Foto yang ada di hadapan pria itu membawa sepucuk kenangan masa lalu yang mengetuk emosi seorang Tiger. Dia tak pernah membayangkan akan pertemuan kedua kalinya setelah sekian lama. Tangan terangkat menyentuh sayatan luka yang selalu menjadi tanda pengenal akan kebaikan seseorang.
Pikiran melayang menyapa alam bawah sadar. Ada tanya yang menyusup. Haruskah melenyapkan seseorang yang bahkan sanggup mengorbankan nyawa untuk orang asing? Tidak. Penolakan kertas menyita rasa. Hati ada untuk memahami mana benaar dan salah kan?
Samar-samar bayangan masa lalu menyapa menyingkirkan masa kini. Semua berawal sepuluh tahun yang lalu. Kisah ini bukan tentangnya tetapi tentang dia, sang malaikat pelindung. Malaikat tak bersayap yang mampu meluluhkan ego seorang pemburu pemilik darah dingin tak bertuan.
Derasnya air hujan dengan pandangan mata samar berkabut tak kuasa menahan luka di tubuh akibat luka tembakan yang bersarang di perut dan lengan. Lemah tak berdaya terkapar di tengah jalanan nan sepi di pinggir hutan keramat. Setelah berlari tanpa mengenal rasa takut, kini tenaganya tak lagi ada.
Kilau cahaya dari arah depan menandakan adanya mobil yang mendekat. Saat itu kesadarannya masih ada meski hanya lima persen dan hanya bisa melambaikan tangan meminta pertolongan berharap Tuhan berbelas kasih memberinya kesempatan hidup sekali lagi. Keinginan hati bersambut uluran tangan yang membawa raga tak berdaya memasuki sebuah mobil.
Semua terjadi begitu cepat dengan kebaikan hati seorang insan yang memberikan pertolongan hingga membuat nyawanya terselamatkan, bahkan tanpa ragu menyumbangkan darah sebagai bentuk perikemanusiaan. Pertemuan tak terduga menjadikan mereka teman tanpa saling berjabat tangan.
Semua aman hingga tiba-tiba ada penyerangan. Hampir salah paham ketika orang-orang yang datang langsung mengepungnya, sesaat tertampar oleh kenyataan tetapi kembali merengkuh kesadaran ketika sang malaikat menghadang serangan untuk melindungi nyawanya sekali lagi.
Pertarungan antara dua insan melawan satu kelompok berandalan jalanan mengubah pondok penginapan menjadi pusat kericuhan tanpa ada rasa belas kasih sayang. Tangan dengan sebilah pisau yang bergerak bak angin sibuk menorehkan jejak kepemilikan tanpa keraguan.
Cara sang malaikat ketika bertarung seraya mempertahankan keseimbangan membuatnya terpesona. Liukan tubuh mengikuti irama permainan dari para berandalan yang terlihat tidak berpengalaman. Hanya saja, ia tak bisa berbuat lebih selain menangkis dan sesekali menyerang karena kondisinya masih begitu lemah.
Pertarungan selama lima belas menit sudah cukup mengajarkan banyak hal. Sadar akan kemampuannya masih jauh di bawah sang malaikat. Wajah tampan pemilik senyum devil yang berubah menjadi inspirasi memeluk perasaan mengikat jiwa tanpa paksaan. Satu rasa yang tak pernah bisa dirinya lupakan.
"Istirahatlah! Disini kamu aman, tapi jangan pernah percaya pada siapapun kalau hatimu masih ragu. Ingatlah itu!"
Ucapan yang menjadi akhir pertemuan pertama di antara mereka berdua mengubah dunia seorang Tiger. Tidak ada kata yang bisa mewakili rasa terima kasih. Dimana kini hidupnya hanya tentang ketenangan tanpa ada ketegangan.
Embusan semilir angin mengusap membelai kesadaran kembali pada kenyataan. Sejuk yang menyebarkan aroma kesegaran membawa kedamaian. Tatapan mata menunduk tak kuasa menahan diri membiarkan air mata luruh tanpa perlawanan. Apa yang harus dilakukannya?
Dilema hati kian menyesakkan dada mencoba tuk mengakhiri janji tanpa ikatan. Antara pekerjaan dan balas budi. Ia merasa dunia menguji kemampuannya tetapi Tuhan ingin memahami hamba Nya berjalan di jalan mana. Bukankah seperti itu?
