Lana gemetaran mendengar suara gonggongan anjing galak itu. Tapi kalau ia lari, entah kenapa Lana merasa Raul akan semakin marah.
Menelan ludah bersama ketakutannya, Lana perlahan-lahan masuk. Susah payah menahan keinginannya lari saat melihat Raul tengah duduk tertunduk di kasur.
Bahkan dari ujung bumi pasti kelihatan kalau dia marah. Jelas kelihatan kalau Raul marah besar.
"Raul, aku minta maaf. Aku yang—"
Raul mengangkat tangan, menyuruh Lana berhenti bicara.
Tangan Raul yang lain memanggil Bombom datang, mengelus-elus kepala anjing galak tapi sangat patuh pada Raul itu.
"Lana ternyata lebih mandiri dari yang aku pikirin."
Eh?
"Lana bisa pulang sendiri," gumam Raul seolah-olah dia kecewa. "Padahal Lana enggak tau alamat. Lana juga enggak megang HP. Lana enggak kenal kota—tapi ternyata Lana bisa pulang."
Apa jangan-jangan Raul maunya Lana tidak pulang sampai dia sendiri datang menjemput Lana?!
Tidak, bagaimana ini? Haruskah Lana pergi lagi ke tempat itu dan duduk menunggu? Tapi Raul sudah melihatnya pulang jadi pasti percuma.
Atau Lana berlutut? Memohon ampun padanya seperti di film-film penjahat?
"Aku sedih, Lana." Raul tersenyum penuh luka. "Lana lebih milih megang tangan Yuda daripada aku."
"I-itu karena Yuda narik aku! Bukan aku yang mau!"
Raul mendongak, seolah-olah dia terkejut mendengar Lana. "Lana," ucapnya dengan mata lebih kecewa lagi. "Kok Lana nyebut nama dia?"
Pria mereporkan ini! Lana sangat berharap suatu saat ia bisa mengacak-acak wajah Raul!
Tapi sekarang jelas mustahil.
"Maaf." Lana cuma bisa menunduk. "A-aku kaget waktu itu. T-terus juga aku enggak pengen di sana tapi aku takut ka-kamu marah."
"Jadi Yuda bener? Lana kepaksa?"
Kenapa dia pura-pura tidak tahu?! Jelas semuanya terpaksa! Lagipula dialah yang memaksa! Namun dia malah memaksa Lana untuk bersikap seakan-akan Lana tidak terpaksa!
"A-aku cuma suka Raul." Lana meremas tangannya satu sama lain. "Ng-ngumpul ka-kayak tadi itu enggak nyaman. Beda sama Raul."
Tolonglah, tolonglah percaya. Jika memang dia mau Lana bersikap seakan tidak bisa hidup tanpanya, maka Lana akan bersikap begitu.
Lihat, Lana tidak suka siapa pun kecuali dia. Lana sangat lemah dan bodoh jika tidak bersamanya. Jadi berhenti marah dan suruh anjing menakutkan itu pergi.
Saat Lana terus gemetar gelisah akan reaksi Raul, tiba-tiba saja tubuhnya ditarik membungkuk.
Lana membeku kaku atas pelukan tiba-tiba yang ia rasakan. Raul memaksanya terus membungkuk, sementara dia memeluk punggung Lana sangat kuat.
"Aku jadi kesepian," bisik Raul penuh kesedihan. "Aku di sini mikir Lana mungkin nungguin. Aku salah ninggalin Lana tapi aku marah, takut kalo Lana enggak butuh aku lagi."
Lana menelan ludah.
"Ternyata Lana beneran bisa pulang sendiri. Aku jadi sadar kalo aku selama ini maksa Lana."
Eh? Dia sadar?
"Maaf, Lana. Aku pasti udah nyakitin Lana dari kemarin."
Tunggu. Kalau begitu dia tidak akan melakukan pemaksaan berkedok senyum itu lagi? Dia akan memperlakukan Lana lebih baik? Kalau begitu sekarang—
"Lana udah bisa sendirian." Bisikan Raul tiba-tiba jadi dingin. "Lana bisa ngurus dirinya sendiri."
TERNYATA DIA SUNGGUHAN MARAH!
"Aku enggak bisa!" Lana menangis ketakutan sampai tak sadar berlutut di depan Raul.
Ia memegangi lutut pemuda itu, mencengkramnya kuat sambil berharap dia luluh.
"Aku enggak bisa tanpa Raul! Aku enggak bisa! Aku enggak bisa pulang sendiri! Tadi aku nangis terus Yuda bilang bakal nganterin ke rumah Raul! Aku enggak tau apa-apa!"
Masih butuh waktu sepuluh tahun buat Lana bisa pergi jadi mustahil ia dibuang sekarang!
"Raul, aku butuh kamu. Aku enggak mandiri. Aku enggak bisa sendiri."
Raul tersenyum sedih. "Lana malah nutupin. Harusnya Lana bilang aja."
"Enggak! Aku bilang enggak!" teriak Lana histeris. Tangannya tak sadar sudah berpindah ke pakaian Raul, menatapnya dengan raut wajah paling menyedihkan. "Aku enggak bisa apa-apa kalo bukan sama kamu! Jangan seenaknya bilang aku bisa! Aku bilang enggak bisa ya enggak bisa!"
Raul tampak sangat terkejut.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments