Terlihat jelas tatapan mata sang suami tampak kebingungan seolah tidak menemukan cara untuk menyampaikan apa yang mengusik hati dan pikiran. Entah kenapa ia juga merasakan ketidaknyamanan Al atas hal yang dirinya saja tidak bisa menebak.
Tak ingin memberikan paksaan pada hati tanpa kesiapan, membuat Bunga menggenggam tangan Al. Lalu berjalan beriringan menuju bangku panjang dengan payung genteng berbentuk persegi lima, kemudian duduk bersama saling berhadapan. Tatapan mata terus memandang mengharapkan jawaban.
"Om, aku minta maaf karena sudah membentakmu, tapi diammu membuat hati ini tak tenang. Bisa katakan padaku, apa yang terjadi dan kenapa itu merebut senyum dari wajah tampan yang ingin selalu kupandang!" Bunga hanya ingin mengubah suasana dengan sedikit rayuan manisnya, meski ia menyadari suasana tak akan menjadi lebih baik hanya karena gombalan garing darinya.
Manis. Satu kata yang menjadi gambaran dari seorang Bunga. Hati bersyukur setiap kali melihat binar mata penerimaan tanpa syarat dari sang kekasih halal. Ia merasa pernah berbuat baik di kehidupan sebelumnya sehingga memiliki pasangan yang luar biasa tangguh menghadapi jiwa dingin dari sang pujangga lapuk seperti dirinya.
Tangan terangkat tuk mengusap lembut pipi nan chubby seraya membalas tatapan mata hazelnut yang begitu mengkhawatirkan akan keadaannya. Ia tahu suasana pagi hari yang berubah menjadi ketegangan tanpa alasan jelas menghadirkan rasa penasaran di dalam benak Bunga.
"Sorry, tidak ada hal yang begitu penting sebenarnya hanya saja mungkin kita harus liburan. Bagaimana?" tawaran yang ia berikan sekedar penebus rasa bersalah atas kejadian semalam.
Ia pikir selama lima bulan terakhir terlalu sibuk dengan pekerjaan kantor bahkan seringkali harus bekerja di luar kota dan tidak bisa membawa istri serta anak karena Almaira sudah mulai bersekolah. Ide itu didapat spontan dengan harapan diterima istrinya tanpa ada pengajuan syarat tambahan. Lagi pula untuk menghabiskan waktu bersama semakin sulit mereka dapatkan.
"Om, kau itu selalu saja mengalihkan topik pembicaraan. Kalau memang mau liburan, kenapa gak di acc saja keinginan bumil yang lagi merajuk dan membuat Ka Bryant kelimpungan? Pahala juga 'kan kalau bisa menyenangkan hati keluarga sendiri.
"Apalagi Ara ngidamnya makin aneh, baru dua minggu lalu minta Ka Bryant buat manjat pohon rambutan di depan kantor polisi. Eh, sekarang minta liburan dan harus ngajakin semua anggota keluarga tanpa terkecuali. Kasian kakak satuku itu sampai bingung harus jawab apa kalau ditanya kapan pergi liburan."
Niat hati ingin meluluhkan hati istri yang merajuk karena marah, tapi justru berujung curahan hati tak berkesudahan. Ia tahu kondisi sang keponakan saat ini benar-benar tidak bisa diganggu oleh pekerjaan apapun karena kehamilan Ara yang kedua kalinya lebih menguras kesabaran.
Sebenarnya bukan hanya sang keponakan tetapi seluruh anggota keluarga berusaha keras untuk menyenangkan hati bumil satu itu. Apalagi kesehatan Ara lebih sering tumbang karena kehamilan yang dijalaninya juga bermasalah bahkan tiga bulan pertama harus istirahat total yang membuat Bryant tetap stay di rumah menjaga istrinya.
Sementara cucu pertama keluarga Putra diasuh oleh kakek dan nenek serta anggota keluarga yang lain demi kebaikan bersama. Jadi apa yang diinginkan oleh Ara adalah keingan di bulan kedua kehamilan. Akan tetapi karena kesibukan menyelesaikan beberapa proyek sehingga tidak sempat untuk mengkonfirmasi bisa atau tidaknya berlibur bersama.
Lalu pagi ini, Bunga mengingatkan dirinya akan perihal satu itu, "Okay, mari kita liburan bersama! Aku akan siapkan segala sesuatunya dan tanyakan pada Ara tentang tempat yang ingin dikunjunginya. Oh ya, apa ada petugas rumah sakit yang datang mengunjungi rumah?"
"Petugas rumah sakit?" tanya Bunga memastikan seraya mencoba mengingat kegiatan semua rutinitas hari kemarin. Dari pagi sampai siang menemani Almaira bermain, lalu dilanjutkan mendesain beberapa gaun sembari menjaga putrinya yang tertidur, kemudian menemani Almaira lagi sampai malam hari.
