Saat ini mereka tengah duduk berhadapan, Razka masih setia memperhatikan wajah gadis kecilnya itu yang nampak begitu menyedihkan. Tangannya bergerak meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya.
"Ceritalah! Kakak akan mendengarkan. Apa yang membuatmu menangis?"
Razka berbicara sambil tersenyum hangat membuat yang melihatnya akan merasakan damai dalam hatinya, begitu pun dengan Emil melihat senyum dari orang yang sudah dianggapnya sebagai Kakak ia merasa tenang.
Perlahan ia mulai menghela nafas panjang dan menghembuskannya. Namun,
"Emil takut ka."
Ia berbicara dengan terbata-bata, nada suaranya terdengar bergetar. Razka bangkit dan berjalan memutari meja lalu duduk di bangku samping Emil. Ia memeluk bahu gadis itu dan Emil langsung memeluknya, menenggelamkan wajahnya di dada Razka sambil terisak kembali. Dengan perlahan Razka mengusap-usap punggung gadis itu dengan lembut untuk memberi ketenangan pada hatinya.
"Tak apa, ceritalah!"
Razka melepaskan pelukannya dan meraup wajah Emil dengan kedua tangannya, lalu menghapus sisa air mata yang jatuh di kedua pipinya dengan ibu jari.
"Ada Kakak, Kakak akan mendengarkan."
Perlahan Emil mulai bercerita.
#Emilia
Seorang gadis terlihat berjalan di pinggiran jalan raya depan gedung sekolah, dengan senyum yang tak lepas dari wajah cantiknya dan terus menyapa setiap orang yang dilewatinya. Ia berjalan dengan sesekali berjingkrak riang sambil bersenandung.
'Semoga dengan ini Ayah dan Ibu akan menyayangiku, dan akan lebih memperhatikan aku nantinya.'
Ia berceloteh sendiri sambil sesekali tertawa kecil. Hari ini adalah hari pengumuman kelulusannya di sekolah dan ia mendapatkan nilai tertinggi dari sekian banyak murid di sana.
Ia berharap dengan prestasi yang didapatkannya, ia bisa membuat kedua orang tua dan saudara-saudaranya akan menyayanginya layaknya keluarga. Ia terus berjalan sambil bersenandung riang sampai pada halte di mana ia harus menunggu bis untuk membawanya pulang.
Setelah bis yang ditunggunya datang ia segera naik dan duduk di tempat yang kosong. Ia membayar ongkos bis setelah mengatakan tujuannya. Bis berhenti di sebuah jalan yang menghubungkan dengan perumahan elit tempatnya tinggal.
Emil segera keluar dari sana dan berjalan menyusuri jalanan komplek tempatnya tinggal. Emil tinggal di perumahan elit dan mewah karena keluarganya bukan keluarga biasa. Setelah sampai di depan gerbang bercat hitam itu seorang penjaga gerbang membukakan gerbang sambil menyapanya,
"Selamat siang, Pak! Apa Mamah ada di rumah, Pak?" tanya Emil pada penjaga gerbang di sana.
"Ada Non, tapi sepertinya Nyonya sedang menerima tamu." Penjaga itu menjawab dengan sopan.
"Oh. Baiklah, Pak, saya permisi masuk." Penjaga gerbang itu hanya mengangguk sopan.
Saat melewati gerbang Emil akan langsung disuguhkan pemandangan rumah yang layak disebut sebagai Istana besar dan megah. Dari gerbang terdapat dua jalan yang mengarah ke halaman depan rumah, di tengah jalan itu terdapat sebuah kolam kecil dan beberapa tumbuhan yang ditata rapi oleh tukang kebun.
Langkahnya terhenti di depan pintu besar rumah itu, tangannya ia urungkan mengetuk ketika samar ia mendengar percakapan orang orang di dalam sana.
"Bagaimana Nyonya? Apakah anak gadis Anda bersedia saya nikahi?" Terdengar suara seorang laki-laki, dari suaranya sepertinya orang itu sudah separuh baya.
"Saya bagaimana anaknya, Tuan, karena saat ini dia sedang tidak di rumah. Jadi-"
Belum sempat wanita yang disebut Nyonya itu menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar, memperlihatkan seorang gadis yang menyeret gadis lainnya ke hadapan dua orang yang sedang berbicara itu. Gadis itu membanting gadis yang diseretnya hingga terhuyung dan tersungkur di kaki sofa.
"Dia menguping, Mah! Gadis yang tak punya sopan santun, menguping pembicaraan orang tua."
Emil meringis merasakan sakit pada bagian sikut tangannya. Ia yang sedang berdiri di depan pintu begitu kaget saat ada seseorang yang menariknya dengan kasar. Orang itu adalah Sesil saudari Emil yang kerap sekali memperlakukan Emil dengan kasar. Bahkan ia tak segan menampar Emil saat ia merasa tidak suka dengan hasil pekerjaan Emil.
"Benarkah?" Wanita itu bertanya sambil mengangkat alisnya. Emil menggeleng kuat.
"Tidak, Mah! Emil tidak ada maksud untuk menguping, Emil hanya-" Belum sempat ia meneruskan ucapannya Sesil langsung memotongnya.
"Katakan saja jika kau memang senang menguping pembicaraan orang lain! Tidak usah mengelak!" Ia berkacak pinggang sambil tersenyum miring. Emil hanya menangis.
"Jadi bagaimana Nyonya?" Terdengar suara laki-laki itu berbicara, mereka seakan lupa bahwa ada seorang tamu di sana.
"Maafkan saya, Tuan. Gara-gara gadis ini pembicaraan kita tertunda. Jadi, tetap dilanjutkan atau bagaimana? Anaknya sudah datang." Wanita itu memandang Sesil dan Emil bergantian. Sesil tersenyum manis sekali karena saat ini dia sedang berhadapan dengan seorang konglomerat, orang terkaya di kota itu. Ia tak peduli akan status pria itu yang ia pedulikan adalah kehidupan mewah bersama pria paruh baya tersebut.
"Kita akan tetap melanjutkan pernikahannya Minggu depan." Pria itu berbicara tegas. Emil hanya menatapnya dengan tidak suka, pria itu bukan pria baik.
"Siapa yang akan menikah dan dengan siapa, Mah?" Akhirnya Emil memberanikan diri bertanya pada Mamahnya.
"Tentu saja aku bodoh! Kau pikir kau yang akan menikah dengan Mas Rudi hah? Jangan mimpi!"
Emil mantap Sesil dengan tidak percaya sampai mulutnya menganga dan ia menggeleng cepat.
"Tidak, Kak! Kakak tidak boleh menikah dengannya, dia bukan orang baik Kak! Percaya padaku. Kakak jangan menikah dengannya!"
Sesil yang tidak terima atas perkataan Emil menjadi murka, wajahnya memerah menahan marah.
"Lalu jika aku tidak boleh menikah dengannya, apa kau yang akan menikah dengannya? Itu tidak akan terjadi!"
Ia menunjuk Emil dengan murka.
'Aku tidak akan melepaskan orang kaya seperti Mas Rudi hmmm. Aku ingin kehidupan mewah biarlah aku menjadi istri keduanya.'
Sesil berbicara dalam hati sambil tersenyum menatap Rudi. Rudi membalasnya dengan tersenyum juga.
"Tidak, Kak! Kakak tidak-" Belum sempat Emil menyelesaikan ucapannya Mamahnya langsung memotong pembicaraannya,
"Emil, Kakakmu sudah menentukan pilihannya, Mamah tidak keberatan sama sekali."
Mirna berbicara dengan tegas lalu ia menatap Rudi dan tersenyum.
'Aku tidak akan melepaskan mangsa kaya seperti ini. Ia telah menjanjikan aku uang bulanan yang amat besar mana mungkin aku melepaskannya'
Emil menggeleng kuat, namun ia tak berdaya melawan keduanya.
Pria itu bangkit dan pergi dari rumah diantar oleh Sesil. Emil yang saat ini tengah menangis karena harapan bahagia yang ia bayangkan di perjalanan pulang tadi, pupus begitu saja. Sesil datang setelah mengantar Rudi pulang ia langsung menarik rambut Emil dengan kuat, memaksa Emil mendongakkan kepalanya. Ia meringis merasakan perih pada kepalanya.
"Apa maksudmu hah? Kau ingin mempermalukan aku dengan kelakuanmu yang menyebalkan ini? Kau iri padaku karena aku bisa mendapatkan pria kaya seperti Mas Rudi kan? Atau kau ingin merebutnya dariku karena kau juga ingin hidup mewah? Katakan! Katakan apa tujuanmu melarang ku menikah dengannya!"
Emil memejamkan mata menahan sakit, air matanya tak dapat ia bendung, jatuh begitu saja.
"Di-dia. Dia bukan pria baik, Kak, dia sudah beristri dan sudah memiliki anak. Kakak akan menjadi istri yang... Ah"
Ia tidak sempat melanjutkan kata-katanya ketika tarikan pada rambutnya menguat.
"Aku tidak peduli, yang aku peduli adalah hidup mewah." Sesil melepaskan tarikan dengan kuat membuat Emil tersungkur kembali ke bawah.
"Hei! Gadis pembawa sial. Kau benar-benar Anak yang membawa sial ya. Hampir saja kau membuat kami melepaskan uang kami. Kau tahu! Ayo tinggalkan dia."
Mirna menunjuk kepala Emil dengan kuat membuat kepala Emil menoleh dengan kuat dan berlalu pergi meninggalkan Emil yang menangis pilu.
'Kenapa Mamah begitu membenciku? Apa Mamah tidak mempunyai rasa sayang untukku bahkan hanya sedikit? Sepertinya memang tidak ada yang menyayangiku di rumah ini, Papah pun sama, dia tidak pernah membelaku saat aku diperlakukan kasar oleh mereka.'
Emil menangis pilu masih di tempatnya terjatuh tadi. Menangisi nasibnya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang keluarga dan orang-orang terdekatnya.
#Emilia...
Razka hanya terdiam mendengarkan cerita Emil, ia merasakan perih dalam hatinya melihat seseorang yang sudah dianggapnya sebagai Adik sendiri menangis pilu dihadapannya. Ia kemudian memeluk Emil yang dibalas dengan erat oleh Emil, mengusap-usap kepalanya dengan sayang.
'Kasian sekali hidupmu. Andaikan aku bisa membawamu, akan aku ambil kau dari orang tua jahatmu. Tapi Kakak tidak bisa memisahkanmu dengan orang tuamu.'
Razka hanya berbicara dalam hati sambil terus mengusap kepala Emil dan sesekali mencium pucuk kepalanya.
Emil melepaskan pelukannya menatap mata Razka dengan matanya yang sembab akibat menangis, tangan Razka terangkat meraup kembali wajah Emil dengan kedua tangannya dan menghapus air mata gadis itu dengan ibu jarinya. Sakit sekali hatinya melihat gadis kecilnya menangis.
"Kakak, Emil ingin pergi dari rumah itu, tidak ada kasih sayang untuk Emil di sana, Kak. Emil ingin tinggal bersama Kakak saja. Emil janji tidak akan membuat Kakak repot."
Terdengar bergetar dan pilu di telinga Razka, ia kembali memeluk Emil kali ini Razka lah yang meneteskan air mata.
"Bukan begitu sayang, bukan Kakak tidak ingin Emil repotkan. Kakak sama sekali tidak keberatan Emil tinggal bersama Kakak. Tapi bersabarlah dulu, sampai Kakak mampu membawa Emil pergi dari rumah itu. Kakak janji, Kakak akan membawa Emil setelah Kakak layak mengurus Emil. Kau jangan menangis lagi, hati Kakak sakit melihatmu menangis." Razka melepaskan pelukannya dan mengusap-usap kedua bahu Emil. Emil mengangguk ia percaya pada Razka.
"Kakak antar pulang, ini sudah sangat malam."
Emil mengikuti langkah Razka menuju motornya ia lalu naik dan pergi untuk mengantar Emil pulang sampai ke depan gerbang rumahnya.
"Kakak pulang, begitu sampai Emil langsung tidur ya, istirahat jangan menangis lagi." Razka mengusap kepala Emil sayang sebelum Emil melangkah memasuki rumah mewah itu. Tapi setiap ia mengantar Emil ke rumahnya ada yang mengganggu pikirannya, sepertinya ia tidak merasa asing dengan rumah itu. Rumah itu yang selalu datang dalam mimpinya. Namun ia tak mengingat apapun tentang itu semua. Ia menghela nafas lalu pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Kinan Rosa
mungkin kah Emil saudara nya Razka
2022-12-12
0
Herlina Salsabila
lanjut
2021-07-23
1
Ardika Zuuly Rahmadani
cerita yang menarik,
2021-07-19
1