TMPT - 6

Ketika Lana membuka mata, hal pertama yang ia lihat adalah Raul tengah menopang dagu, tersenyum padanya.

Hal itu membuat Lana kembali menutup mata, batal bangun.

"Loh, loh, kok malah tidur lagi?" Ujung telunjuk Raul menusuk-nusuk pipi Lana. "Bangun dong. Udah enggak pusing, kan? Udah sehat, kan?"

Oh Tuhan, Lana tak mau mengeluh padahal baru bangun tapi kenapa harus orang ini yang ia lihat pertama kali? Dan senyumnya itu, dia seperti sudah merencanakan sesuatu.

"Lana, bangun."

Lana seketika membuka mata, terduduk dari posisi tidurnya.

Kemarin Lana ingat ia diinfus oleh suster, tapi tangannya sekarang sudah tidak terpasang apa-apa. Selain itu, kepala Lana tidak lagi pusing dan segalanya tak lagi berguncang.

"Jam berapa?" tanyanya, berusaha tidak memedulikan senyum Raul.

Pokoknya pura-pura saja tidak tahu.

"Dinginnya. Masa bangun-bangun malah langsung nanyain jam?" Raul cemberut. "Bukannya harus nanyain yang lain dulu?"

Tuh, kan! Apa Lana bilang! Dia tidak semenjijikan pria tua mesum namun dia menakutkan karena terlihat baik sementara memperlakukan Lana seperti hewan!

Apa yang dia mau?

"M-makasih." Lana berusaha keras tersenyum. "Makasih u-udah nolongin saya."

Ekspresi Raul mendadak datar. Itu berarti respons barusan bukan yang dia mau.

Jantung Lana berdebar kencang. Ia merasa ngeri memikirkan apa yang dipikirkan anak menakutkan ini.

"Enggak imut," gumam dia dingin. Tangan Raul terulur ke dagu Lana, menariknya agar berpaling menatap dia.

Ketika ibu jari Raul mengelus kulit dagunya, Lana menelan ludah kasar.

"Nah, yang imut dong, Lana. Senyum kamu maksa banget. Terus masa ngomong saya-sayaan? Terus, makasih? Cuma makasih? Harusnya kan 'makasih, Raul' atau 'makasih, anakku sayang'. Iya, kan?"

Menakutkan! Dia menakutkan seperti hantu di film horor!

Tapi sekali lagi, daripada pria tua menjijikan dan mesum, masih lebih baik pria menakutkan yang setidaknya masih muda.

"M-makasih, Raul." Lana berusaha tersenyum lebih baik.

Raul menatapnya lekat. Sangat amat lekat sampai Lana ketakutan sendiri.

Dan yang lebih menakutkan, Raul melepaskan tangannya seraya bergumam, "Ngebosenin."

Dia tampak mau beranjak. Mau keluar entah ke mana yang spontan Lana tahan. Tangan Lana menggigil memegang lengan Raul. Sekalipun ia sadar tengah dipermainkan, Lana tidak punya pilihan lain.

Kalau dia bosan dan mendorong Lana pada pria menjijikan itu, kehidupan Lana akan habis.

"Maaf." Air mata Lana menggenang. Bibirnya ikut gemetar, mendongak pada Raul untuk mengemis. "Maaf. Aku salah, maaf. Jangan marah."

Mata Raul yang baru saja redup bosan mendadak bersinar. Lana jelas tak tahu bahwa pemuda itu sedang berdebar-debar.

Ah, sensasi ini membuat Raul ketagihan. Seorang gadis kecil mungil memegangi tangannya, menangis terisak-isak agar Raul menolongnya.

Raul ketagihan melihat ekspresi itu.

Ayo menangis lagi. Lebih terisak-isak lagi. Tunjukkan bahwa dia tidak bisa melakukan apa-apa tanpa Raul.

Karena itu sangat imut dan menggemaskan.

"Lana." Raul membungkuk di depan wajahnya, mengusap air mata di pipi Lana sekalipun yang baru berjatuhan lagi. "Aku bukannya marah," ucap Raul lembut.

Wajah Lana memerah karena tangisan. Justru semakin ingin Raul kacaukan tapi bukan hari ini.

"Gini yah, Lana. Aku itu sayang sama Lana, Lana imut soalnya. Jadi aku tuh mau Lana senyum lebih tulus, tapi Lana malah enggak mau senyum."

Ujung telunjuk Raul menekan lembut ujung hidung merah itu.

"Lain kali, senyum lebih tulus, yah? Aku sedih kalo Lana enggak mau."

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!