“Sebagai orang dewasa yang lebih able untuk memilah mana yang baik dan yang buruk, kita juga perlu tahu gimana caranya menyampaikan itu kepada anak-anak. Teriakin dia di depan wajahnya kayak tadi, terlebih ada orang lain selain kalian, cuma akan bikin mental dia terguncang. Salah-salah, bukannya merenungi apa yang udah dia perbuat, dia malah akan kesel sama lo, terus makin nggak mau lagi dengerin omongan lo. Bisa jadi, dia bakal makin rebel, makin ngeliat lo as enemy yang mana itu cuma bakal bikin hubungan kalian makin nggak baik.”

“Tapi dia ngeselin, Bas.” Biru malah kedengaran seperti sedang merengek.

Baskara mengangguk paham, “Gue tahu dia emang nyebelin. Tapi semakin lo keras, sikap dia bakal makin kerasa nyebelin buat lo. Lo tahu kenapa gue selalu bersikap lembut sama dia, ngasih tahu dia dengan cara halus meskipun gue tahu kalau dia jelas-jelas salah?”

Meskipun sepertinya Biru tahu apa jawabannya, dia lebih memilih untuk menggelengkan kepala.

“Karena cuma dengan cara itu, gue bisa handle dia. Cuma dengan jadi sosok dewasa yang ngomongnya lemah lembut dan nggak pakai nada tinggi sama sekali, gue bisa bikin Lintang nurut. Anak itu tipikal yang nggak bisa dapat kekerasan dalam bentuk apa pun, Bi. Karena semakin keras kita, sisi pemberontak di dalam diri dia juga bakal semakin kuat dia munculin.” Baskara mengambil jeda cukup lama, membiarkan Sabiru mencerna ucapannya dengan baik agar tidak menimbulkan misinterpretasi.

Helaan napas yang Biru keluarkan dianggap oleh Baskara sebagai pertanda bahwa perempuan itu telah selesai mencerna ucapannya. Maka detik itu juga, Baskara kembali memeluknya.

“Belajar sabar, ya, Sayang. Hitung-hitung sebagai latihan kalau nanti kita punya anak, dan kebetulan anaknya cukup aktif kayak Lintang.” Ucapnya. Sepersekian detik kemudian, ia menertawakan angan-angan konyolnya tersebut. Anak? Dia bahkan tidak yakin kapan mereka akan memilikinya. Entah bisa, entah tidak.

“Amit-amit gue kalau harus punya anak kayak Lintang.” Seraya membalas pelukan Baskara, Sabiru mendumal pelan. “Tapi, ya, bakal gue coba buat lebih sabar menghadapi bocah kematian yang satu itu.”

Baskara terkekeh lagi, kali ini karena Sabiru telah memberikan julukan lain untuk Lintang. “Kemarin ulat bulu, sekarang bocah kematian, besok apa lagi?” tanyanya dengan sisa-sisa tawa yang ada.

“Nggak tahu, lah, lihat-lihat sikon aja.” Biru memberikan jawaban asal, sontak membuat Baskara meledakkan tawa lebih keras.

Tidak seperti Lintang yang harus berdamai dengan perasaan tidak nyaman, siang yang terik itu Baskara dan Sabiru malah dilingkupi perasaan nyaman. Memang seharusnya begini cara mereka berkomunikasi. Cara yang jika mereka terapkan di masa lalu, mungkin akan bisa mencegah banyak hal buruk agar tidak terjadi.

...🌻🌻🌻🌻🌻...

Beres mandi dan berganti pakaian, Baskara baru sempat memeriksa ponselnya yang sejak kemarin malam tidak dia sentuh sama sekali. Ada banyak notifikasi yang masuk, salah satunya membuat senyumnya mengembang—notifikasi bahwa gaji bulanannya baru saja ditransfer. Namun, senyum itu tidak bertahan lama karena genap 30 pesan yang Lintang kirimkan berhasil membuat fokusnya tersita.

Baskara tidak punya waktu untuk membaca satu persatu, jadi dia memilih untuk membaca hanya pesan terakhir yang gadis itu kirimkan. Itu dikirimkan siang tadi, persis setelah Sabiru menyeretnya masuk ke dalam rumah.

Dengan begitu saja, Baskara ikut merasa nelangsa. Menyukai seseorang dengan perasaan yang menggebu-gebu memang kerap membuat kita tak bisa menahan diri dari melakukan tindakan yang terkadang di luar nalar. Dan sebagai mantan seseorang yang begitu terobsesi pada perasaan sayangnya sendiri, Baskara mengerti bahwa apa yang Lintang lakukan sebenarnya sama sekali tidak berniat untuk mengganggu. Anak itu hanya sedang berusaha menyalurkan getar-getar hebat di dadanya, memuaskan batinnya atas kebutuhan untuk merasa diterima.

Pesan terakhir yang Lintang kirimkan sudah lewat berjam-jam, namun Baskara tetap mengetikkan balasan agar luka yang diderita Lintang tidak semakin dalam.

Usai mengirimkan pesan yang berakhir centang satu, Baskara keluar dari dalam kamarnya. Ia berpapasan dengan Sabiru yang datang dari arah dapur, membawa toples berisi keripik kentang di dalam dekapan, hendak dibawa ke ruang tamu.

“Mau ke mana?” tanya Sabiru.

“Ke depan.” Jawab Baskara.

“Ngapain?” mereka lantas mengobrol sambil berjalan beriringan.

“Ngambil oleh-oleh yang Lintang tinggalin di meja depan.”

Mendengar itu, langkah Biru terhenti. Pun dengan niatnya untuk melahap sekeping keripik kentang yang sudah sempat dia comot dari dalam toples.

“Lintang tinggalin oleh-olehnya di sana karena itu memang dibeli buat kita, jadi boleh ya gue ambil?” Baskara meminta persetujuan. Dia hanya tidak ingin memulai keributan.

Namun jawaban yang Biru berikan malah membuat Baskara terpaku di tempatnya berdiri. Sambil menyerahkan toples kepadanya, perempuan itu berkata, “Biar gue aja yang ambil.” Kemudian berjalan cepat menuju teras.

Tak berselang lama, Biru sudah kembali membawa paper bag yang ukurannya lumayan besar tersebut. Mereka lalu duduk bersebelahan di sofa ruang tamu untuk menilik apa isi di dalamnya.

Sekilas, ketika mereka membukanya, yang terlihat hanyalah tumpukan berbagai jenis makanan, dari yang asin hingga manis. Namun saat Biru mulai mengeluarkan makanan itu satu persatu, ia menemukan dua potong kaus yang masih terbungkus plastik. Dua kaus itu masing-masing berwarna hitam dan putih, dan dengan melihat tag-nya saja, Biru tahu bahwa kedua kaus itu memiliki ukuran yang berbeda.

Sementara Biru terpaku, Baskara mengulum senyum. Ia lantas meraih satu kaus yang berwarna hitam, langsung mengklaim sebagai miliknya. “See? She’s just a kid, Sabiru. Even dia selalu ngeyel setiap kali lo bilangin, dia tetap ingat buat beli sesuatu untuk lo, nggak serta-merta cuma beli buat gue aja.” Sambil bicara begitu, ia menunjuk kaus berwarna putih yang masih Biru pegang.

Biru malas mengakuinya, tetapi untuk kali ini, dia benar-benar harus menundukkan kepala, mengapresiasi sisi manis Lintang yang tersembunyi di balik sikapnya yang menyebalkan.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!