Pertanyaan Nara terdengar begitu jelas, hanya saja wanita itu merasa bingung karena ditatap begitu intens. Padahal ia tak melakukan apapun atau berbuat salah yang bisa menjadi alasan untuk menjadi pusat perhatian semua orang. Risih saja dengan keadaan saat ini, tapi yang di dapat hanya diam tanpa jawaban.
Orang-orang sebenarnya baru menyadari sesuatu. Dimana Nara memakai pakaian dengan warna kontras terlalu cerah seperti pelangi. Meski begitu tak ada yang ingin mempermasalahkan, hanya saja tampak seperti boneka hidup dengan penampilannya saat ini.
"Tidak apa-apa, Nara. Kami cuma terkejut dengan gaya baru dari fashionmu. Lebih baik kita kembali melanjutkan perjalanan. Bagaimana?" Papa angkasa berusaha untuk menyudahi ketegangan dari fokus semua orang karena membuat Nara tidak nyaman.
Di saat bersamaan anak-anak juga memilih untuk tetap berada di sisi Darren. Ketiganya terlihat lebih nyaman bersama si bujang berwajah tampan. Mungkin karena sudah lama tidak berjumpa sehingga ingin melepaskan rindu yang terpendam. Tentu saja keluarga tidak keberatan dengan kebersamaan diantara mereka.
"Baiklah. Bagaimana jika kita melanjutkan perjalanan untuk pergi ke Seoul Forest. Kalian harus tau, Seoul Forest merupakan taman besar yang terletak di distrik Seongsu. Pepohonan yang lebat, danau yang beku, ditambah dengan rusa yang berkeliaran.
"Taman ini juga ramah untuk anak-anak. Tersedia banyak wahana yang bisa dinikmati secara gratis, seperti perosotan dan ayunan. Kita juga bisa memilih menikmati makan siang dengan beberapa pilihan kafe dan restoran bahkan ada sejumlah galeri di sekitar Seoul Forest.
"Secara kebetulan waktu akan beranjak siang, bukankah ide ini bisa kita lakukan? Mari kita kembali ke tempat parkir!" Jaehyun kembali menjelaskan tujuan selanjutnya. Akan tetapi kali ini tak sepanjang ruas bahu jalan, maupun selebar luas samudra sehingga semua orang masih mau mendengarkan tanpa mengajukan pertanyaan.
Kemanapun tujuan berikutnya, seluruh anggota keluarga Putra pasti menyetujui karena memang itu pilihan Al. Derap langkah kaki berjalan beriringan menyusuri jalanan yang ditutupi salju lembut putih bak kapas. Di sepanjang perjalanan mereka berhenti beberapa kali hanya untuk melakukan sesi foto keluarga. Foto yang akan mereka pajang ketika sudah kembali ke Indonesia.
Momen yang tidak bisa mereka ulang, jadi harus memiliki kenang-kenangan sebagai tanda bukti jejak kehidupan. Jarak antara tempat foto terakhir dengan parkiran hanya tersisa sepuluh meter, tapi tiba-tiba Ocy menghentikan langkah kakinya. Wanita itu berusaha menahan diri dengan tangan mencengkram perut yang terasa melilit.
Sekali lagi ia menikmati rasa sakit yang tidak bisa diajarkan. Samuel yang selalu memiliki kewaspadaan menyadari akan ketidakberdayaan sang istri sehingga ia memilih untuk kembali menghampiri Ocy. Lalu memeluk tubuh yang berusaha sekuat tenaga berjuang melawan rasa sakit.
Sementara keluarganya semakin berjalan menjauh dari mereka berdua. Ingin rasanya memberitahu semua orang tentang keadaan sang istri, tetapi tangan sudah terlanjur janji yang tak bisa dirinya ingkari. Bibir tak sanggup menyudahi tali kepercayaan dari Ocy. Suami mana yang sanggup melihat istrinya kesakitan?
"Sayang, ayo kita ke rumah sakit!" Muel mengajak sang istri yang pasti akan menolaknya. Rasa sakit akibat penderitaan yang hanya dirasakan oleh Ocy seorang semakin menyiksa batinnya, meski begitu tak akan mengubah fakta ia memiliki istri kelewat keras kepala.
