Tangan terlepas tanpa jawaban akan keterlambatan para anak buahnya. Sebagai seorang pemimpin, ia tahu dan tidak membebankan semua kesalahan karena hal sepele. Meski begitu, kesadaran akan selalu menjadi alasan untuk mengingatkan akan waktu yang terbuang sia-sia.
Terbebas dari ikatan sang penahan hanya membuatnya merasa harus segera menyudahi ketidakadilan yang ada di depan mata. Apalagi rasa perih di punggung mulai tidak bisa dikendalikan. "Tuan Manish, coba ulangi niat hatimu untuk keluargaku!"
Suara dingin penuh tekanan bergema memecahkan keheningan malam. Dimana tubuh tegang akibat menikmati todongan senjata api dari semua orang. Tangan yang memegang pedang tak lagi bisa digerakkan, ia paham keadaan telah berbalik. Akan tetapi, bukan berarti ingin melepaskan pria yang telah menyembunyikan putrinya.
Gurat wajah tanpa senyuman, bibir bergetar menyatu bersama tatapan nanar berselimut ketakutan menjadi bukti kesendirian hingga membuat sang tuan Altra mengibaskan tangan karena merasa kasihan. Isyarat tangan yang membuat para ninja merenggangkan senjata melepaskan si tawanan.
Tindakan Altra hanya sekedar memberikan kesempatan agar seorang ayah memahami tengah berhadapan dengan siapa. Bukankah pria itu dalam keadaan terjebak? Dimana baik maju atau mundur akan tetap berakhir hukuman.
"Aku akan melakukan apapun agar putriku bisa kembali! Kau tidak pantas untuk dimaafkan," ucap Tuan Manish dengan kepalan tangan mengeratkan genggaman pedang yang ia pegang.
Seulas senyum tipis dengan tatapan mata tajam tak lagi mengharapkan belas kasihan. Sadar akan ketidakpahaman dari sang tawanan yang masih memberikan tuduhan padanya. Kini apa lagi yang ia tunggu?
Pandangan mata lurus ke depan bertarung menatap manis mata kesedihan. "Tuan Manish, apa kau tau masalah setiap ayah itu sama. Aku tidak akan memberikan perintah pada anak buahku untuk membunuhmu, tapi lihatlah hadiahku!'
Apa maksud dari pria itu, memang hadiah mana yang dibicarakan? Belum juga mencerna apa yang akan dilakukan oleh Altra tiba-tiba terdengar suara dentuman seperti benda dilempar tanpa rasa kasihan dari arah belakang. Sontak dirinya berbalik melihat apa yang terjadi. Mata terbelalak tak menyangka menatap diam tanpa kata.
Sesaat kesadarannya terhempas, lalu kembali datang ketika melihat lambaian tangan dari gadis yang menjadi hidupnya. "Meyliza!"
"Hola, Papa. Eh, ada Om Al," Mey yang dalam keadaan setengah polos berusaha berdiri, tetapi sayang tubuhnya limbung tak mampu menguasai diri sendiri. "Om Al, bantuin donk!"
Racauan Mey terdengar begitu manja, membuar Al jengah. Inilah sisi lain dari gadis yang menjadi teman sebangku dan sefakultas sang istri. Disaat lelah akan kehidupan saja, ia enggan menanggapi wanita di luar sana, apalagi dalam keadaan waras. Baginya, satu wanita sudah cukup agar bisa merangkai kehidupan sempurna.
Tangan terentang seraya memainkan mata menggoda pria yang sudah mencuri hatinya. Bibir tak mau diam mencoba tuk menunjukkan keseriusan. Kecupan jarak jauh menjadi pilihan menanti jawaban. Tindakan di tengah ketidak sadarannya, membuat sang papa terdiam tak mampu bersuara.
Apa yang terjadi dengan Meyliza? Ia merasa pasti ada yang telah menjebak putrinya. Ya, itu sudah pasti. Niat hati ingin membuat perhitungan, tapi tiba-tiba tubuhnya limbung hingga tersungkur ke depan akibat dorongan dari belakang.
