Alsava Adelia Manoppo, putri dari tuan Lorenzo dan nyonya Agatha. Wanita itu sudah berusia dua puluh enam tahun tetapi sampai detik ini masih melajang. Kehidupan yang mewah dengan fasilitas lengkap tak membuat para pria melirik si pewaris tunggal Gold company.
Parasnya memang cantik dengan body goal layaknya seorang model, hanya saja tangan kanan Alsava atau yang biasa di panggil Sava tak bisa digunakan dengan maksimal. Sehingga segala sesuatu yang dikerjakannya lebih mengandalkan tangan kiri. Meski begitu, dia seorang pelukis handal.
Setiap insan yang memiliki kekurangan pasti diberikan kelebihan oleh Allah SWT. Ingatlah ketika satu di antara kebenaran menjadi gunjingan mulut orang-orang, maka setiap insan yang rendah hati akan tetap istiqomah bersyukur atas nikmat dari Yang Maha Esa. Bukankah masih bernapas juga rezeki tak terhingga?
Rasa khawatir bersua ketakutan yang menyatu menggetarkan raga. Kertas putih bertinta hitam terlepas dari tangan bersambut dekapan hangat seorang ibu. Emosi kian membara membakar seluruh rasa tanpa sisa. Derai air mata luruh bak hujan di malam purnama.
Sakit yang ia rasa, lebih sakit dari putus cinta. Pandangan mata nanar, bibir pucat yang terkunci rapat. Lelah akan frasa dalam dilema mencapai muara tanpa akhir cerita dunia. Pertanyaan demi pertanyaan menggerogoti hati dan pikiran menjerat tanpa mampu melakukan perlawanan.
"Non, ada apa?" Bibi bertanya dengan suara lembut setengah berbisik agar sang nona tidak merasa sedang diintimidasi.
Sadar akan kepercayaan dan pengendalian diri Alsava yang memang tidak seperti orang-orang pada umumnya. Nona muda satu itu membutuhkan perhatian dan juga kasih sayang yang tulus agar tidak lagi merasa sendirian. Semua hal yang terjadi saat ini, pasti memiliki alasan tetapi untuk sebab itu sendiri maka seseorang harus memahami keadaan dari putri sang majikan.
Tak ada jawaban tetapi tangan Sava menunjuk ke arah surat yang membuat si bibi melepaskan pelukan. Lalu mengambil surat dari sang majikan yang ditujukan hanya untuk Alsava seorang, kemudian membaca dengan teliti isi surat tersebut dari atas sampai bawah. Entah berapa kali menghela napas mencoba menguatkan hati.
Surat suara dari sang nyonya benar-benar menjadi tamparan keras untuk nona muda. Pantas saja wanita itu jatuh terpuruk lemah tak berdaya. Rupanya hati yang selalu dijaga agar tetap baik, tiba-tiba tercabik-cabik oleh kebenaran kehidupan tanpa ada belas kasih.
Dipeluknya lagi wanita yang membutuhkan kepedulian dan dukungan seorang ibu. Jujur saja hatinya ikut hancur karena satu fakta yang diungkap nyonya Agatha seketika mengubah dunia menjadi tanpa nama, "Non, sabar, ya, disini ada bibi dan yang lain. Kami akan selalu menjaga Non Sava."
"Bi, benarkah aku bukan anak dari mama? Jika iya, lalu darah siapa yang mengalir di tubuhku ini?" Tatapan mata berkabut tak lagi bisa melihat wajah bibi dengan jelas.
Hancur ketika semua pertanyaan yang selama bertahun-tahun bertumpuk menjadi tangga kesendirian ternyata hanya karena satu alasan. Dirinya bukanlah putri kandung yang bisa dianggap sebagai keluarga. Jika memang kebenaran itu setipis jarak antara kehidupan dan kematian. Kenapa harus terungkap melalui sepucuk surat?
Apa benar dirinya tak seberharga itu di mata kedua orang tua yang selama ini selalu ia hormati dan sayangi. Jujur lebih sakit mengetahui jati diri palsu yang ia anggap sebagai dunia nyata. Sekarang setiap waktu yang sudah mereka habiskan secara bersama menjadi pertanyaan ulang.
