Disinilah saat ini Thalia berada, di ranjang rumah sakit yang dindingnya bercat putih bersih. Wanita cantik yang baru saja membuka matanya tersebut, mengedarkan pandangan. Dia mencari-cari dua orang yang tadi memberikan tumpangan kepadanya dari pompa bensin dan kemudian membawa Thalia ke rumah sakit karena perutnya terasa semakin sakit seperti hendak melahirkan.
Benar saja, begitu tiba di rumah sakit tadi, Thalia yang langsung dibawa ke ruang persalinan, melahirkan seorang bayi perempuan mungil dengan selamat. Namun karena Thalia kelelahan dan tubuhnya belum mendapatkan asupan makanan dari pagi tadi ketika dia diusir dari mansion, wanita itu tidak sadarkan diri setelah beberapa saat bayinya lahir. Thalia kemudian segera mendapatkan perawatan intensif dan bayinya dibawa ke ruangan khusus bayi.
"Kemana paman dan Bibi Brown tadi, ya? Apa mereka berdua menunggu di luar?" gumam Thalia bertanya-tanya.
"Anda sudah sadar, Nyonya?" Suara seorang perawat berseragam putih yang baru masuk ke ruang perawatan Thalia, mengejutkan wanita muda itu.
"Sus, dimana bayi saya, Sus?" tanya Thalia yang langsung teringat dengan bayinya dan ingin segera memberi sang buah hati, Asi.
"Bayi Anda ada di ruang perawatan bayi, Nyonya. Sebentar lagi akan ada perawat yang membawanya kemari karena Anda sudah sadar," balas perawat tersebut dengan ramah.
"Sus, apakah paman dan bibi saya masih di luar?" tanya Thalia kemudian, setelah perawat cantik itu memeriksa kondisi kesehatannya.
"Mereka berdua sudah pulang, Nyonya. Mereka tadi juga mengatakan kalau semua biaya persalinan dan perawatan Anda, sudah mereka bayarkan. Jadi, kalau Nyonya merasa sudah kuat nanti, Nyonya bisa langsung membawa bayi Anda pulang," terang perawat itu sambil tersenyum manis.
"Kondisi Anda bagus semua, Nyonya. Tekanan darah, juga normal. Saran saya, setelah keluar dari rumah sakit nanti perbanyak makan sayur dan buah agar asinya lancar dan banyak." Perawat tersebut kemudian menyuntikkan vitamin ke dalam botol infus yang hampir habis, lalu berpamitan.
"Saya tinggal dulu, Nyonya. Saya harus mengunjungi pasien lain."
"Terima kasih banyak, Sus," ucap Thalia yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh perawat yang seusia dengannya itu, sambil berjalan keluar dari ruang perawatan.
"Ya Tuhan, baik sekali paman dan bibi Brown. Padahal baru pertama kali kami bertemu, tetapi mereka sudah melakukan banyak hal padaku dan bayiku," puji Thalia pada dua orang yang menolongnya tadi.
'Aku harus cepat sehat dan cepat keluar dari sini. Aku akan jual cincin dan liontin dari Ale untuk mencari ruko dan memulai usaha agar aku punya penghasilan,' batin Thalia seraya meraba jemarinya.
Dahinya tiba-tiba berkerut dalam kala tidak mendapati apa-apa di jari tangan kanannya. Thalia kemudian melihat jemari tangannya, kanan dan kiri bergantian. Kosong, tidak ada apa-apa di jemarinya itu. "Dimana kedua cincinku?" gumam Thalia bertanya, entah kepada siapa.
Thalia kemudian meraba lehernya untuk memastikan bahwa kalung dengan liontin mahal seharga satu unit apartemen yang diberikan oleh sang suami di hari pernikahannya, masih ada. Raib, kalung emas murni berikut liontin yang terbuat dari batu termahal itu pun sudah tidak ada lagi di leher jenjang Thalia. Wajah wanita muda yang baru saja melahirkan tersebut, bergelayut mendung.
"Siapa yang telah mengambilnya? Apa mungkin, paman dan Bibi Brown? Tega sekali mereka!" Thalia menduga-duga, sebab hanya ada mereka berdua yang menemani Thalia di rumah sakit.
Lenyap sudah harapan Thalia untuk dapat bertahan hidup dan memberikan tempat yang layak untuk putrinya nanti. Dia tidak membawa apa-apa, selain dua cincin dan kalung berharga dari sang suami. Sementara satu cincinnya yang dia beli sendiri ketika jalan-jalan dengan sang suami, sudah dia berikan kepada John sebagai ucapan rasa terima kasihnya.
Teringat akan John, Thalia beringsut dan mencoba mengambil tas kopernya. Berharap, uang pemberian dari John tadi masih ada. Thalia bernapas dengan lega ketika uang yang diberikan oleh sopir berkulit hitam yang tadi mengantarkan dirinya sampai pompa bensin di perbatasan, masih utuh.
