Semenjak hamil, Ara seringkali parnoan. Meski hanya sekedar angin lalu, tapi wanita satu itu tampak mudah terbawa keadaan yang menyebabkan suasana hati bisa berbalik seratus delapan puluh derajat. Meski begitu tetap dalam tahap aman karena selalu ada yang menemani. Terutama Bryant, sang suami.
"Ara, jangan berpikir jauh. Bryant pasti cuma kangen sama kamu. Iya kan, Bry?" Al menatap keponakannya dengan tatapan tajam agar pria yang duduk di atas ranjang menyudahi penyelidikan tanpa suara karena menjadi perusak kenyamanan hati.
Lalu ia kembali membimbing Ara sampai duduk di sofa yang tergeletak di depan pintu balkon. Dimana sirkulasi udara berjalan lancar tanpa kendala. Tentu saja agar bumil memiliki ruang dan waktu yang berkualitas. Kemudian tak lupa mengambilkan cemilan buah dari dalam kulkas yang tersedia di dalam kamar tersebut.
Bryant membiarkan pamannya mencurahkan kasih sayang berupa perhatian pada Ara karena memang sudah jarang dilakukan. Semua berubah semenjak sibuk membereskan pekerjaan dan juga mengurus bisnis lain di luar sana. Pria itu benar-benar telaten mendengarkan keluhan dan melakukan sesuai permintaan si ibu hamil.
Kesibukan Al yang sedang menemani Ara menikmati cemilan, membuat Bryant beranjak meninggalkan tempat duduknya. Ia sendiri memilih pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sedangkan di lantai bawah masih terdengar obrolan random dari kelima anggota yang tampak begitu serius membahas sesuatu.
"Jadi, apa kebenaran ini sudah pasti?" Papa Angkasa bertanya untuk ketiga kalinya karena ingin memastikan bahwa apa yang disampaikan Sam benar adanya.
Sam mengangguk pasti akan berita yang sudah ia konfirmasi selama seminggu terakhir. Meski hatinya sendiri masih ragu, tetap saja tidak bisa memungkiri akan fakta yang ada di depan mata. Ocy yang memahami perasaan suaminya hanya bisa mengusap lengan pria itu agar bersabar menghadapi ujian kehidupan.
"Tunggu dulu! Ini rumah sakit yang ada di pinggir kota dekat rumah Ara bukan?" tanya Bunga seraya menunjukkan logo yang ada disudut kanan kertas laporan medis milik seseorang, membuat Samuel sekali lagi menganggukkan kepala.
Jawaban lemas tanpa tenaga Sam seperti anak kecil kehilangan mainannya. Ingin sekali ia menjambak rambut kakaknya yang satu itu, tapi bisa perang dengan kakak ipar. Mana mungkin bertarung dengan ahli beda diri seperti Bunga, tentu hasil akhir dirinya sendiri yang kalah. Ternyata keinginan hanya sebagai kata sapaan tanpa suara.
"Gini saja deh, aku akan coba hubungi teman yang kebetulan juga bekerja di rumah sakit Cahaya Bunda. Ka Ocy, please bawa Ka Sam healing! Tuh muka lecek amat." tukas Bunga membuat yang lain terkekeh tanpa niat ingin mengejek.
Ocy sendiri ikut tersenyum lebar karena kehadiran Bunga menjadi pengubah suasana. Istri dari Om Al selalu sama seperti dulu dengan sikap to the point tanpa rasa takut. Pantas untuk menjadi wanita pilihan pria hebat seperti putra kedua keluarga Putra. Meski ketika mengingat hari pernikahan kedua insan itu menjadi tragedi tak terduga.
Setelah mengatakan yang seharusnya Bunga sibuk melakukan panggilan tanpa ingin mendengarkan jawaban dari sang kakak. Apalagi Sam menatap dirinya begitu tajam meski hanya sekian detik karena Bunga menutup kedua mata pria itu dengan telapak tangan. Seperti biasa, tidak ada amarah dalam kebersamaan keluarga mereka.
Obrolan singkat antara Bunga dan temannya terdengar begitu jelas tanpa ada penghalang karena panggilan yang dilakukan di loudspeaker agar semua anggota keluarga bisa mendengarkan berjamaah tanpa harus bertanya satu per satu. Solusi terbaik akan selalu ada disetip pilihan dari jalan yang diambil oleh setiap insan. Iya bukan?
"Ok, terima kasih atas semua informasinya. Inget ya, nanti kalau ada perkembangan langsung kabari aku!" putus Bunga sebelum mengakhiri panggilan telponnya.