Kegalauan Tiger hanya miliknya seorang karena orang yang ingin ia habisi tak sekalipun mengenal rasa takut. Pria itu akan selalu siap dalam situasi apapun meski harus bertarung hingga merenggut nyawa. Cinta keluarga untuknya akan selalu menjadi kekuatan.
Meninggalkan sekilas kenangan masa lalu Tiger, dimana pria itu masih termenung menikmati derai air mata pelebur rasa. Di belahan bumi lain seorang wanita tengah duduk menatap sepucuk kertas tanpa nama pengirim. Surat asing yang ia terima tiga hari lalu, tapi hati tak berniat tuk memeriksa.
"Permisi, Non. Boleh bibi masuk?" Seorang pelayan berdiri di depan pintu yang terbuka setengah, tangannya memegangi nampan berisi makanan sehingga tidak bisa mengetuk pintu.
Tangan menyambar surat, lalu memasukkannya ke dalam laci teratas, kemudian beranjak dari tempat duduk. "Masuklah, Bi!" Wanita itu melambaikan tangan seraya menampilkan senyum terbaik sama seperti biasa.
Izin telah di dapat, membuat si pelayan masuk tanpa keraguan. Wanita berusia lima puluh tahun yang selama ini bekerja di rumah keluarga majikan selama tiga puluh tahun. Ya, dialah pelayan tertua sekaligus ibu angkat yang mendapatkan hak khusus dan di anggap sebagai keluarga.
Namun, si pelayan tak pernah mengharap lebih dari sekedar rasa hormat dan dihargai sebagai manusia. Ia menyadari dimana posisinya. Seperti biasa nona muda akan memilih sarapan di kamar sendiri karena orang rumah sudah pergi sebelum subuh. Putri tunggal pewaris Gold Company yang memiliki kehidupan sunyi.
"Bibi buatin masakan khusus pagi ini," nampan diletakkan ke atas meja kaca. Lalu ia tata alat makan seperti biasa seraya memastikan semua sesuai dengan kesukaan sang nona. "Silahkan dicicip, Nona muda!"
"Wah, makasih, Bi. Pasti waffle sama pancakes buatan bibi the best," puji nona muda membuat bibinya tersipu malu.
Waffle itu bentuknya kotak dan biasanya disajikan bersama es krim, selai, atau sirup. Kalau gak begitu suka manis, kamu bisa menggunakan lauk lain seperti ham, telur dan daging. Sedangkan pancake itu, olahan kue bulat, lebar dan tebal yang disajikan dengan cara ditumpuk dan banyak topping yang bisa ditambahkan seperti buah, sirup, selai, madu, hingga es krim.
Setiap kali mendapatkan sarapan pagi dengan menu kesukaan, maka akan terbit binar kebahagiaan yang menambah kecantikan sang nona muda. Seorang ibu akan selalu memahami bagaimana kesedihan hati anaknya. Seperti yang dilakukan nyonya besar. Kesibukan menjadi CEO Gold company nyatanya tak membuat lupa tanggung jawab sebagai orang tua.
Kegelisahan hati yang menyapa mengusik kedamaian jiwa. Pertanyaan yang berjubel di dalam kepala seakan siap meledak membuat kehebohan. Ragu ingin bertanya, tapi tidak mungkin terus diam. "Non, apa sudah baca surat dari Nyonya Agatha?"
"Surat apa, Bi?" tanya balik Nona muda karena benar-benar tidak tahu maksud dari si bibi.
Lagipula untuk apa sang mama mengirim surat. Di dunia yang canggih tentu sangat mudah berkomunikasi menggunakan ponsel, laptop. Dua benda mati nan canggih yang bisa memberikan banyak informasi tetapi diutamakan sebagai alat komunikasi. Pertanyaan bibi terdengar aneh hingga tiba-tiba ia ingat surat yang baru saja dirinya tatap.
Tanpa permisi beranjak dari tempatnya, langkah kaki berlari menghampiri meja kerja di depan jendela kamar. Buru-buru mengambil surat berstempel bunga mawar, lalu membukanya tanpa ada niat menunggu lagi. Perlahan membaca bait pertama dari surat yang ia anggap tak berarti.
Satu kata demi kata terangkai menjadi bait tak bernada menyapa dunia dalam rasa tanpa jiwa. Hawa panas menyeruak membakar emosi di dalam hati, debaran jantung mengubah harapan menjadi air mata. Raga jatuh menyentuh bumi tak kuasa menahan diri.
"Nona Alsava!" seru bibi berlari menghampiri nona mudanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments