Sebulan sudah Ferdi dan keluarganya tinggal di rumah utama Pratama, dan selama itu juga Mirna bersikap seolah ia adalah Nyonya rumah yang sesungguhnya. Ia memerintah para pelayan dengan sikapnya yang angkuh dan tidak bisa dibantah. Bahkan Nenek sendiri pun kewalahan dibuatnya karena sikap arogan dari menantunya tersebut.
Sikapnya yang selalu membedakan antara Sesil anaknya dengan Razka itu jelas sekali terlihat. Di mana Razka harus selalu mengalah atas segala sesuatu yang seharusnya tak ia lakukan. Untuk itu Nenek lebih waspada menjaga Emil agar Mirna tidak menyentuhnya. Setiap kali Nenek membicarakan sikap Mirna kepada Ferdi jawabannya akan selalu sama.
"Biarkanlah Bu, sudah seharusnya kita bersikap seperti itu kepada para Pelayan. Mereka dibayar untuk melayani kita Bu bukan untuk kita kasihani. Dan untuk Razka sudah seharusnya ia mengalah pada Sesil karna Razka sudah lebih merasakan semua ini dari pada Sesil Bu. Jadi, ya sudahlah. Sesil juga kan Cucu Ibu."
Begitu selalu jawaban Ferdi, Nenek selalu diam selama ini dengan sikap angkuh mereka selama berada di rumah ini.
"Ferdi, Ayahmu tak pernah mengajarkan kalian bersikap seperti itu kepada para Pelayan, mereka itu sama seperti kita, manusia yang harus kita hargai. Mereka bekerja kepada kita bukan untuk kita injak-injak harga dirinya. Mereka layak diperlakukan seperti kita memperlakukan orang lain. Tidak seharusnya kau bersikap seperti itu kepada mereka Nak. Dan untuk Sesil dia memang Cucu Ibu. Ibu menyayangi mereka semua. Tapi ajarkan kepada anakmu untuk lebih menghargai milik orang lain, tidak semua yang orang lain miliki harus didapatkannya. Jika kalian membiarkan dia bersikap seperti itu, Ibu khawatir setelah ia dewasa nanti sikapnya akan semakin menjadi. Kau adalah anak Ibu, kini hanya kau satu-satunya anak Ibu. Ibu menyayangimu sama seperti Ibu menyayangi Kakakmu."
Nenek mengelus wajah Ferdi dengan lembut dan penuh kasih sayang. Ia tak ingin Anak Cucunya menjadi orang yang angkuh dan sombong juga suka menindas orang lain. Lihatlah seringai di wajah Ferdi ada gurat kelicikan yang terpancar di wajahnya. Lagi dan lagi ia meyakinkan Nenek untuk,
"Jika Ibu memang menyayangiku sama seperti menyayangi Kakak, izinkan aku memimpin perusahaan kita Bu. Bukankah aku juga anak Ibu sama seperti Kakak? Mengapa Ibu lebih mempercayai orang lain seperti Paman Max dari pada aku anak Ibu sendiri. Apakah Ibu tidak mempercayaiku seperti Ibu mempercayai Kakak? Ataukah Ibu takut aku akan membuat bangkrut perusaahan kita?"
Untuk inilah dia rela tinggal di rumah ini. Niat terselubung dalam hatinya adalah dia ingin menguasai seluruh harta milik Ayah serta Kakaknya tersebut.
"Bukan seperti itu..."
Belum sempat Nenek melanjutkan ucapannya Ferdi segera memotong ucapan Nenek.
"Jika bukan seperti itu lalu seperti apa Bu?"
Ferdi terus saja menekan Nenek agar memberikan posisi Presdir kepadanya.
"Kau tidak akan mengerti."
Ucap Nenek memalingkan wajah dari tatapan Ferdi. Yah... Nenek tidak percaya kepadanya, sebenarnya bukan kepadanya tapi kepada Mirna istrinya. Ferdi mudah sekali dikendalikan Mirna, dengan segala kelicikannya Mirna selalu berhasil mempengaruhi Ferdi.
"Apa yang tidak aku mengerti Bu? Apa yang tak bisa aku dapatkan sementara Kak Dika selalu mendapatkannya Bu? Ini tidak adil untukku Bu. Aku ini anak Ibu juga bukan orang lain. Atau. Ibu memang tak pernah menganggapku sebagai anak Ibu?"
Ucapan Ferdi pada kalimat terakhir begitu lirih dan terdengar bergetar di telinga Nenek. Ucapannya pada kalimat terakhir berhasil membuat Nenek terkejut dan menatap tak percaya pada Ferdi. Apa yang dipikirkan anak ini?
"Apa maksudmu? Tentu saja kau adalah anak Ibu, Ibu sendiri yang melahirkanmu bagaimana mungkin Ibu tak menganggapmu sebagai anak Ibu? Ibu sangat menyayangi kalian, hanya kalian yang Ibu miliki setelah Ayah kalian meninggal, dan kini hanya dirimu saja Nak."
Bela Ibu tak terima, pasalnya ia tak pernah membeda bedakan kasih sayangnya pada mereka berdua.
"Jika Ibu menyayangiku maka izinkan aku memimpin perusahaan Bu. Ibu bisa percaya padaku."
Ferdi menatap sang Ibu yakin... Ia harus meyakinkan Ibunya untuk memberikan posisi Dirut kepadanya.
"Hhaaahhh..."
Nenek menghela nafas berat sebelum berkata.
"Baiklah... Kau boleh memimpin perusahaan. Tapi ingat ini hanya sementara saja dan jangan menyalahi kepercayaan Ibu. Ibu akan lihat sejauh mana kemampuanmu dalam memimpin perusahaan."
Nenek memegang wajah putra satu satunya itu dengan lembut. Ferdi memegang tangan sang Ibu lalu menciumnya.
"Terimakasih karena Ibu mau mempercayaiku."
Ucapnya tersenyum menatap Ibunya. Nenek balas tersenyum menatap putranya tersebut.
"Bekerjalah dengan baik jangan kecewakan ibu."
Ucap Nenek lalu berdiri dari bangku di taman belakang tersebut dan melangkah pergi meninggalkan Ferdi yang tersenyum senang karena telah berhasil meluluhkan hati Ibunya.
Ketamakan tidak akan pernah membawa kebahagiaan dalam hidup. Meski seseorang telah mendapatkan apa yang diinginkannya, tapi sifat tamak yang bersemayam dalam hatinya tak akan pernah terpuaskan. Ia akan meminta lebih dan lebih hingga akhirnya menenggelamkannya dalam dahaga yang tak pernah usai.
Qanaa'ah adalah sifat untuk melawannya. Selalu berpuas diri dengan apa yang di dapat dan tak pernah dengki terhadap apa yang di dapat orang lain.
Pepatah ulama mengatakan:
"jika engkau memiliki sifat qanaa'ah (selalu berpuas diri dengan apa yg dimilki) maka engkau dan raja dunia TIADA BEDA"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Wati Simangunsong
k rakukan tdk slmanya mmbwa kbahagiasn dlm dunia mau pn akhiratt..krn sesungguhnya mlikmu bkn lah mlik brsama
2021-01-19
1
FauLia
babang ganteng, Arinda belom sempat baca, maapkeun, nanti aku mampir lagi Kaka , semangat 😘
2020-10-15
2
Mei Shin Manalu
Serakah itu mmg slalu mmbawa petaka...
2020-08-05
3