Jujur saja, dirinya tak sanggup lagi melihat penderitaan Ocy. Rasa khawatir yang mengusik ketenangan bahkan selalu diabaikan dengan berpura-pura tak sakit seraya menunjukkan senyum manis yang terkesan dipaksakan, "Please, jangan seperti ini terus. Aku tidak tahan lagi, Ay."
Rintihan Samuel terdengar begitu memilukan, tapi di tengah acara keluarga ia tak ingin merusak momen yang sudah lama dinantikan oleh semua orang. Diusapnya lengan sang suami agar mau bersabar seraya menggelengkan kepala tak ingin pergi ke rumah sakit, sedangkan tangan satunya lagi menggenggam erat tangan sang suami.
"Jangan khawatir, aku baik-baik saja. See!" Ocy mengubah semakin melebarkan senyum, tetapi tak membuat Samuel merasa lebih baik. "Semua pasti baik, Mas! Aku yakin itu, lagian ini tidak sesakit seperti biasanya. Jadi sekarang kita susul yang lain. Ayo!"
Menghela napas panjang. Samuel pasrah akan keputusan serta keinginan sang istri. Satu hal yang sudah terbiasa ia lakukan dan tidak bisa dirinya pikirkan karena hal tersenyum sudah menjadi kebiasaan. Seolah menjadi alarm yang tidak bisa ia hindari. Sadar benar keadaan Ocy semakin menurun, meski terlihat seperti baik-baik saja.
Kepasrahan Samuel bukan karena cinta atau status hubungan. Melainkan karena keyakinan dan juga toleransi yang selalu mereka usahakan untuk melakukan yang terbaik secara bersama-sama. Bahkan sudah jelas jika banyak hal di dunia ini yang memang terjadi tidak sesuai dengan keinginan.
Takdir akan sama tetapi manusia harus tetap berikhtiar demi mencapai harapan yang menjadi tujuan kehidupan. Meski terkadang ketika usaha yang dilakukan sudah semaksimal mungkin, tiba-tiba saja yang menyapa justru ketidakpastian karena keraguan hati.
"Ocy, kamu kenapa? Kok pucat banget, sakit, ya? Kita ke dokter saja, yuk!" ajak Ara begitu melihat kedatangan Ocy dan sang kakak yang terlambat sampai di parkiran.
Perubahan wajah Ocy yang merupakan saudara ipar sekaligus sahabatnya itu benar-benar drastis. Awalnya masih tampak hiasan make up tipis yang menunjukkan sisi manis, tapi sekarang wajah pucat pasi seolah baru saja melihat hantu. Sudah pasti wanita itu tidak enak badan.
Sementara yang ditanya hanya tersenyum menunjukkan gigi putih yang terlihat begitu alami. Tangan terangkat membentuk huruf o sekedar untuk mengatakan ia baik-baik saja. Sekuat tenaga tidak menunjukkan rasa sakit yang sebenarnya masih menusuk menyerang berusaha menguasai diri. Ketenangan yang ia punya, hanya Samuel yang tahu.
Sang suami bisa memahami, tetapi ia tak ingin membuat yang lainnya ikut khawatir hanya karena keadaannya yang memang memerlukan perawatan. Apa yang terjadi pada dirinya akan lebih dia simpan untuk saat ini. "Ayo, kita masuk ke mobil saja!"
Tak bisa lagi memperdebatkan hal yang memang sudah ditolak sejak awal. Ara memilih untuk mengikuti keinginan Ocy dengan masuk ke mobil yang ada di sebelahnya, begitu juga dengan yang lain. Apalagi anak-anak sudah masuk ke dalam mobil lebih awal.
Namun tidak dengan Sam yang masih berdiri di luar bahkan sedikit menjauh dari tempat parkir. Si dokter entah sedang melakukan apa karena yang terlihat hanya sibuk melakukan panggilan hingga membuat Bryant penasaran. Tak ingin yang lain menunggu terlalu lama, ia menghampiri sang saudara untuk menanyakan apa yang terjadi.
"Dok, siapkan operasinya secepat mungkin!" Samuel memberikan perintah pada orang di seberang telpon tanpa menyadari kedatangan Bryant yang mendengar jelas ucapannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments