Hari yang berat dan penuh dengan drama yang memuakkan telah berhasil dilewati Razka dengan baik, meski rasa lelah yang dialaminya saat ini begitu terasa berkali lipat dari hari biasanya.
Bagaimana tidak, ia harus menahan emosi yang memberontak ingin meluap dan menerjang seorang wanita yang saat itu sedang duduk manis menikmati satenya sambil terus tersenyum memandang Razka.
Luka yang dengan kerja kerasnya berusaha ia tutup, kini tersayat kembali oleh celoteh manja Luna saat berada di kedainya. Meminta dilayani langsung oleh Razka dengan sesekali bergelayut manja pada lengan Razka meski selalu ditepis oleh Razka. Hal itu tentu saja membuat Razka muak melakukannya, dan jadilah ia hanya berdiam di balik pemanggang tanpa beranjak dari sana, meski hanya sekedar mangantar pesanan sate milik pelanggannya.
Dan tentu saja gadis muda itu yang harus berjalan ke sana ke mari mengantarkan sate pesanan pelanggan, tak ada senyum yang menghiasi wajah Razka hari ini. Hanya ada wajah datar yang ia tampilkan dan begitu terasa. Dingin.
'S**emoga saja sate ini rasanya tidak sedatar wajah Kakak. Hmm ... gara-gara Kakak jahat itu senyum kak Razka hilang saat ini. menyebalkan sekali sikapnya. semoga saja ia tidak kembali lagi ke sini**.' gumam Emil dalam hati saat melihat ke arah Razka yang tidak tersenyum dan melihat ke arah Luna yang terus tersenyum angkuh.
'Cih. Angkuh sekali dia. Berbeda dengan kak Aisy. kenapa dulu Kakak bisa menyukai wanita seperti ini ya?'
Rasanya Emil sudah muak melihat wajah sok cantiknya itu. Eh. Tapi memang cantik juga 'hah' Emil menghembuskan nafas lelah melihat tingkah laku wanita itu. Apa lagi setelah,
'Tunggu, apa lagi itu?'
Emil terkejut saat melihat seorang pria menghampiri Luna lalu merangkul pinggangnya dan menciumnya sekilas di depan umum seperti ini.
'Dasar tidak tahu malu, yang benar saja di sini terlalu banyak orang apakah mereka benar-benar tak punya malu?'
Emil terus saja menggerutu dalam hatinya, lalu ia beralih memandang Razka yang tak peduli dengan adegan yang terjadi di depan matanya. Ia tak acuh bahkan melirik saja tidak, ia sudah dapat menebak apa yang akan dilakukan wanita itu di kedainya. Dan benar saja, ia hanya ingin memamerkan kekasihnya itu yang seorang CEO perusahaan katanya.
'Tampan. Tapi masih lebih tampan Kakakku.'
Emil membandingkan dua lelaki itu. Ia melirik ke arah kakaknya yang tetap fokus mengipasi sate, lalu melirik ke arah laki-laki yang kini berjalan berdua bersama Luna meninggalkan kedai sate milik Razka, tentunya setelah membayar dengan 'uang lebih' katanya.
'Kembaliannya ambil saja untukmu. Cihh ... sombong sekali dia, hanya seperti ini saja aku punya kau tahu! dasar wanita yang menjijikkan.' Emil mencibir dalam hati.
_________*
Akhirnya selesai sudah waktu Razka berjualan, kini ia sedang merapikan kembali barang-barang miliknya dan menaikkannya ke atas motor. Ia akan mengantar Emil terlebih dahulu baru setelah itu ia akan pulang.
"Apa sudah tidak ada masalah di rumahmu?" Razka bertanya pada Emil, ia sangat mengkhawatirkan gadis itu. Pasalnya baru kemaren ia mengadu pada Razka perihal perlakuan orang-orang di rumahnya.
" Iya Kak, sudah tidak ada apa-apa. Bahkan tadi pagi papah memeluk Emil. Kakak tahu Emil sangat bahagia karena itu adalah hal pertama yang baru Emil rasakan. Emil senang, Kak."
Emil berbicara dengan nada ceria, wajahnya memancarkan kebahagiaan dan Razka ikut merasakan kebahagiaan yang Emil rasakan.
"Ahhh ... syukurlah. Semoga ke depannya semua orang dapat memperlakukanmu layaknya keluarga mereka sendiri. Kau hanya harus bersabar," sahut Razka dengan senyuman manisnya. Razak mengusap kepala Emil dengan lembut.
"Ekhem. Kak, Aisy dengar Kakak akan wisuda, kapan tepatnya, Kak? Mmm ... kalau boleh Aisy ingin hadir melihat Kakak," ucap sebuah suara lembut secara tiba-tiba.
Aisyah datang menghampiri Razka dan Emil ia telah selesai membereskan barang miliknya. Dengan malu-malu ia mengatakan itu. Razka menoleh lalu tersenyum.
"I-iya. Tentu saja boleh, Kakak akan merasa bahagia jika Aisy bisa hadir di sana. Tepatnya akhir bulan nanti. Kakak harap Aisy bisa hadir di sana melihat Kakak". Razka menjawab dengan semangat, ia bahagia mendengarnya. Ini terdengar seperti sebuah permintaan.
"Insya Allah, jika tidak ada halangan, Aisy akan datang ke acara wisuda Kakak. Aisy permisi pulang. Assalamu'alaikum!"
Ia berpamitan karena memang sudah waktunya untuk pulang, bahkan ini sudah lewat dari jam biasanya ia pulang ke rumah.
"Wa'alaikumussalaam, hati-hati!"
Aisyah mengangguk lalu pergi dari tempat itu dengan tukang ojek langganannya.
"Kakak, Emil juga ingin sekali bisa datang melihat Kakak wisuda. Tapi Emil tidak bisa berjanji untuk datang."
Emil berkata dengan lirih terdengar penuh penyesalan seolah ia benar-benar akan menyesal Jika melewatkan momen tersebut.
"Tak apa, Kakak akan senang jika Emil bisa hadir, namun Jika tidak juga tidak apa-apa Kakak tidak akan marah. Ya sudah, ayo Kakak antar ke rumah," ucap Razka mengerti.
Emil mengangguk lalu beranjak menaiki motor Razka kemudian berlalu dari tempat tersebut.
#Hari yang ditunggu telah tiba
Hari ini, adalah hari yang ditunggu Razka. Ia akan di wisuda hari ini.
Di dalam sebuah gedung telah dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menyaksikan anak atau sanak saudara mereka naik podium hari ini.
Terlihat di sana sang nenek, paman dan bibi Max, juga seorang gadis berkerudung siapa lagi jika bukan Aisyah. Razka bahagia atas kehadiran mereka semua. Namun, ia merasa kehilangan karena gadis kecilnya yang tak dapat hadir di sana. Rendy menepuk bahu sahabatnya itu saat ia melihatnya melamun.
"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya, membuat Razka tersentak dari lamunannya dan menoleh pada Rendy.
"Aku memikirkan adikku, dia ingin sekali hadir ... begitu pun aku, ingin sekali dia hadir, tapi sepertinya dia tidak bisa hadir di sini," ucap Razka kecewa. Tapi mau bagaimana lagi, ia tidak bisa memaksakan keinginannya itu. Karena ia tahu bagaimana semua orang di rumah adik kesayangannya itu.
Meski Razka sangat menginginkan kehadiran adiknya di sana. Dan itu tentunya akan menambah kebahagiaan untuknya.
"Sudahlah, mungkin dia memang tak dapat hadir karena terhalang sesuatu," ucap Rendy mencoba menghibur Razka.
Razka hanya mengangguk. Akhirnya selesai sudah acara wisuda, dan Razka lulus dengan nilai terbaik. Ia berjalan menghampiri keluarganya bersama Rendy. Nenek langsung memeluknya, memberi selamat atas keberhasilan dirinya menyelesaikan studi dengan usahanya sendiri.
Terlihat Rendy pun melakukan hal yang sama ia memeluk Ayah dan Ibunya yang tak lain adalah paman dan bibi Max.
Aisyah memberi seikat bunga dan mengucapkan selamat, Razka menerima dengan senang hati. Lalu mereka melakukan pemotretan sebelum pulang.
Mereka pulang bersama-sama, tujuan mereka bukanlah rumah Razka. Namun rumah Rendy sementara Aisyah ia pulang sendiri dengan menaiki ojek.
Sesampainya di sana mereka berdua disambut oleh para pekerja di rumah itu dengan ramah. Terlihat jelas raut kebahagiaan yang terpancar dari wajah-wajah yang menyambut mereka di sana.
Dan saat ini mereka sedang berkumpul di halaman belakang rumah paman Max.
"Nak Razka, setelah ini nak Razka mau bekerja atau bagaimana?" tanya bibi Nuri yang memulai percakapan di antara mereka.
"Entahlah Bi, tapi aku ingin mengembangkan usaha sate milikku itu, Bi," jawab Razka dengan harapan ia akan mewujudkannya.
Meski ia kuliah mengambil jurusan manajemen yang disarankan oleh sang nenek, tapi kenyataannya, ia tak ingin bekerja di kantoran ia hanya ingin mengembangkan usaha yang dirintisnya dari nol itu.
"Bagaimana jika kau membuka sebuah tempat makan saja, seperti restoran? Kau bisa menjadikan sate sebagai menu utama dan menu-menu tambahan dari sang legenda kita, Nenekmu," usul paman Max antusias.
Sepertinya, paman Max mulai menjalankan rencananya. Ia akan memulainya dari sini, membuka wawasan Razka tentang bisnis. Agar suatu saat jika ia dibutuhkan, ia sudah siap menerimanya.
"Tapi Paman, membuat restoran itu butuh biaya tidak sedikit, aku khawatir tabunganku tidak akan cukup," sesal Razka, karena seberapa ingin pun ia membangun restauran, tetap saja ia tidak memiliki materi yang cukup untuk mewujudkannya.
Memang benar membuka usaha restoran membutuhkan uang yang sangat besar, tapi itu sudah dipikirkan secara matang oleh paman Max tentunya.
"Paman akan membantumu, jadi persiapkan dirimu memulai bisnis yang sesungguhnya," sahut paman Max dengan senyum yang menyiratkan keyakinan.
Tidak terdengar keraguan di setiap ucapannya, ia yakin bahwa Razka akan mampu berkembang dengan sendirinya. Hanya butuh sedikit dukungan saja. Sang nenek tersenyum lalu mengangguk saat melihat Razak menoleh padanya tanda meminta persetujuan sang nenek.
"Baiklah, Paman. Akan aku coba," katanya menyanggupi.
Akhirnya Razka meyakinkan dirinya sendiri untuk terjun ke dunia bisnis yang sesungguhnya.
"Baiklah jika kau sudah siap, besok kita akan survei lokasi yang tepat untukmu membuka restoran," ajak paman Max.
Razka mengangguk menurut ia akan mengikuti kata hatinya kali ini. Semoga hatinya tak salah menuntunnya untuk terjun ke dunia ini.
Mereka larut dalam obrolan hangat layaknya keluarga. Di sana Razka dapat merasakan kehangatan dan keharmonisan sebuah keluarga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Ardika Zuuly Rahmadani
apa mungkin memang emil adik raska dan razka dibuang
2021-07-19
1
Ana
Mau pesen satenya Razka ah di makn'a sambil nonton cheo zena n tigris duel sm cendrik.. trs nmbh lg ke lapak'a ibu pengganti.. hmmm mantull..
2021-04-09
1
IB Tihal Pratama
Lanjut
2021-02-28
1