"Ini benar-benar berguna untukku, John. Terima kasih banyak," gumam Thalia seraya mendekap lembaran uang dolar tersebut.
*****
Di rumah petak yang sempit berukuran tiga kali tiga meter dengan dapur dan kamar mandi yang juga sangat sempit, menjadi satu di dalam ruangan tersebut inilah Thalia dan bayinya sekarang berada. Rumah kontrakan yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit, tempat dia melahirkan putrinya tadi. Thalia mengetahui tempat ini dari perawat rumah sakit yang merawat bayi mungilnya.
Uang dari John yang cukup banyak, sekitar satu bulan gaji sopir tersebut memang masih ada sisa setelah dipakai untuk membayar uang sewa rumah selama dua bulan. Namun, sisa uangnya mungkin hanya akan cukup dipakai untuk bertahan hidup selama dua minggu. Membuat Thalia mulai berpikir untuk segera mencari pekerjaan.
"Aku harus segera pulih agar bisa segera bekerja." Thalia menyemangati dirinya sendiri.
Setelah merapikan rumah petak sambil mengendong bayi mungilnya, Thalia kemudian menidurkan bayi merah itu di kasur lantai yang sudah disediakan oleh pemilik kontrakan. Kasur tipis dan berukuran kecil yang hanya cukup untuk dia dan bayinya. Thalia sudah sangat bersyukur dengan apa yang dia dapatkan saat ini.
*****
Waktu terus berlalu. Thalia yang sudah terbiasa dengan kesulitan hidup sebelum bertemu dengan Alexander, suaminya, dengan mudah dapat beradaptasi di tempat baru itu. Ibu muda tersebut mulai mencari-cari informasi pekerjaan dan juga tempat penitipan anak. Ya, tentu saja Thalia harus menitipkan putrinya jika nanti dia bekerja.
Hari ini, tepat sepuluh hari setelah dia melahirkan, Thalia hendak berangkat ke sebuah kantor perusahaan yang menurut tetangga di tempatnya tinggal, ada lowongan pekerjaan. Thalia segera membawa putrinya ke tempat penitipan anak yang tidak jauh dari perumahan kumuh tersebut dan kemudian membayar biaya hanya untuk satu hari itu saja karena sisa uang Thalia tinggal sedikit. Setelah menitipkan sang putri dan memastikan stok asi cukup hingga siang nanti, Thaliapun segera berangkat untuk melamar pekerjaan bersama tetangga barunya.
"Tidak jauh sebenarnya kantor itu, Tha. Kita bisa saja berjalan kaki untuk menghemat ongkos, tetapi aku kasihan padamu kalau kita berjalan. Kamu baru saja melahirkan dan pasti rasanya masih sakit jika dipakai untuk berjalan terlalu jauh," ucap Maria ketika mereka tiba di pinggir jalan raya.
Thalia mengangguk, membenarkan ucapan tetangga yang sudah berbaik hati mau memberinya informasi tentang pekerjaan dan menemani Thalia untuk melamar di sana.
"Kita naik bus kota itu saja, Tha!" seru Maria sambil menunjuk ke arah bus kota yang baru saja datang.
Kedua wanita itu kemudian segera naik bus kota untuk menuju ke kantor perusahaan terbesar di kota tersebut, The Moohan Coorpaorate. Tidak butuh waktu lama, bus kota yang membawa mereka tiba di tempat tujuan. Maria segera mengajak Thalia turun di halte yang berada persis di depan gedung perkantoran TMC.
"Sorry, Tha, kita berpisah di sini. Aku ada perlu di sana," pamit Maria seraya menunjuk ke arah kantor asuransi.
"Tidak masalah, aku bisa sendiri. Terima kasih banyak, Maria, karena kamu sudah menemaniku," balas Thalia dengan tersenyum tulus.
Maria membalasnya dengan senyuman dan kemudian segera menjauh seraya melambaikan tangan. Thalia pun berlalu untuk ke tempat tujuan. Ibu muda yang pagi ini mengenakan rok span di bawah lutut dan dipadukan dengan blouse berwarna putih yang menampakkan dadanya yang besar karena menyusui, terlihat begitu seksi. Thalia berjalan dengan langkah pasti menuju ke gedung perkantoran yang menjulang tinggi.
Wanita yang terlihat sangat cantik meskipun tanpa riasan di wajahnya itu tidak menyadari, ada dua pasang mata yang memperhatikan dirinya sejak tadi dari dalam mobil mewah. "Cari tahu siapa dia, Zack, dan apa tujuannya ke kantorku!"
☕☕☕☕☕☕☕☕☕☕ tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Sri Arimbawati
sedih aku
2025-03-14
1
Yoyok Yoyok
kasihan sekali thalia
2023-10-12
1
Dewi Zahra
lanjut
2023-10-11
1