Kepastian kebenaran dari Sam kembali diragukan, tapi bukan karena tidak benar. Melainkan setelah informasi yang mereka dengar secara bersama-sama cukup menjelaskan situasi tidak sesederhana yang terlihat. Bahkan bisa dipastikan lebih rumit dari benang kusut. Mungkinkah kemungkinan kecil dari sebuah kematian bisa dibangkit kembali?
"Bunga, apa kamu ingat insiden villa yang meledak setahun setelah kita menikah? Jika tidak salah, saat itu kita liburan di Bali bersama keluarga untuk merayakan anniversary pertama. Coba ceritakan sekali lagi tentang keraguanmu yang mengatakan melihat keberadaan pria asing selama tiga hari liburan pertama.
"Dimulai dari saat kita hendak ke pantai setelah sampai di villa keluarga. Bisa?" Ocy menatap Bunga serius karena memang masalah ini pasti bersangkutan dengan beberapa insiden selama tujuh tahun terakhir.
Bukan asal memprediksi saja. Sebenarnya ia masih mencoba mengumpulkan bukti untuk menemukan pelaku pengeboman villa di hari malam puncak anniversary pernikahan yang membuat keluarga Putra hampir saja kehilangan Ara. Untung saja, Allah memberikan kesempatan ketiga agar bisa menjaga menantu pertama dari musibah tersebut.
Namun insiden itu juga menewaskan beberapa pengawal yang berusaha melindungi keluarga sang majikan. Tak ayal, sejak semua itu, keluarga mereka memilih memblokir destinasi wisata ke Bali sebagai pilihan tempat berlibur. Akan tetapi hari ini, Ocy meminta Bunga mengingat kenangan lama yang masih terekam jelas di dalam benaknya.
Tatapan mata menunduk, deru napas pelan mencoba mengumpulkan kekuatan seraya menyatukan sisa keberanian untuk kembali menenggelamkan diri dalam ingatan pahit kehidupannya. Tangan saling bertautan menyambut kegelisahan tak bertuan yang menyergap emosi di dalam hati. Perlahan memejamkan mata membiarkan keheningan menyapa membuai angan tanpa kepastian.
"Bayangan itu tampak samar dengan postur tubuh tak jauh beda dengan Ka Bryant. Topi hitam dengan logo segitiga berwarna abu-abu, tangan terbungkus sarung tangan kulit, jaket hitam yang mengkilap dengan tudung besar tanpa dikenakan. Jika semakin diingat, orang itu bukan Hazel tapi seorang pria.
"Pesan yang tertinggal di kamar Ara, memang tulisan tangan Hazel dan itu sudah di konfirmasi. Akan tetapi, kemunculan bukti lain yang berasal dari aroma parfum bercampur tembakau terbakar berkata sebaliknya. Dimana pihak kepolisian jelas mengatakan pelakunya bukan hanya satu orang saja.
"Sebenarnya sehari sebelum villa meledak karena ulah mereka. Seorang pelayan datang padaku untuk memberitahukan sesuatu, tapi saat itu kondisi Almaira tidak bisa ditinggalkan karena demam. Wajahnya benar-benar cemas, tatapan mata takut, bibir bergetar. Ya, pelayan itu seperti berada di bawah tekanan seseorang.
"Aku sendiri bisa merasakan kekhawatiran dan juga ketakutannya sehingga meminta pelayan itu agar datang menemui Om Al atau Ka Bryant agar bisa membantu jika memiliki masalah yang darurat. Jujur saja, setelah mengatakan itu, kupikir dia akan datang menemui salah satunya."
Sejenak Bunga menjeda penyataan yang masih sama seperti sebelumnya. Si gadis belia yang mendadak menjadi mama muda dalam hitungan minggu setelah pernikahan itu, memang selalu mengutamakan kewajiban dari sebagai istri dan seorang ibu. Maka tidak heran ketika mengabaikan banyak hal di tengah menunaikan tanggung jawab.
"Minumlah!" segelas air yang disodorkan dari arah belakang mengalihkan perhatian Bunga, tetapi tangan kekar dengan jam tangan yang melingkar di tangan kanan terlihat sangat familiar dan itu sudah cukup menjadi jawaban tanpa pertanyaan akan siapa yang memperhatikan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments
Kas sie mien
bunga kelihatan supel, baik, suka bercanda. kelihatan bgt bs menguban suasana
2023-06-11
0
Alvian
mgkin sehat juga bagi si bayi jika bumil makan buah segar😁
2023-06-11
0
Zhou Zhi lou
namanya jg hamil. pasti ada saja yg jd alasan agar bs manja dan dpt prhatian lbh dr sang suami
2023-06-11
0