Belum usai tersentak karena apa yang baru saja terjadi padanya, tiba-tiba tekanan datang dari arah belakang. Dimana terasa ujung runcing yang menusuk di punggungnya kembali merengkuh kesadaran akan sentuhan benda panjang. Diam tak berkutik menikmati perih menyiksa raga akibat hukuman.
Altra mengibaskan tangan, membiarkan para ninja untuk mundur dan tidak lagi mengekang sang tahanan. Pedang yang dipegang sang pemimpin ninja terpaksa dilepaskan tak bisa melawan perintah darinya, "Kau ingin menghukumku, tapi mereka siap memenggal kepalamu. Lemparkan bukti atas kesenangan putri terkasihnya, sekarang!"
Suara gelegar sang tuan bergema menambah ketegangan memeluk hawa dingin malam tanpa sentuhan. Tuan Manish tersudut tak bisa melakukan pemberontakan hingga selebaran kertas dari arah depan yang terbang berjatuhan memenuhi seluruh ruangan.
Lembaran kertas bertema romantik menghadirkan hasil jepretan terbaik dengan warna cerah menunjukkan banyak pose adegan di atas ranjang. Wajah familiar memenuhi pelupuk mata mencabik sisa kepercayaan dari dalam jiwa. Apa itu, Meyliza?
Beberapa foto lain menampilkan pose sang putri yang tengah menikmati kepulan asap putih dan ia yakin bahwa itu adalah obat-obatan. Apakah benar Meyliza menjadi pecandu? Tak kuasa menahan kebenaran yang tersaji, tapi hati enggan tuk mempercayai.
Tangan sibuk memungut beberapa selebaran foto yang mengotori pemandangan mata. Lalu, ia bangkit dengan sisa kepercayaan yang ada, "Semua ini, pasti ulah kalian 'kan? Ciih!Kalian mencoba menjatuhkan putriku? Dasar tak punya hati."
Tuduhan yang dilayangkan Tuan Manish tak akan mengubah fakta. Dimana Meyliza memanglah gadis yang hidup menikmati pergaulan bebas. Bukti yang diberikan hanya menjadi saksi atas pembalikan ketidakadilan yang terjadi pada Altra, tetapi bagi sang tawanan hanya ada kepalsuan.
Bukti yang diberikan justru menambah rumit keadaan karena hati seorang ayah menolak kebenaran tentang putrinya. Melihat itu, salah satu anak buah yang berdiri di depan gudang menarik tangan pemuda yang ada di sebelahnya. Lalu, mendorong pemuda itu hingga masuk ke dalam ruangan.
Tubuh jatuh tersungkur tanpa bisa melakukan perlawanan karena tangan dan kakinya terikat. Pemuda yang berpenampilan kacau memiliki tato ular di tangan kiri tak berkata-kata, lagi. Sebab ia masih trauma mengingat intimidasi yang dilakukan oleh para ninja terhadapnya.
Sekali lagi, perhatian Tuan Manish teralihkan. Tatapan mata kesal menatap si pemuda dengan wajah penuh lebam tanpa senyuman menghiasi wajah pucat dengan bercak merah di sudut bibir. Sebenarnya apa yang terjadi? Bingung melihat situasi semakin tak karuan tanpa penyelesaian.
"Ferron, kekasih sekaligus pemasok sabu-sabu yang menjebak putrimu," ucap Altra memperkenalkan pemuda itu dengan santainya.
Pernyataan Altra masih cukup jelas mengetuk gendang telinganya, tetapi hati tak menerima kebenaran itu hingga tatapan mata menyadari akan wajah si pemuda tampak tidak asing. Pandangan beralih menatap selembar kertas yang tergeletak di bawah kaki.
Wajah dari pemuda itu, kenapa sama persis dengan pria di foto yang tengah memeluk Meyliza? Apa mungkin Altra tidak bersalah? Ragu, bingung, kecewa dan marah bercampur menjadi satu. Bibir kelu tak sanggup berkata-kata dengan semua serangan bukti yang menampar kesadaran akan kenyataan.
Bagaimana caranya menyakinkan diri bahwa Meylieza adalah gadis baik. Hancur akan fakta yang menggulingkan rasa hingga sentuhan di pundak menyentak kesadaran. Aroma anyir menyeruak mengalihkan perhatian, tetapi tak sanggup menoleh ke arah belakang.
"Tuan Manish, semua bukti bukan untuk menunjukkan seberapa bebas pergaulan putrimu. Sebagai seorang ayah, jujur aku bisa melakukan kesalahan yang sama karena ingin melindungi anak sendiri. Aku tidak menyalahkan semua yang sudah terjadi, tapi coba renungkan sekali lagi!
"Seorang putri yang selalu tergoda pada pria di luar sana dan mengonsumsi obat-obatan. Apa kau pikir, aku memiliki waktu untuk mengurus semua itu? Tidak. Keluargaku lebih dari cukup menjadi kehidupan bahagia tanpa kekurangan suatu apapun.
"Seorang ayah memang mencintai anak-anaknya, tetapi ketika cinta itu berlebihan. Maka yang tersisa adalah ketidakbenaran. Tindakanmu dengan menculikku sudah di luar batas, bagaimana jika aku melaporkan perbuatan tak menyenangkan ini pada pihak berwajib?"
Kebenaran dan Fakta yang menjadi sebab serta akibat meredam amarah Altra. Dimana kini, ia hanya bisa menjadi seorang ayah untuk memahami duka dari ayah yang lain. Jika satu peluru bisa merenggut nyawa, maka usaha hati mampu mengetuk rasa yang terlupakan.
Apalagi, ia juga seorang ayah yang selalu memikirkan Almaira di setiap menghadapi kenakalan anak-anak lain. Termasuk menyikapi perbuatan Meyliza yang terkadang suka menggodanya ketika bertemu tanpa disengaja. Posisi sebagai ayah lebih diutamakan agar mencapai titik damai tanpa menyisakan dendam.
Sadar bahwa tindakan Tuan Manish melanggar hukum, ia ingin mengingatkan bahwa semarah apapun seorang ayah. Tetap tidak dibenarkan melakukan penculikan dan juga melayangkan tuduhan tak mendasar.
Al melepaskan tangannya dari pundak Tuan Manish. Lalu melangkah maju, "Kewajiban seorang ayah bukan hanya memberikan fasilitas, tapi membimbing putrinya ketika melakukan kesalahan. Bawalah putrimu pulang! Jika mungkin, masukkan dia ke pusat rehabilitasi. Selamat berjuang, Tuan Manish."
Penjelasan sekaligus pernyataan Al menyudahi malam tanpa kebahagiaan. Langkah kakinya berjalan meninggalkan gudang membiarkan para ninja menyelesaikan kekacauan tanpa perintah darinya. Rasa tak sabar datang menyapa ingin segera merengkuh cinta yang selama ini memberikan kekuatan agar tetap bertahan menjadi orang baik.
"Tuan, apa kita langsung pulang?" tanya si sopir begitu melihat tuannya masuk, lalu duduk menyandarkan tubuh ke belakang dengan mata mulai terpejam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments
bubi
❤❤❤
2023-07-09
1
⍣⃝ꉣꉣ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 hiat
pasti perih banget itu kena tusukan nya
2023-06-08
0
🥜⃫⃟⃤🍀⃟🦌🍒⃞⃟🦅 ᶠᵉⁿᶦ𒈒⃟ʟʙᴄ
si tuan manish beranggapan kalau selama ini putri nya adalah gadis baik² tapi nyata nya di luar dugaan kelakuan sang putri, yang bikin hati seorang ayah hancur..
2023-06-08
0