Meninggalkan rasa sakit akan pahitnya kehidupan seorang Alsava. Di kediaman lain justru selalu dipenuhi cinta. Apalagi setelah mendapatkan hasil baik atas pemeriksaan kondisi Ara yang dilakukan Sam bersama dokter Kinara. Kedua dokter itu seperti paket lengkap di dunia kerja kedokteran.
"Alhamdulillah, aku ikut senang akhirnya Ara bisa berkeliling ke tempat yang sudah lama diidamkannya. Bukan begitu, kesayangan tuan muda?" goda Kinara membuat yang lain tersenyum bahagia.
Ara sendiri mengangguk setuju, sedangkan tangannya masih saja menggandeng lengan Bryant karena tidak ingin ditinggal sendiri selama pemeriksaan. Bahkan Sam dan Kinara selalu menghindari membawa jarum suntik masuk ke kamar bumil yang pasti bisa menjadi pemicu rasa takut tersendiri.
Alkan berjalan keluar ruangan begitu mengetahui semua aman. Pria itu melakukan panggilan ke pihak agensi untuk menyewa pesawat khusus agar seluruh keluarga bisa ikut dalam liburan kali ini. Janji adalah hutang dan harus dilunasi sebelum ditagih oleh istri keponakannya.
Liburan juga bisa menjadi alasannya untuk mendapatkan informasi yang dia butuhkan tanpa harus dicurigai oleh semua orang. Satu keputusan berubah menjadi tindakan nyata, tapi di saat melakukan percakapan tiba-tiba ada tangan yang melingkar di perutnya. Aroma bunga lily mengantarkan identitas tanpa harus memeriksa.
"Terima kasih atas bantuannya, nanti saya hubungi kembali." Dimatikannya sambungan telepon yang baru berdurasi selama sepuluh menit, lalu menarik tangan pemilik cincin berlian nan berkilau melingkar di jari manis. "Bunga, apa ada yang ingin kamu sampaikan? Jika ya, katakan saja!"
Wajah cantik yang selalu tenang, santai seolah tak memiliki beban dengan senyum tulus, tatapan mata nakal dan mampu memuaskan dahaga sebagai seorang pria tiba-tiba tampak murung. Sungguh tidak tahu, kenapa istrinya begitu sedih. Bukankah mereka sudah berbaikan?
"Sayang, Istri kecilku. Are you okay?" tangan merengkuh dagu Bunga hingga tatapan mereka saling bersua. Binar mata sendu tak bersemangat terpancar jelas menghiasi netra hazelnut sang istri.
Rasanya tak nyaman setiap kali Bunga terlihat aneh. Entah apa yang terjadi pada istrinya itu, tapi tanpa kata ia rengkuh tubuh yang selalu menjadi sandaran dikala lelah tuk memeluk bersandar di dadanya tanpa sungkan seraya mengusap kepala wanitanya tanpa menyatukan hasrat dalam jiwa.
Kebersamaan pasutri itu menghalangi jalan masuk ke kamar Ara, bahkan Kinara yang berniat balik ke rumah sakit harus menunggu dan memilih kembali ke tempat semula. Apa mau dikata? Sebagai satu-satunya insan yang jomblo, sungguh ia merasa terjebak di tengah suasana keharmonisan keluarga Putra.
Kinara, sabar deh! Katanya orang sabar di sayang calon suami, tapi gimana bisa gitu, ya? Boro-boro calon, gebetan saja zonk. Eh, malah ngebatin. Astagfirullah, sabar.~keluh Nara seraya mengusap dadanya sendiri yang juga diperhatikan Ocy.
Sebagai sahabat tentu memahami dilema dan kecanggungan si dokter yang betah melajang. Hanya saja jika ingin menjodohkan, maka harus memiliki kandidat yang cocok sesuai dengan kriteria sang sahabat. Ditengah pemikiran absurd tiba-tiba sebuah nama terlintas dan jika bersanding dengan Kinara pasti tampak serasi.
Tangan menarik kaos sang suami yang berdiri di sebelahnya, membuat Muel merunduk mencoba mendengarkan keinginan sang istri. Pria itu menyimak bisikan Ocy dengan seksama bahkan bola matanya sibuk berputar kesana kemari karena tidak bisa percaya dengan ide spontan sang pujaan hati. Antara setuju dan ragu untuk menuruti mengingat ia hafal seperti apa seorang Kinara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments