Apa gunanya bertanya ketika sudah tahu jawaban akhir yang akan didapatkan. Diamnya sang tuan menjadi awal perjalanan pulang. Suara deru dari kendaraan Maybach 62 yang merupakan jenis mobil limousine terdengar bagaikan dongeng. Mobil ini memiliki desain yang elegan dan mewah. Terlebih lagi didesain anti peluru, serta dibekali dengan mesin V12 AMG, sehingga mobil ini mampu mencapai kecepatan hingga 100 km/jam hanya dalam waktu 7 detik.
Keheningan yang melanda menghantarkan fokus tanpa batas menikmati perjalanan baru. Sementara di sisi lain, tatapan mata gusar dengan jantung berdebar kian terasa menguasai jiwa. Tangan tak hentinya menekan tombol on menghidupkan ponsel untuk kesekian kalinya.
Bingung, kesal bercampur rasa khawatir yang tidak bisa dijabarkan. Janji temu makan malam terabaikan tanpa ada penjelasan. Lagi-lagi hanya mendapatkan ketidakpastian dari orang terkasihnya, tetapi hati tak bisa berbohong. Ia hanya ingin sang suami selalu baik-baik saja meski seringkali merasa dikecewakan.
Rasa kantuk yang melanda tak mampu mengusik rasa gundah gulana dari dalam hatinya. Perlahan menghirup udara, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan berharap mendapatkan sedikit ketenangan. Sayangnya ketidaksabaran menjadi alasan tak ingin melanjutkan penantian.
"Om, cepatlah pulang! Kami menunggumu dalam kesunyian malam," gumam si gadis pemilik mata hazelnut yang mengalihkan menoleh ke arah ranjang. Dimana malaikat kecil yang menjadi permata hati sudah terlelap dengan hangatnya dekapan boneka beruang.
Penantian itu, salah satu alasan di antara banyak alibi yang paling menjenuhkan. Akan tetapi, baginya setiap detik yang berlalu tak lagi untuk dipertanyakan. Hidup bagaikan sinar sang rembulan menerangi kegelapan malam.
Detik berganti menit menjadi waktu tak berkesudahan. Rasa lelah yang mendera menghempaskan kesadaran menyambut alam bawah sadar tanpa keinginan. Kegelapan yang tersisa menjadi akhir penantian hingga suara derit pintu tak lagi mampu mengalihkan perhatiannya.
Seulas senyum tipis dengan tatapan lembut terpatri memperhatikan wajah cantik yang terbaring di atas sofa. Sungguh ia sadar akan kesalahan yang sama karena selalu membuat istrinya menunggu di setiap pertemuan malam nan panjang, "Maafkan suamimu, ya. Pasti bosan selalu menunggu kepulangan suami yang sibuk seharian."
Malam kian menjelaga, membuatnya tak ingin mengusik waktu istirahat sang istri. Sehingga tanpa memindahkan tubuh yang terbaring menikmati lelapnya mimpi, ia hanya mengambil selimut untuk menyelimuti raga mungil istrinya. Lalu bergegas ke kamar mandi membersihkan diri.
Entah apa yang terjadi selama beberapa hari terakhir, ia rasa kehidupan tenangnya mulai terusik. Bukan karena masalah yang baru saja dihadapi, tetapi ada hal lain. Sungguh keraguan hati mulai menyadarkannya akan sesuatu yang salah hanya saja apa? Kenapa tidak ada petunjuk pasti.
Kekhawatiran yang menyergap memeluk hati tak mengubah rasa yang terus meronta bahkan guyuran dingin air shower tidak mengubah kekalutan di dalam benaknya. "Debaran ini," Al memegang dada menikmati detak jantung tak beraturan, "Sifani!'
Satu nama yang meluncur bebas tanpa ada keraguan seketika menyentak kesadaran Al.
Bayangkan seorang wanita dengan tubuh ideal, rambut hitam lurus sepinggang, bermata abu, bulu mata yang lentik, senyuman manis berhias lesung pipi datang menyapa. Tanpa diminta emosi hati beralih menikmati bayangan masa lalu yang membius menghempaskan rasa tak bertuan.
Biarlah angan menjadi akhir malam tanpa sisa harapan. Luka dan cinta hanyalah sekedar kata tanpa asa dari penghujung cerita. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu menghantarkan awal dari kehidupan tanpa rencana.
Sentuhan lembut jemari mungil memainkan wajahnya mengusik mengusir rasa kantuk yang tersisa. Perlahan membuka kelopak mata bersambut senyum manis nan menggemaskan dari gadis pemilik mata hitam bergaris coklat nan meneduhkan.
"Morning, Papa," ucap si gadis semakin mendekati wajah papanya, lalu membenamkan kecupan sayang yang mendarat di pipi sang papa.
Pagi yang cerah dengan kehangatan dari sang putri tercinta, "Morning too, Almaira. Dimana mommy?'
Satu pertanyaan dari papanya membuat Almaira menatap ke belakang di mana itu arah itu merupakan balkon sebagai tempat kebersamaan keluarga di setiap pagi dan malam mereka. Sepertinya sang istri tengah sibuk menata makanan diatas meja untuk sarapan. Rutinitas setiap hari tanpa ada paksaan.
Tak ingin membuat istrinya menunggu seperti semalam. Al beranjak dari ranjang, lalu merengkuh tubuh Almaira ke dalam gendongan, kemudian berjalan meninggalkan kenyamanan. Suara musik terdengar begitu pelan dari luar menjadi bukti keberadaan sang pemilik hati. Sentuhan lembut embusan angin menerpa wajah tampan.
Tiba-tiba Almaira menepuk dada menatap manik matanya bersambut kedipan mata seraya memberikan sekuntum bunga lily yang entah didapatkan dari mana. "Dariku untuk Papa, milik Mommy."
Tersenyum menawan tak kuasa menahan haru akan perhatian kecil yang selalu bermakna menyentuh relung hati terdalam. Gadisnya memperhatikan kesedihan seorang istri karena kesalahan sang suami. Almaira sungguh malaikat tak bersayap yang menjadi perekat hubungan rumah tangga kedua orang tuanya.
"Thank you, my sweetheart," Al mengecup kening Almaira dan dengan senang hati menerima bunga dari putrinya.
Setelah melakukan yang seharusnya. Gadis berusia tujuh tahun itu minta turun dari gendongan sang papa, "Mommy, Papa udah bangun, nih. Alma ke taman, ya! Bye bye, Pa, Mom."
Tanpa menunggu jawaban Almaira berlari meninggalkan balkon karena ia tak ingin mengganggu usaha sang papa untuk membujuk wanita tersayangnya. Kesedihan yang terpancar dari binar mata mommynya sejak ia bangun tidur sungguh menyiksa hati.
Derap langkah kaki sang putri kian terdengar semakin lirih, itu berarti gadis itu benar-benar pergi keluar dari kamar mereka. Hal itu membuat Al tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk berusaha meluluhkan hati istrinya yang saat ini berdiri diam di tempat membelakangi.
Lirikan mata terpaku pada bunga lily putih yang bisa menjadi penarik senyum manis menghiasi wajah wanitanya. Yah, itulah harapan yang kini menyertai langkah kaki berjalan menghampiri sang pemilik hati. Tidak ada keraguan tuk meminta maaf atas kesalahan semalam.
Niat hati ingin menyentuh pundak wanita yang berdiri di depannya tapi tiba-tiba sang istri melangkah maju menjauhkan diri, "Bunga!"
"Tidak sekarang, Om. Aku tidak ingin berdebat tentang apapun. Duduklah, kita sarapan bersama!" Bunga membalikkan piring, lalu mengambil roti bakar dari wadah khusus. Diletakkannya menu sarapan pagi serta ditambah secangkir kopi hitam kesukaan sang suami, tetapi pria yang diminta duduk masih diam tak mau menurut.
Sikap tegas dari Bunga dengan suara yang terdengar tak ingin dibantah membuat Al bingung karena sejak menikah dengan Bunga. Wanita itu selalu tenang, santai tanpa ada penekanan kata kecuali ketika ada sesuatu yang mengusik pikiran dan hati, hanya saja apa yang terjadi pada wanitanya? Ia sungguh tidak mengerti.
Putri semata wayang dari Bima dan Milea yang merupakan adik kandung Ka Bella, sang kakak ipar. Dimana gadis itu menjadi keponakannya juga, meski tanpa ikatan darah. Bunga selalu terlihat berbeda setiap kali dipengaruhi emosi hati yang membuat pikirannya ikut tak tenang.
Sekali lagi, debaran detak jantung yang semalam kembali datang menyudutkan harapan merenggut kesadaran menapaki kenyataan. Lagi-lagi bayangan itu datang, tetapi hati enggan mengasingkan diri. Terhanyut akan sekelebat kenangan yang menguasai emosi.
"Om! Apa kamu mendengarkan aku?" Bunga berbalik menatap wajah yang selalu menjadi raja di hati.
Akan tetapi yang ia lihat justru Al sedang melamun dengan tatapan mata kosong, bibir diam terkunci seraya tangan menggantung menggenggam bunga lily. Suaminya itu entah tengah memikirkan apa hingga tak mendengar perintah yang ia lontarkan. Rasa kesal berganti khawatir membuat ia menggoyangkan tubuh sang suami tetapi yang didapat hanya balasan senyum palsu tanpa emosi.
"Om, are you okay? Tell me!" Ditatapnya Al tanpa ingin mengakhiri pandangan mata yang semakin dalam karena hati mulai takut akan kebiasaan sang suami. Di mana suaminya selalu berusaha menyimpan masalah sendiri tanpa ingin berbagi.
Sentuhan tangan yang membuat tubuhnya terhuyung ke kanan, lalu ke kiri mengembalikan kesadaran bersambut tatapan mata khawatir dari sang istri, "I am okay, but ...,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 394 Episodes
Comments
⍣⃝ꉣꉣ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 hiat
lah bengek 🙄 mlah inget sifani ngpain diinget sih om 🤧 sekarang tuh bukan sifani yang ada bunga om
2023-06-08
0
⍣⃝ꉣꉣ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 hiat
ya pasti lah kecewa selalu menunggu suaminya pulang tp dia istri yang baik wlwpun sering dikecewakan dan diabaikan
2023-06-08
0
⍣⃝ꉣꉣ ⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 hiat
ya kalo udh gtu pasti susah untuk dijabarkan 🤧
2023-06-08
0