Tidak ada yang mengusik kebersamaan antara ibu dan anak kecuali kedatangan seorang pria dengan penampilan klimis berkacamata kotak saat menjelang magrib hanya untuk memberikan berkas milik Al. Satu tamu asing tetapi dari name tag yang terpasang di depan saku sisi kiri si tamu maka jelas merupakan salah satu karyawan di perusahaan keluarga Putra.
"Tunggu sebentar deh, Om. Aku ambil berkas yang kemarin di antar karyawan," Bunga beranjak dari tempat duduknya. Lalu berjalan meninggalkan Al, dimana pria itu siap menantikan kembalinya dari dalam kamar.
Kebersamaan kedua insan itu menjadi sesi keterbukaan antara satu sama lain. Meski pada kenyataannya Al bungkam tentang rasa dan emosi yang menggerogoti sisa ketenangan. Lagi-lagi ia seolah tertarik kembali mengarungi masa lalu, apa ada yang salah dengan kematian Sifani?
Selama ini tak sekalipun berpikir untuk menemukan kebenaran akan kematian sang mantan kekasih hati. Namun mengingat beberapa kali selalu terpatri pada bayangan wanita itu, entah kenapa pikiran dan hati saling berjabat tangan mengharapkan kepastian. Sementara di sisi lain dirinya masih memikirkan masalah Ara yang mendapatkan teror dari sang mantan suami.
Tiba-tiba lamunannya terpecah belah melarikan diri begitu merasakan sentuhan tangan yang memegang bahu bersambut sodoran amplop putih tanpa ada cap dari si pengirim. "Bunga, apa ini?"
"Buka saja, Om!" Amplop diterima dengan tatapan mata waspada seakan yang diserahkan rakitan bubuk peledak saja. Heran akan sikap tak biasa sang suami, tapi mungkin banyak masalah di kantor sehingga tidak bisa tenang seperti biasa, "Om terlalu serius deh, santai sedikit donk. Aku buatin kopi baru dulu, ya."
Derap langkah kaki Bunga berjalan menjauh meninggalkan Al yang tampak ragu untuk membuka amplop. Pria itu berusaha untuk mempertimbangkan sesuatu seolah isi di dalam kantong kertas lipat itu sebagai surat hukuman secara tertulis. Rasa tak tenang di hati kian menegaskan ia tak sanggup melihat hasil penyelidikan yang sudah lama dirinya nantikan.
"Bismillah," gumamnya dengan gerakan tangan menarik ujung amplop hingga terbagi menjadi dua. Lalu dikeluarkannya isi, kemudian secara perlahan membuka lipatan kertas bertinta hitam yang memiliki logo sebuah rumah sakit kecil di pinggir kota Jakarta.
Setiap kata yang terangkai menjadi bait pernyataan. Dimana membenarkan atas lahirnya seorang bayi perempuan dirumah sakit tersebut di malam bulan purnama tepatnya dua puluh lima tahun yang lalu. Bayi itu adalah putri dari pasangan suami istri beda usia atas nama Sifani bersama sang suami.
Satu fakta yang langsung menikam rasa dan kepercayaan hingga membuat tubuh Al gemetar menyatu menikmati hawa panas di sekujur tubuh bercampur derai peluh di wajahnya. Bibir kelu tak mampu tuk berkata-kata lagi. Apa mungkin kesalahan masa remaja menghadirkan kehidupan baru tanpa restu?
Hati tak kuasa menahan rasa bersalah yang telah lama hilang dari relung terdalam, kini ia benar-benar merasa menjadi pria terburuk di seluruh dunia karena tak bisa bertanggung jawab atas perbuatan di masa muda. Setengah kebenaran berhasil merenggut kedamaian dalam jiwa. Masihkah ada yang tersisa dari kisah masa lalu?
Bagaimana aku menghadapi kenyataan ini? Jika semua benar maka hubungan semua orang akan semakin dipertanyakan, lalu mungkinkah mengubur masa lalu ketika bukti ada didepan mata?~Al hanya bisa mengeluh mempertanyakan keraguan hati pada dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments
Asmuni Atallah
mantulll
2023-10-24
1
⍣⃝ꉣꉣ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 hiat
ckck bunga gmna sih kamu 🙄orang suami mu mau ngajak kamu buat liburan ko mlah ngajak liburan bersama keluarga ckck
2023-06-08
0
⍣⃝ꉣꉣ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 hiat
om kalo kerja ya harusnya kamu juga pikirkan anak dan istrimu dong jangan diabaikan mereka tuh btuh perhatian dari kamu om sebagai seorang suami dan ayah untuk putrimu
2023-06-08
0