"Lana, buka mulut."
Lana mengerjap cengo pada permintaan tiba-tiba itu. Padahal ia baru turun dari motor yang membawanya sampai ke depan kediaman besar itu, tapi mendadak Raul malah menyuruhnya buka mulut?
Biasanya yang begitu berarti mau menyuapi sesuatu, kan? Tapi Raul tidak memegang apa pun.
"S-sekarang?"
"Loh, loh? Emangnya mau buka mulut di mana?" Raul tersenyum usil.
Membuat Lana kesal hingga ia langsung membuka mulutnya. Terserahlah.
Raul menarik dagu Lana lebih dekat, ternyata mengintip ke dalam mulutnya. Lalu dia melepaskan, turun dari mofor.
Rada enggak bener, pikir Lana tapi diam saja, tak bertanya buat apa dia melakukan itu.
"Lana." Raul berjalan di depannya, menenteng helm yang tadi dia gunakan. "Mau kubeliin boba lagi enggak?"
"Mau." Lana menjawab sangat cepat. "Mau banget. Mau."
Rasanya sangat enak. Di kampung belum ada yang menjual begitu. Yang ada hanya minuman cokelat harga lima ribuan dan rasanya jelas berbeda.
Lana berharap bisa memberi Luna juga, karena dia pasti akan sangat senang dengan rasa manisnya.
"Gitu ya." Raul tersenyum. "Yah, kalo Lana nurut, nanti aku beliin yang lain juga. Lana pernah nyoba donat cokelat?"
"Donat mesis?"
"Donat mesis." Raul tertawa—tidak, menertawakan perkataan Lana.
Lana jelas tersinggung. Mana ia tahu makanan apa saja yang enak di kota. Dasar! Kalau dia di desa, memangnya orang ini tahu apa? Kan sama saja. Mereka beda lingkungan jadi beda pengetahuan.
Tentu saja, Lana cuma marah dalam hati. Tetap mengikuti langkah Raul sampai akhirnya mereka berhenti di dapur.
Lana terkejut melihat di sana ada istri suaminya. Dewi, kalau tidak salah namanya?
"Raul, kenapa baru pulang?" Dewi menatap tajam putranya. "Kamu kan harusnya kuliah hari ini. Kenapa malah telat?"
"Emang iya, Ma? Maaf, aku lupa." Raul membalas santai. Meletakkan helmnya lalu beranjak pergi begitu saja..
Lana spontan mau ikut. Alasannya karena ia cuma akrab dengan Raul, juga karena ia takut dia marah jika tidak dikuti. Tapi suara Dewi menahannya.
"Kamu mau ke mana?"
Lana menoleh tegang. Apalagi ketika ia mendengar Raul bersiul-siul santai, naik tanpa menoleh lagi. Dia mengabaikan Lana.
"Duduk."
Lana langsung duduk patuh. Jelas ia takut pada tante-tante galak. Itu hanya membuatnya ingat pada Tante Imania.
"Kamu jangan ngira bisa santai-santai di sini cuma karena istri baru."
Jantung Lana berdebar kencang. Ia takut dan tak nyaman. Jauh lebih baik Raul di sini. Tolong kembalilah. Bukankah dia berjanji melindungi Lana?
"Cuma karena papanya Raul lagi sakit, kayaknya kamu ngira bebas. Kerjaan istri itu bukan cuma ngangkang di kasur. Banyak kerjaan yang lain."
Lana meremas roknya dalam diam. Pokoknya cuma mau diam mendengar.
"Mulai sekarang yang masak di rumah ini kamu. Jelas, saya enggak mau makan makanan kampung jadi gimana caranya belajar masak yang lain. Terus, karena kamu juga enggak mungkin bantuin saya kerja, mending kamu bersih-bersih rumah. Termasuk bikinin bubur buat papanya Raul, nyuapin dia, bersihin dia."
Lana tersentak hanya pada ucapan terakhir. Kalau begitu Lana harus tetap berinteraksi dengan pria itu?!
Tidak, tidak! Ia tidak mau!
"Lana, nama kamu?" Dewi memicing. "Kamu kira cuma kamu yang enggak mau?"
Lana tersentak.
"Perempuan itu harus tau pura-pura suka biarpun enggak suka demi uang. Kalo kamu enggak ada gunanya di sini, kamu kira saya enggak bisa mulangin kamu?"
Lana menggigit bibirnya. Berusaha keras tidak menangis ketika ia menjawab, "Iya, Bu."
Mungkin, Raul hanya bohong padanya soal akan melindungi Lana.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments