Sekarang Lana mengerti bahwa Raul mau ia melakukan segala yang dia suka saja.
Mau Lana takut, mau Lana sedih, mau Lana tidak ingin, Raul hanya mau Lana melakukan apa yang dia harapkan. Dan jika sedikit saja Lana tidak melakukannya, dia akan bosan, atau justru menekankan dengan sangat dingin.
Untuk sekarang, Lana akan bertahan. Semenakutkan apa pun Raul, masih lebih mending daripada pria tua jadi sebenarnya tidak ada masalah.
"Perjalanan ke rumah makan waktu sejam sih kayaknya." Raul memberitahu ketika mereka berada di dalam mobil.
Kali ini dia yang menyetir sendiri.
Lana menatap sekitaranya dalam perasaan asing. Walau sering melihat di TV dan Handphone, tak ia sangka rumah sakit di kota akan sebesar ini. Lalu sangat banyak mobil di mana-mana. Jalan rayanya juga besar sampai Lana tidak membayangkan bagaimana seseorang menyebrang di sana.
"Lana, kamu kuat kan naik mobil sejam?"
Tak mau menyusahkan, Lana mengangguk meski ia takut. Tapi ....
"Lana, kalo enggak bilang enggak," ucap Raul dengan senyum tipis.
"Enggak." Buru-buru Lana mengubah jawabannya. "Enggak kuat."
"Gitu, yah? Tapi karena enggak mungkin nginep di rumah sakit terus jadi tahan, yah?"
Kenapa dia memaksa Lana mengucapkan tidak jika dia mau menyuruhnya berusaha?!
Tahan, Lana, tahan. Kalo cuma begini, enggak ada apa-apanya dibanding yang biasa.
Namun kenyataannya memang Lana mabuk lagi. Padahal baru lima belas menit mobil bergerak, Lana sudah merasa pusing. Demi apa pun, mulai sekarang mobil adalah musuhnya. Lana heran kenapa orang menyukai mobil. Apa bagusnya benda yang memusingkan ini?
"Hmmm, Lana enggak bakal kuat di kota kalo mabuk kendaraan terus." Raul bergumam saag mobil berhenti, demi memberi Lana waktu bernapas dari muntah. "Motor gimana? Lana suka motor?"
Dia mau Lana menjawab tidak atau iya? Jawabannya kan terserah dia bukan Lana.
"Maaf." Lana pada akhirnya menunduk, bingung harus mengatakan apa.
Ia merasa dirinya sangat menyedihkan sekarang tapi Lana juga tidak bisa menahan mabuk kendaraan.
"Lana enggak salah kok." Raul tersenyum lembut. "Kita coba naik motor aja yah? Bentar, aku telfon Pak Romi dulu."
Pada akhirnya supir yang kemarin datang membawakan Raul motor dan membawa pulang mobilnya. Tapi sebelum naik motor, Raul mengajak Lana pergi membeli minuman di pinggir jalan.
Lana mengerjap melihat minuman yang Raul berikan. Ketika Lana menyedot isi gelas plastik di tangannya, mata Lana membulat terkejut.
"Enak!" Lana berteriak kaget.
Membuat Raul ikut terkejut melihatnya. "Lana belum pernah minum boba?"
Kepala Lana rasanya meleleh oleh rasa manis. Gurih dari susu, bola-bola kenyal, juga entah apa lagi yang dicampurkan tapi rasanya sangat manis, enak dan luar biasa!
"Enak banget." Lana menyedot banyak-banyak ke mulutnya dan menelan itu penuh rasa syukur.
Mendadak seluruh mabuknya hilang.
"Enak banget," ucap dia tak bosan. Matanya terpejam, bibirnya tersenyum lebar. "Makasih, Raul."
Saking sibuk menghayati boba pertama dalam mulutnya, Lana tak menyadari bagaimana ekspresi Raul menjadi kaku.
Pemuda itu menelan ludah, berpaling ke samping dan menutup mulutnya.
Gawat. Dia menjadi sangat imut saat tersenyum tulus begitu. Ah, gawat. Ini gawat.
Raul mendadak tidak mau membawa dia pulang.
Aku yang nyuruh senyum tapi, Raul berusaha keras menahan perasaannya sendiri, kalo kayak gini kan jadi pengen aku mainin.
Kata guru Raul di sekolah dulu, anak perempuan itu cenderung suka bicara dan berkumpul-kumpul untuk berbagi cerita. Sedangkan anak laki-laki malah suka berkumpul untuk bersaing dan permainan mereka cenderung kasar.
Raul selalu setuju. Karena sekarang Raul jadi mau bermain kasar, membolak-balik keadaan dan perasaan Lana.
Ah, menggemaskan sekali. Kan tidak boleh, yah? Tidak boleh.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments