Lana mendadak berhenti merasa sedih ketika ia masuk ke ruangan yang Raul mintakan dan suara musik India terdengar. Lagunya tidak terdengar romantis, tapi juga tidak terdengar seperti lagu alay.
Lana menoleh ke sekitaran, menemukan itu sebuah ruangan luas seperti kamar tanpa kasur. Hanya banyak lukisan di dinding lalu meja seperti tempat bersantai.
"Sini, Lana. Duduk sini."
Raul menarik kursi untuknya, menuntun Lana untuk duduk.
Sejujurnya Lana sangat penasaran kenapa Raul memutar musik India, tapi Lana juga penasaran benda apa di atas meja yang nampak lezat itu.
Bentuknya kecil-kecil, lalu di atasnya ada lelehan cokelat dan taburan berbagai toping. Bukan cuma itu, di piring lain ada gelas-gelas kecil berisi puding cokelat yang juga nampak lezat.
"Nah, Lana." Raul meraih garpu dan pisau makanan seraya tersenyum puas. "Mau donat atau puding dulu?"
"Donat?"
"Ini donat." Raul menunjuk piring di sebelah puding. "Kenapa? Maunya yang ada mesis, yah?"
"Enggak ada lobangnya," gumam Lana pelan.
Soalnya yang biasa ia lihat itu donat bundar dengan lubang kecil di tengahnya.
Raul dibuat tertawa mendengarnya. Bahu dia bergetar karena tawa tapi kali ini bukan mengejek.
"Ini donat perawan," ucap dia usil.
Membuat wajah Lana memerah.
"Becanda. Terlepas dari donat apa," Raul memotongnya dengan bantuan garpu dan pisau, lalu membawa potongan itu ke mulur Lana, "waktunya Lana makan. Aaa."
Lana mau makan sendiri tapi ia seketika ingat orang ini tidak suka Lana bertingkah diluar keinginannya.
Mulut Lana terbuka, menerima potongan donat itu. Saat berada dalam mulut, Lana kembali membuat ekspresi seperti saat merasai boba.
Manis. Manisnya sangat enak. Lalu, donatnya juga sangat lembut sampai Lana ingin menangis.
Hiks. Kenapa tidak ada makanan seenak ini di kampung?
"Lana suka yang manis-manis, yah." Raul tersenyum hangat. "Kalo gitu, aku bakal sering-sering beliin Lana makanan."
Lana sibuk tenggelam dalam surga rasa makanan di mulutnya.
"Ngomong-ngomong, Lana." Raul menopang dagu, setelah memotong-motong kecil semua donat itu. Kini semuanya tinggal dipindahkan ke mulut Lana lewat garpu. "Kamu suka lagunya?"
Lagu?
Lana seketika sadar bahwa lagu India ini memang tidak normal. Maksud Lana, memangnya cowok kota itu penggemar India? Orang ini memang aneh tapi entah kenapa tidak cocok dengan India.
"Lagunya kesukaan kamu?" tahya Lana hati-hati.
"One of my favorite, yeah."
Lana mengerjap. Seriusan dia suka India? Dan barusan dia bilang apa? Lana lemah bahasa Inggris.
"Hey, ask me something."
Lana diam. Ia menelan ludah menatap Raul yang tersenyum padanya. Dia pasti akan marah jika Lana bilang tidak paham. Tapi kalau Lana salah jawab, dia pasti juga akan madah.
".... Maaf." Lana memilih jujur saja. Meski wajahnya memerah malu. "A-aku enggak paham."
Raul mengangkat alis, membuat Lana takut. Tapi sesaat kemudian, dia tertawa. "Iya juga, yah. Bener juga."
Wajah Lana memerah karena rasanya dia seperti bilang 'mana mungkin Lana paham'.
"Enggak pa-pa. Maaf udah ketawa, Lana. Bukan berarti Lana bodoh, kok." Raul mengusap kepalanya. "Udah, lupain soal bahasa. Bahas lagunya."
".... Lagunya kenapa?"
"Ini judulnya Tujhe Hasil Karunga. Lagu yang, hmmm, gimana yah ngomongnya? Tipe aku banget? Lagu yang bikin aku ngerasa diwakili buat teriak ke dunia."
Ekspresi Raul yang mendadak sedih jelas aneh. Lana mendadak merasa itu tidak pantas. Tanpa sadar justru ia bertanya, "Emangnya arti lagunya apa?"
Mungkinkah lagu ini lagu kesedihan? Kalau lagu itu mewakili Raul maka berarti dia bersedih diam-diam?
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments